23. Hati Tak Pernah Salah

182 25 3
                                    

Revan yang merasa diacuhkan, segera menyusul Jessica dan duduk dihadapan gadis itu. Rasa penasaran membuat berbagai pertanyaan memenuhi otak pria itu. "Siapa dia?" tanyanya to the point.

Jessica justru bergeming tanpa berniat menjawab pertanyaan yang Revan berikan padanya. Ia masih tetap memfokuskan perhatian pada rekam medik pasien. Sesekali menulis pada lembaran yang masih juga satu dokumen di sana. Sikap Jessica yang tetap diam, membuat Revan kembali melontarkan pertanyaan yang sama.

"Katakan siapa pria itu, Sica." Suara Revan dibuat setenang mungkin. Meski sebenarnya dirinya sangat kesal dengan sikap Jessica yang hanya diam saja.

"Apa itu penting untukmu?" balas Jessica santai yang membuat Revan mengerutkan kening. Bahkan Jessica menjawab tanpa perlu menatap lawan bicaranya. Perhatian gadis itu sepenuhnya tertuju pada dokumen.

"Kutanya sekali lagi, siapa pria itu dan apa hubungan kalian?" Kali ini pertanyaan Revan terdengar sangat memaksa, dari nada suaranya terdengar jelas jika ia benar-benar sudah tidak sabar. Lagi-lagi Jessica tidak menjawab.

"Setiap pertanyaan yang dilontarkan, membutuhkan sebuah jawaban." sindir Revan pelan namun tegas.

Siapa sangka kali ini Jessica mengalihkan perhatian dari dokumennya dan kini menatap sang lawan bicara. "Tetapi tidak semua pertanyaan harus dijawab. Dan untuk pertanyaanmu itu adalah satu dari sekian pertanyaan yang tidak harus kujawab." usai mengatakan itu, Jessica kembali menenggelamkan diri pada pekerjaanya.

Tidak kunjung mendapat jawaban yang diharapkannya, dengan gerakan cepat Revan menarik paksa dokumen itu. Membuat Jessica terkejut.

"Revan, apa yang kamu lakukan?" pekik Jessica karena kegiatannya diganggu. "Cepat kembalikan dokumen itu." pintanya sembari merebut dokumen yang kini berada di tangan Revan. Tentu saja pria itu tidak membiarkan Jessica mendapatkannya dengan mudah. Karena tujuan Revan adalah mendapat perhatian Jessica untuk menjawab pertanyaannya.

"Tidak akan kuberikan sebelum kamu menjawab pertanyaanku." Revan tetap bersikeras karena rasa ingin tahunya tidak lagi bisa ditahan. "Apa begitu susah hanya memberitahuku siapa pria itu?" tanyanya lagi masih memancing Jessica.

"Tidak ada waktu lagi untuk mendengar ocehan tidak pentingmu itu, Revan. Jadi kumohon berikan dokumennya padaku, karena aku harus segera menyelesaikannya malam ini juga." protesnya dengan nada yang dibuatnya tetap tenang meski saat ini dirinya tersulut emosi atas tingkah Revan yang sangat menyebalkan.

"Baiklah jika itu maumu. Maka aku tetap tidak akan memberikan dokumen ini padamu." Revan masih tidak menyerah mendengar penjelasan Jessica. Heol, apa gadis itu tahu betapa kesalnya Revan atas sikap seenaknya sendiri pria berjas putih yang tadi tiba-tiba memeluknya.

Mau tidak mau Jessica memang harus mengalah. Ia sudah cukup lelah hari ini dengan dua operasi yang ia lakukan, ditambah berbagai pekerjaan lain yang menguras pikirannya. Dan sekarang pria pemaksa ini mengajaknya berdebat. Jessica memejamkan mata, lalu menarik napas perlahan.

"Seperti yang kamu lihat, dia juga dokter di rumah sakit ini." jawab Jessica setelahnya. Tetapi begitu melihat tatapan Revan yang meminta penjelasan lebih, membuat Jessica perlu menambahkan informasi lain. "Ayahnya salah satu dari pasien yang kutangani, dimana tadi siang menjalani tindakan operasi. Dokter Krisna menemuiku hanya untuk menyampaikan terima kasih saja." jelas Jessica yang masih membuat Revan tidak puas.

"Apa sebuah ucapan terima kasih harus diungkapkan dengan pelukan seperti tadi?" tanya Revan yang seolah menuntut Jessica untuk menjelaskan sedetail mungkin. Sementara gadis itu sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. Mengapa juga Revan mempertanyakan pelukan yang Jessica sendiri tidak tahu menahu.

Satu RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang