Seorang ibu yang ditaksir berusia tiga puluhan tahun tengah menangis di depan nurse station, saat Revan tengah berkeliling di lorong bangsal perawatannya dengan kursi roda. Ia mengamati bagaimana ibu tersebut terus memohon pada perawat disana. Perawat tersebut terus menjelaskan sesuatu yang tidak bisa Revan dengar. Penasaran, ia arahkan kursi rodanya untuk mendekati nurse station tersebut.
Sekilas, Revan sedikit paham kesulitan yang dialami Ibu tersebut. Biaya perawatan yang terus membengkak, namun sampai sejauh ini baru setengahnya yang mampu terbayar. Entah bagaimana, Revan segera mengeluarkan credit card-nya untuk melunasi biaya tersebut. Sekaligus meminta perawat untuk mengirimkan tagihan biaya lainnya ke nomor rekening miliknya.
Namun, ternyata tidak hanya masalah itu saja. Setelah mengucapkan terima kasih padanya, ibu tersebut masih terus memohon pada perawat untuk melakukan tindakan terhadap suaminya yang masih terbaring tidak sadarkan diri setelah beberapa hari dirawat. Revan yang tidak cukup mengerti keadaannya, memutuskan untuk segera pergi tatkala gadis kecil tiba-tiba datang. Seperti apa yang dilakukan ibunya, ia ikut memohon pada perawat dengan tangis khas anak kecil.
Berulang kali perawat memberikan penjelasan bahwa tindakan yang diharapkan ibu tersebut tidak bisa dilakukan saat itu juga, karena dokter kepala dan dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien sedang tidak berada di tempat. Tetapi ibu tersebut tetap bersikeras bahwa tindakan harus segera dilakukan, karena suaminya tidak bisa menunggu lebih lama lagi, padahal sudah tiga hari dirawat namun dokter sama sekali belum melakukan tindakan apapun.
Merasa tersentuh dengan ibu dan anak tersebut, Revan membalikkan arah kursi rodanya untuk menemui seseorang yang dapat membantunya menyelesaikan masalah itu. Meski tidak tahu keberadaan seseorang tersebut sekarang, tetapi dirinya bisa bertanya pada perawat yang ia temui.
Revan menengok jam di ponselnya untuk memastikan kemungkinan apakah seseorang yang akan ditemuinya tengah sibuk dan tidak berada diruangan. Setelah memastikan dirinya berada di depan ruangan yang benar, dimana terlihat dari papan nama penghuni ruangan itu, diketuknya pintu tersebut beberapa kali sampai ada sahutan dari dalam yang menyerukannya untuk masuk.
"Loh Revan, ada perlu apa sampai datang ke ruangan saya?" Tanya seseorang di dalam ruangan tersebut begitu mengangkat kepala dan mengetahui siapa gerangan tamunya.
"Dokter bisa ikut saya sekarang juga?" Ungkap Revan mengutarakan maksudnya.
Jessica mengerutkan kening sesaat mendengar pertanyaan Revan baru saja. "Ada apa?"
"Saya tidak bisa menjelaskannya. Tapi saya pikir Dokter harus segera ikut saya karena ini keadaan darurat."
Mendengar kata darurat, Jessica tidak pikir panjang untuk bertanya lebih lanjut. Setelah membereskan beberapa dokumen di atas mejanya, Jessica mendorong kursi roda Revan sesuai dengan arah yang ditunjuk pria itu.
Keduanya sudah sampai di tempat yang disebut Revan. Ibu dan putri kecilnya masih tetap berada disana, mencoba terus bernegoisasi dengan perawat. Jessica mengenali bocah kecil tersebut. Salsa, anak perempuan yang pernah menangis karena kehilangan balonnya beberapa hari lalu. Tetapi saat itu bukan waktunya untuk Jessica menyapa Salsa.
"Ada masalah apa, Sus?" Tanya Jessica pada perawat yang terlihat sudah sangat lelah menghadapi keras kepalanya keluarga pasien itu. Perawat tersebut menjelaskan apa yang menjadi duduk permasalahan.
Salsa terus menangis. Sementara sang ibu juga menceritakan bagaimana suaminya yang tidak kunjung mendapat tindakan. Padahal sebelumnya dokter sudah mengatakan bahwa suaminya harus dioperasi, tetapi sampai tiga hari belum juga ada kepastian kapan operasi akan dilakukan.
Jessica sempat menghela napas kecil setelah mendengar semuanya. Ia paham situasi seperti apa yang tengah terjadi. Bukan seperti yang diharapkan Revan, Jessica justru mencoba menjelaskan maksud perawat dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti. Jessica menyebut bahwa operasi belum bisa dilakukan karena dokter yang akan melakukan operasi sedang tidak ada di tempat, sehingga perlu menunggu dokter tersebut kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Rasa
RomanceKejadian empat tahun lalu meninggalkan torehan luka yang masih menganga dalam diri Jessica. Hingga membuatnya terjebak dalam trauma yang terus menghantui. Berpikir sulit baginya untuk kembali merasakan cinta dan memulai sebuah hubungan yang baru. Te...