29. Hancurnya Segala Harapan

218 19 11
                                    

Jessica masih tidak mengerti kemana Revan membawanya. Pria itu terus menarik Jessica di sepanjang koridor rumah sakit dalam suasana hati yang berantakan. Tidak ada sepatah kata pun yang dilontarkan Revan untuk sekedar memberitahukan maksudnya pada Jessica. Keduanya menjadi pusat perhatian beberapa orang yang berada di sekitar. Cara Revan memperlakukan Jessica, bak tawanan yang tertangkap dan tengah diseret untuk diadili.

Pria itu menyimpan amarah yang begitu besar dan tinggal menunggu waktu saja untuk segera ia lampiaskan. Jessica yang sama sekali tidak mengerti apa-apa, mulai membuka suara lebih dulu. "Revan, kamu akan membawaku kemana?" Namun pertanyaan Jessica tersebut sama sekali tidak digubris Revan.

"Revan, hei ada apa ini? Katakan padaku kenapa kamu diam saja?" Revan masih tetap bungkam. Tidak sedikitpun mengatakan satu kata sebagai jawaban untuk gadis yang kini membuatnya naik pitam.

"Tunggu, lepaskan tanganku, Van. Ini sakit." pinta Jessica yang masih berusaha memancing pria itu membuka suara. Tetapi nihil, usahanya tidak berbuah apapun.

Setelah beberapa menit, Revan baru melepaskan genggamannya ketika mereka sudah berada di taman rumah sakit. Suasana taman memang sepi, tidak ada siapapun disana, mengingat hari sudah lepas waktu maghrib. Hanya terdengar suara gemericik air di kolam.

"Rupanya dirimu tidak lebih dari seorang pembohong besar. Penipu ulung." maki Revan tanpa tedeng aling-aling yang seketika membuat Jessica terkejut bukan main. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba Revan melontarkan kata-kata kasar padanya. Belum usai kekagetan yang Jessica rasakan, Revan kembali membuat Jessica terlonjak.

"Katakan padaku. Kenapa Sica, kenapa, HAH?" teriak Revan persis dihadapan Jessica, tangannya mencengkeram bahu Jessica hingga pemiliknya sedikit mengerang kesakitan.

"Revan, sungguh aku tidak mengerti apa yang tengah kamu bicarakan." Jessica benar-benar bingung saat ini.

Revan melepas tangannya dari bahu Jessica, membuat gadis itu sedikit terdorong kebelakang. Jawaban yang terucap dari Jessica sama sekali tidak memuaskan Revan. Tangannya mengusap wajahnya dengan kasar. Jelas sekali jika ia nampak tengah menahan kekesalan. Frustasi karena baru saja mendapat sebuah fakta pahit yang teramat menyesakkan baginya.

"Jelaskan isi dokumen itu." Revan melempar dokumen yang tadi dibawanya itu ke tubuh Jessica.

Tentu saja hal tersebut semakin membuat Jessica terperanjat dengan sikap Revan. Dirinya segera membungkuk untuk mengambil dokumen berwarna merah yang jatuh tersebut. Tanpa membukanya lebih dahulu, Jessica sudah sangat hafal isi dari dokumen tersebut.

"Ka-kamu dapat darimana dokumen ini, Van?" Jessica mengucapkan pertanyaan itu dengan terbata-bata.

Dirinya tidak mengerti mengapa Revan bisa membawa dokumen pribadinya. Dan yang tidak kalah membuatnya bingung adalah mengapa pria itu menanyakan maksud dokumen tersebut padanya. Perasaan Jessica mengatakan jika memang ada yang tidak beres. Ia mulai merasa was-was dan khawatir.

"Tidak penting aku mendapatkannya darimana. Yang aku inginkan sekarang juga adalah kamu jelaskan apa yang seharusnya aku ketahui." Revan meninggikan suaranya. Dirinya sudah tidak sabar mendengar pengakuan gadis dihadapannya ini. Pengakuan yang mungkin akan mengubah hubungannya dengan Jessica.

"Apa yang membuatku harus menjelaskan maksud dokumen ini padamu?" kali ini Jessica mulai tersulut emosi dan berani berteriak balik. Dari awal ia sudah dibuat bingung dengan sikap diam Revan, dan sekarang pria itu berteriak padanya, sementara sebenarnya apa kepentingan lelaki itu.

"Kamu jangan pura-pura tidak tahu. Oh atau memang benar kamu orang yang munafik." Revan menunjuk Jessica dengan tatapan tajam. Tuduhan yang dilayangkan tanpa alasan tersebut tentu semakin memancing kekesalan Jessica.

Satu RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang