Revan tidak bisa tenang dalam tidurnya. Berulang kali memejamkan mata berniat untuk tidur, namun kantuk yang ditunggu tidak juga kunjung tiba. Beberapa hari di rumah sakit, membuatnya memiliki kebiasaan baru. Jika biasanya dirinya disibukan dengan urusan pekerjaan dari pagi sampai malam, hingga tidak ada waktu barang sebentar untuk mengistirahatkan mata, maka lain halnya saat dirinya opname di rumah sakit, Revan memiliki waktu lebih banyak untuk tidur.
Selama itu pula, Revan memanfaatkan kondisinya untuk menghindar dari segala aktifitas membosankan. Dengan kekuasaan yang dimiliki, ia meminta orang-orangnya untuk menyembunyikan keberadaan dirinya dari Sultan, ayahnya sendiri.
Revan hafal betul bagaimana tabiat ayahnya itu. Bisa dipastikan kalau saat ini Sultan tengah mencari keberadaannya yang menghilang beberapa hari. Pria itu mencoba mencari pelarian untuk sejenak. Ia masih mengingat pertemuan terakhir dengan Sultan lalu, hingga dirinya harus berakhir di rumah sakit itu.
Untuk sekarang, ia enggan bertemu dengan ayahnya. Setidaknya sampai dirinya benar-benar pulih kembali. Bertemu dengan Sultan akan selalu menguras emosinya. Menurutnya, bersembunyi di rumah sakit bukan ide yang buruk.
Ia merasa terbebas dari tumpukan dokumen, meeting mingguan, pertemuan dengan klien dan rutinitas harian lainnya yang menyangkut perusahaan. Mendadak kepalanya berdenyut ketika mengingat aktifitas yang selalu berulang tersebut. Perusahaan, tempat di mana untuk pertama kalinya bertemu dengan Nana.
Meski kini ia tengah menikmati kebebasan dari segala aktifitas yang mengikat, tetapi Revan tetap tidak bisa menghindar dari perasaan kehilangannya.
Dirinya kini setengah berbaring di brankar. Kesadaran masih lebih berkuasa padanya, bahkan setelah dua jam ia mencoba terlelap.
Dilihatnya ponsel yang sudah berada dalam genggaman tangannya. Membuka-buka menu yang ditampilkan, namun sayang tidak ada yang menarik untuknya. Matanya menatap sejenak jam yang ditunjukkan pada layar, begitu ia hendak kembali mengunci ponselnya. Entah apa yang terjadi, tetapi otaknya memerintahkannya untuk beranjak dan segera keluar ruangan.
Meski merasa sudah lebih baik, tetapi Jessica masih belum mengijinkannya untuk keluar tanpa menggunakan kursi roda. Alhasil kemanapun berkeliling rumah sakit, ia selalu dengan kursi rodanya. Hanya saja untuk awal-awal beberapa hari lalu, ia masih harus di temani seorang perawat. Tetapi sekarang, pria itu sudah bisa sendiri.
Revan membawa kursi rodanya menuju ke nurse station yang beberapa jam lalu menjadi saksi perdebatannya dengan dokternya sendiri. Tujuannya saat ini, hanya ingin memastikan sesuatu. Begitu sudah berhasil menjejakkan kursi rodanya disana, ia melihat Jessica yang baru saja keluar dari lift. Tangannya sudah berada di atas roda untuk segera menghampiri Jessica. Tetapi Revan menangkap mata gadis itu mengarah pada satu orang, yang ia ketahui pasti juga seorang dokter tengah berdiri tidak jauh dari tempatnya kini.
Dari posisinya, Revan melihat bagaimana orang tersebut tengah menahan kesabaran. Dengan langkah kaki lambat, Jessica menghampiri dokter itu. Kelelahan nampak jelas dari raut wajahnya. Tetapi Revan masih dapat menemukan seulas senyum Jessica disana.
Begitu kedua dokter tersebut sudah berhadapan, Revan menggerakan kursi rodanya untuk mendekat agar dapat mencuri dengar pembicaraam mereka. Beberapa kali Revan menghela napas melihat perdebatan keduanya. Bagaimana mereka sama-sama mempertahankan pendapatnya. Paham topik yang tengah dibahas, mendadak saja membuatnya merasa bersalah.
------
Jessica meregangkan tubuhnya, setelah baru saja menyelesaikan operasi besar yang berlangsung hampir setidaknya 3,5 jam. Melalui perawat, Jessica diminta menemui ketua komite medik rumah sakit. Masih dengan baju hijau khas operasi dan snelli kebanggaan profesinya, Jessica mengurungkan niat untuk kembali ke ruangan pribadinya dan segera melangkahkan kakinya ke lantai 18.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Rasa
RomanceKejadian empat tahun lalu meninggalkan torehan luka yang masih menganga dalam diri Jessica. Hingga membuatnya terjebak dalam trauma yang terus menghantui. Berpikir sulit baginya untuk kembali merasakan cinta dan memulai sebuah hubungan yang baru. Te...