36. Jawaban Takdir

287 24 15
                                    

Jessica tengah duduk di atas bed dengan punggung yang bersandar pada kepala ranjang seraya membaca jurnal kedokteran terbaru. Ia baru pulang satu jam yang lalu. Bukannya tidur mengistirahatkan fisiknya setelah seharian mengajar dan setelahnya kembali pada profesi utamanya sebagai dokter, kini gadis itu sudah larut pada kegiatannya menyelami hasil penelitian dalam dunia medis.

Sebuah keuntungan besar baginya menerima tawaran Prof Abraham untuk bergabung menjadi salah satu dosen di universitas lamanya karena dengan mudah dirinya bisa menemukan berbagai buku maupun jurnal medis terbaru. Saking fokusnya, Jessica tidak menyadari seseorang sudah masuk dalam kamar dan kini tengah berjalan kearahnya. Orang tersebut hanya tersenyum seraya menggeleng tidak percaya melihat putri sulungnya tengah tenggelam dalam lembaran kertas yang dipegangnya.

"Mom thinks you are sleeping. But it turns out you are too absorbed in reading until you don't hear Mom knock on your door repeatedly." Hye Soo, ibunya, duduk di sebelah Jessica lalu membaca sekilas judul jurnal yang berhasil menarik perhatian putrinya itu.

Walaupun Jessica dan Jasmine sudah dewasa, tetapi bagi Hye Soo, mereka tetaplah gadis kecil yang begitu menggemaskan. Bahkan perempuan paruh baya tersebut masih kerap kali memperlakukan keduanya seperti anak kecil. Jika Jessica menerima semua perhatian berlebihan ibunya itu, maka berbeda dengan Jasmine. Gadis itu cenderung risih dan selalu protes setiap kali sikap Hye Soo terlalu protektif padanya.

"I'm so sorry, Mom." Jessica tersenyum lalu menutup jurnal dan meletakannya di atas nakas samping tempat tidurnya. Setelahnya mencium pipi kiri perempun yang sudah melahirkannya itu. "Is there something you want to talk about?" tanyanya kemudian begitu menyadari ada maksud lain dari ekspresi ibunya. Hye Soo merespon dengan seulas senyum karena Jessica yang sangat peka terhadap sikapnya.

Putrinya itu memang sangat pintar membaca situasi. Perempuan itu menggenggam kedua tangan Jessica lalu menumpuknya, membawanya di atas paha. "Do you still remember that Daddy start a new business with his friend in Jakarta?"

Jessica mengangguk, namun terlihat kebingungan dari wajahnya. "And then?"

"Next week is the inauguration event as well as launching a new product. That means Mommy and Daddy must attend the event." Hye Soo berhenti sesaat untuk memberi jeda. Membiarkan putrinya menebak maksud dari kalimatnya.

Seperti yang sudah Hye Soo duga, Jessica memang segera menangkap arti dari informasi yang diungkapkan ibunya. Gadis itu menunduk dan menggigit bibirnya. Kembali ia dihadapkan pada sebuah pilihan yang masih sangat sulit untuknya. Hye Soo yang melihat keraguan putri cantiknya itu, melepaskan genggaman tangannya. Mengusap sebelah pipi Jessica dan mengangkat wajah itu untuk bisa bertatapan langsung dengan matanya.

"Honey, Mommy doesn't force you to come with us to Jakarta if you're not ready. If you want, Mommy will stay here with you. Mommy thought it wouldn't be a problem if Daddy came alone." ungkap Hye Soo lembut penuh pengertian.

Setahun lalu ketika Jessica tiba di New York, ia menceritakan semuanya pada ibunya. Semuanya tanpa terkecuali. Jessica menangis terisak dalam pelukan Hye Soo kala itu. Mencurahkan segalanya pada sang ibu. Segala emosi yang bersarang dalam hatinya tumpah saat itu juga. Emosi yang ia pendam untuk dirinya sendiri nyatanya tidak bisa terus tersimpan rapi di hadapan sang ibu.

Ibu mana yang tidak hancur melihat anaknya yang saat itu jauh dari kata baik. Hye Soo yang kembali melihat sosok Jessica lima tahun lalu, merasa hatinya benar-benar diremas. Ia terus mendampingi putrinya melalui masa sulit, menemaninya menjalani terapi dan terus memberi dukungan untuknya.

Ia paham situasi apa yang tengah dialami Jessica. Putrinya itu dihadapkan pada sebuah perasaan yang bertolak belakang. Antara mencintai tetapi juga sebuah rasa bersalah yang masih bersarang di pikirannya bahkan hingga detik ini. Pria yang Jessica sebut namanya Revan, telah membuat putrinya melupakan kesedihan dan keterpurukannya akan kepergian Ares. Bahkan telah berhasil memasuki ruang gelap hatinya. Namun pria itu juga yang memperkenalkan Jessica pada rasa bersalah yang besar.

Satu RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang