34. Waktu yang Tepat Untuk Berpisah

240 24 8
                                    

Kesabaran, mungkin itulah yang tengah Tuhan uji pada manusianya. Ketika seorang menginginkan sesuatu, tentu membutuhkan sebuah perjuangan keras. Bukankah hasil tidak akan mengkhianati proses?

Lihat bagaimana Tuhan berkehendak dengan kuasanya.

Di tengah perjalanan, nampak mobil berderet memanjang kebelakang dan tidak bergerak sedikitpun. Disanalah kini Revan terjebak dalam sebuah kemacetan. Menurut seorang lelaki paruh baya yang ditanyainya, terjadi kecelakaan beruntun di ujung persimpangan jalan, sehingga membuat lalu lintas macet total.

Revan sudah terlalu frustasi. Dipukulnya stir mobil berulang kali, melampiaskan kekesalan akan situasi yang dihadapinya sekarang sambil sesekali mengumpat. Ia melihat jam, waktunya benar-benar mepet. Jika tidak segera sampai bandara, bisa dipastikan ia akan kehilangan kesempatan. Bahkan mungkin kehilangan gadis yang ia sadari sangat berarti untuk hidupnya. Sebuah penyesalan yang mungkin saja akan ia rasakan karena itu.

Revan keluar mobil untuk melihat situasi. Berjalan mondar-mandir mencari celah agar mobilnya bisa keluar dari kemacetan itu. Ia berbicara sebentar dengan seorang lelaki paruh baya yang tadi sempat berbincang dengannya. Sebagai tanda mengerti, lelaki tersebut lantas berjalan menuju barisan panjang mobil disana, sementara Revan mengikuti di belakangnya. Begitu menemukan ada sedikit celah, ia mulai berpikir bahwa ada alternatif untuknya keluar dari situasi menyebalkan itu.

Dari satu mobil ke mobil yang lainnya, Revan terus menginstruksikan pengemudinya untuk mundur sesuai aba-aba. Satu, dua, tiga, sudah belasan mobil yang Revan ketuk kacanya agar turut membantu misinya. Sedangkan lelaki paruh baya disana mengatur mobil yang baru saja masuk barisan paling belakang untuk membuat jarak lebih panjang. Sehingga tidak terjadi benturan antar mobil.

Cuaca siang itu cukup terik. Revan tidak lagi mempedulikan peluh di wajahnya. Dasinya juga sudah tidak lagi tergantung rapi seperti sebelumnya. Lengan kemeja hitam slim fit yang dipakainya, kini sudah ia gulung sampai lengan, mengurangi hawa panas yang ia rasakan. Jasnya? Entahlah, pria itu melepasnya dimana. Yang ada dibenaknya sekarang hanyalah secepat mungkin dirinya bertemu Jessica.

Satu-satunya hal di dunia yang tidak bisa diputar kembali adalah waktu. Pikirannya benar-benar kacau. Waktu terus memburunya, namun waktu juga yang harus ia hadapi. Berulang kali pula sebagai rasa terima kasih, dirinya menundukan kepala dan mengatupkan kedua tangan meminta maaf telah merepotkan.

Pekerjaan ini tidak akan selesai begitu cepat. Ia tahu pasti itu, mengingat antrian akan semakin memanjang. Melihat kepanikan Revan yang sesekali melihat jam ditangan, lelaki paruh baya tadi berjalan menghampirinya. Mengatakan sebaiknya Revan kembali ke mobil, sedangkan untuk urusan yang lain, biar dirinya sendiri yang mengambil alih. Mendengar hal tersebut, tanpa pikir panjang, Revan segera berlari ke mobil setelah sebelumnya mengucapkan banyak terima kasih.

Revan memundurkan mobilnya, lalu memutar stir hingga membuat mobilnya kini berjalan di atas trotoar untuk ban sisi kiri, sementara ban sisi kanan masih berada di jalan beraspal. Hanya itu satu-satunya cara, mobilnya dapat bergerak. Tidak mungkin untuknya menerobos jalan lain yang dipenuhi mobil atau berjalan sepenuhnya diatas trotoar yang sempit.

Tidak peduli dengan tatapan dari orang-orang disekitar, ia terus melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Ternyata kemacetan yang terjadi cukup panjang. Tepat di depan, ada perbaikan jalan. Karenanya tidak ada pilihan lain bagi Revan, selain mobilnya memang harus berhenti saat itu juga. Revan mengumpat keras menghadapi situasi tidak terduga tersebut. Tidak ada waktu lagi untuknya, semakin lama terjebak dalam kemacetan itu, maka semakin menipis kesempatan bertemu Jessica. Revan keluar mobil, berlari secepat yang ia bisa. Setidaknya sampai ia berhasil mendapatkan taksi.

20 menit kemudian, barulah Revan tiba di bandara. Sayangnya, kini ia hanya memiliki waktu tidak lebih dari 30 menit. Lalu lalang manusia disekitar, membuatnya tidak menemukan Jessica. Tentu, karena mungkin saja gadis itu sudah berada di dalam pesawat. Kemungkinan tersebut membuat Revan kembali kalut. Ia melihat layar yang menunjukkan waktu keberangkatan pesawat. Diedarkannya pandangan keseluruh penjuru arah bandara.

Satu RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang