30. Penghakiman

273 22 13
                                    

Sudah sepuluh menit Jasmine menunggu kakaknya untuk sarapan bersama pagi itu. Merasa terlalu lama Jessica tak kunjung bergabung, ia memutuskan menghampiri kakaknya. Berulang kali Jasmine mengetuk pintu kamar dan memanggil Jessica, namun tidak ada sahutan atau tanda-tanda aktivitas di dalam sana. Merasa ada sesuatu yang janggal, ia segera membuka pintu tersebut. Gorden jendela yang masih tertutup, membuat kamar dilingkupi kegelapan. Jasmine menyingkap gorden tersebut, hingga seberkas sinar matahari masuk membuat suasana kamar menjadi lebih terang.

Dilihatnya Jessica yang masih terbaring dengan selimut menutupi hingga leher. Mungkin kakaknya itu masih terjebak dalam mimpi hingga tidak mendengar suaranya. Jasmine mendengus kesal karena sedari tadi nyatanya ia menghabiskan waktu menunggu seseorang yang masih bergelut dengan mimpi di kasurnya. Berniat untuk menjahili sang kakak, Jasmine menyingkap selimut tebal berwarna biru muda itu cepat. Berharap reaksi Jessica akan kesal dan meneriakinya karena telah mengganggu tidur nyenyaknya. Tetapi ternyata dugaannya salah. Jessica nampak masih terlelap dengan wajahnya yang pucat.

Jasmine memanggil nama sang kakak. Sebagai jawaban, Jessica hanya bergumam pelan tidak jelas. Jasmine lantas segera duduk disisi pinggir ranjang yang kosong, betapa terkejutnya ia ketika tangannya menyentuh kening kakaknya. Merasa ada tangan yang bersentuhan dengan kulitnya, perlahan Jessica membuka mata.

"Eonni demam. Sudah minum obatnya?" Jasmine tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Jessica hanya menggeleng lemah sebagai jawaban. "Aku masak bubur sebentar." ucapnya segera beranjak keluar.

Jasmine kembali dengan membawa semangkuk bubur beserta obat. Menyuapi sang kakak dengan telaten meski berulang kali Jessica menolak setelah makan beberapa sendok. Jessica merasakan lidahnya begitu pahit hingga ia kehilangan nafsu makannya.

Jessica memejamkan matanya kembali, sesaat setelah Jasmine keluar kamar usai memaksa kakaknya itu menghabiskan bubur yang ia buat. Terdengar pintu dibuka lalu ditutup setelahnya. Hanya sekitar satu jam Jessica bertahan dalam tidurnya. Beberapa hari terakhir ini ia memang tidak bisa tidur nyenyak lebih dari tiga jam sehari. Terlalu banyak hal yang memenuhi pikirannya hingga dirinya sendiri kesulitan tidur, belum lagi ditambah dengan jadwal operasi darurat yang terkadang mengharuskannya tetap sibuk di meja operasi diluar jam praktek.

Merasa tidak tenang dalam tidurnya, Jessica memilih untuk bangun. Tubuh yang begitu lemah dengan wajah pucat serta mata sayu, terlihat jelas bagaimana keadaannya yang memang sedang tidak sehat. Memaksakan diri untuk berjalan, membuatnya bagai memikul beban puluhan kilo. Tepat ketika kaki menginjak lantai, ia merasakan kepalanya sangat berat.

Berjalan dengan meraba dinding untuk membantunya tetap mampu berdiri. Ia merutuk dalam hati, di saat seperti ini mengapa pula kamarnya harus berada dilantai dua. Pelan-pelan Jessica menuruni anak tangga satu persatu. Beberapa kali berhenti mengambil napas sejenak. Memejamkan mata mencari kekuatan. Setelah merasa cukup, ia melanjutkan kembali langkah kakinya yang lemah. Ia segera masuk mobil dan menjalankannya memasuki jalanan kota yang mulai diguyur hujan. Entah apa yang dipikirkannya hingga nekat mengemudi dengan kondisi tubuh yang tidak memungkinkan seperti itu.

Jessica keluar dari mobil begitu sudah sampai tempat tujuan. Memasuki sebuah gedung perkantoran di kawasan Kuningan. Itu kali pertama untuknya menjejakan kaki di tempat tersebut. Ia hanya bermodalkan nekat, berniat untuk dapat menemui seseorang. Gadis itu tidak lagi tahu apa yang harus diperbuat untuk dapat menyelesaikan kesalahpahaman antara dirinya dan Revan.

Jessica berjalan menghampiri meja resepsionis di tengah lobi. "Permisi, apa Bapak Revano Narendra ada di ruangannya?" tanyanya pada perempuan berseragam cokelat disana.

"Apa Anda sudah membuat janji sebelumnya dengan Bapak Revan?" balas resepsionis tersebut dengan ramah.

"Belum. Katakan saja jika Jessica ingin bertemu."

Satu RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang