3. Semua Bermula

345 32 6
                                    

Seorang direktur muda tengah duduk dengan kepala bersandar di kursi kebesarannya. Matanya terpejam dengan bibir bagian bawahnya Ia gigit. Seolah menahan rasa sakit yang teramat Ia rasakan. Sesekali air matanya jatuh begitu saja dan Ia sama sekali tidak berniat untuk menghapusnya.

Terlalu sakit untuknya mengingat sepinya hidup ini. Sosok yang amat penting dalam hidupnya telah meninggalkannya sendirian dengan bersisa kenangan dan bayangan yang tidak lagi bisa Ia gapai dengan tangan. Tepat ketika Ia benar-benar sudah tidak bisa lagi membendung air mata yang berjatuhan. Pintu ruangan itu dibuka dengan sangat kasar.

Mendengar hentakkan cepat pintunya dibuka, memaksa Ia untuk membuka kedua mata melihat siapa yang melakukannya. Sosok pria paruh baya dengan setelan jas hitam dipadukan dasi berwarna sama itu sedang berjalan menuju meja dimana lelaki muda tadi tengah duduk. Sangat terlihat jelas dari ekspresi muka pria paruh baya tersebut sedang menahan amarah dan seperti bom yang siap meledak dengan segera. Sementara lelaki muda yang melihatnya hanya terkejut seraya tersenyum masam dan menghapus air matanya.

"Revan kamu bodoh atau apa? Hah? Tender mudah seperti ini saja kamu tidak bisa menangkan dan justru jatuh ke lawan kita. Apa saja yang kamu lakukan?" Marah pria tersebut langsung tanpa basa-basi dengan melempar berkas di meja tepat di hadapan Revan.

Revan enggan berdebat dengan pria yang tidak lain adalah Papanya sendiri. Oleh karenanya Ia lebih memilih diam. Melihat sang anak yang sama sekali tidak merespon, membuatnya semakin naik darah. "Kenapa kamu jadi seperti ini? Hidupmu kacau setiap malam pulang dengan keadaan mabuk, pekerjaan berantakkan tidak ada yang beres. Apa kamu sadar karena ulahmu yang sama sekali tidak bertangggung jawab itu membuat saham perusahaan turun 2%. Belum lagi mengenai pemberitaan di media yang menyebutkan jika seorang Revano Narendra terlihat mabuk di bar dan mengemudi dengan ugal-ugalan." Seru Papanya panjang lebar.

Lagi-lagi Revan tidak merespon. Kepalanya berdenyut mendengar seseorang berteriak didepannya. Ia memijat kedua pelipisnya berharap apa yang dilakukannya kini dapat meredakan sakit di kepalanya. Dan dengan sikap diam Revan membuat ayahnya tidak lagi mampu menahan amarahnya.

"Jangan kamu katakan ini semua karena perempuan itu?" Ucapnya dengan tawa sinisnya. "Sebesar itukah perempuan jalang itu mempengaruhimu bahkan disaat dirinya tidak lagi ada didunia ini." Tambahnya meremehkan dengan menyeringai yang kini sudah duduk tepat di hadapan meja putranya.

Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut ayahnya membuat Revan tidak lagi bisa sabar. Ia menarik napas pelan lalu menghembuskannya. "Jangan Papa sebut Nana dengan panggilan seperti itu." Geram Revan dengan menatap tajam mata sang Papa.

"Papa rasa itu nama yang sangat cocok, 'perempuan jalang'. Bukankan terdengar begitu pas untuknya." Kata Sultan seraya menyeringai lebar. "Dan apa kamu tahu Revan, Papa sangat-sangat bersyukur Ia pergi dari hidupmu untuk selama-lamanya." Lanjut Sultan santai.

Revan mengepalkan kedua tangan disisi kursi yang saat ini masih Ia duduki. Ia menggertakkan giginya. "Papa puas?" Tantang Revan dengan suara yang terdengar jelas tengah menahan emosi.

"Tentu saja, tanpa Papa harus bersusah payah Tuhan sudah terlebih dulu memisahkan kalian. Bukankah Tuhan lebih berpihak pada Papamu ini?" Ujar Sultan dengan entengnya yang bertolak belakang dengan Revan.
Sejak awal Sultan tidak pernah merestui hubungan putranya dengan Nana. Alasan klise, karena perbedaan status sosial. Latar belakang Nana yang sebatang kara sementara kedua orang tuanya tidak tahu dimana keberadaannya. Nana tumbuh dan besar di sebuah panti asuhan. Gadis itu harus menjalani kerasnya hidup dengan bekerja disamping sekolah untuk membiayai segala kebutuhannya hingga Ia berhasil mendapat gelar sarjananya.

Sampai pada akhirnya, Nana yang memiliki nama lengkap Marina Maharani itu mendapat kesempatan bekerja di salah satu anak perusahaan Narendra Group. Meski hanya sebagai staff marketing namun pencapaiannya sudah cukup baginya. Ia bahkan tidak berani bermimpi untuk memiliki kekasih kaya raya. Tetapi semuanya terjadi begitu saja, kehadiran seorang Revano Narendra yang notabene adalah calon penerus bisnis semua perusahaan dibawah kekuasaan Narendra Group, mengubah hidupnya.

Satu RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang