Pengurus asrama putri kembali ke asrama mereka. Dengan Karya yang mengoleskan salep pereda nyeri pada Karang setelah memaksa gadis itu. Mereka memutuskan untuk meneruskan pembicaraan selepas subuh. Sementara Fara dibiarkan kembali ke kamarnya. Sudah terlalu malam. Dan tidak akan baik melanjutkan sesi interogasi saat larut malam. Berterima kasihanlah pada Putih karena sang Ketua Asrama Putri memiliki pemikiran secerdas dan seefektif ini. Selepas subuh mereka kembali berkumpul. Mereka harus segera menyelesaikan segala kesalahpahaman yang terjadi. Terlebih... Bumi memucat saat memikirkan kemungkinan paling buruknya. Badai dan Karang saling berkelahi -lagi- lalu bermusuhan yang akhirnya berdampak buruk pada hubungan asrama putra dan asrama putri. Dan... bagaimana jika mereka berdua terus menerus berkelahi? Ayolah... Bumi sudah melihat rekaman kejadian semalam -untuk itu Bumi berhasil 'menyuap' salah satu teman klub Pecinta Alamnya- tidak ada seorangpun yang berani melerai mereka berdua. Tidak ada yang bisa bergerak bahkan saat Badai membanting Karang atau bahkan saat Karang mengatai Badai 'tiang listrik sialan' atau... saat Badai membalasnya dengan menyebut Karang 'cebol'. Sungguh. Bumi tidak bisa membayangkan bagaimana jika pada akhirnya asrama dijadikan area pergulatan dua monster gila itu (Bumi tidak tahu saja jika setelah kejadian itu baik Karang maupun Badai tidak ada yang mempermasalahkan nya lebih jauh) Mereka berdua terlalu sibuk oleh pemikiran lain dibandingkan sesuatu tidak berguna seperti kejadian malam tadi -ah. Badai dan Karang tidak peduli- meski mungkin Karang masih kesal karena dirinya disebut cebol oleh Sangkala. Tenang saja. Karang juga punya cara licik buat membalas Sangkala -meski dia akan mati-matian menghindari Samudra hari ini
"Aaarrrgggghhh!!!! Aku khawatir hubungan Badai dan Karang setelah ini!!" Bumi berkata cepat. Nyaris menjerit saat pemikiran liar di kepalanya semakin tidak terkontrol.
Karya dan Hujan menaikkan alis. Kening Naksya berkerut, gadis itu terlihat memikirkan apa yang diucapkan Bumi barusan. Aksatriya menghela napas pelan, meski sesungguhnya dia juga sedikit mengkhawatirkan masalah itu. Ah. Karang tidak ada diruangan itu. Karang dan Putih sedang berada di kamar mereka. Bicara dengan Fara mengenai masalah semalam.
"Benar juga..." sahut Aksatriya pelan. Matanya menerawang. Tanpa sadar memikirkan beberapa kemungkinan jika Badai dan Karang berbuat nekat. Karang yang tidak terima melihat salah satu siswi asrama putri terluka, dan Badai yang tidak terima buruannya direbut tanpa mendapat hukuman.
"Jangan khawatir," suara Karya memecahkan lamunan mereka bertiga -Bumi, Naksya dan Aksatriya-
"Karang maupun Badai tidak akan mempermasalahkan kejadian semalam." putusnya tenang. Penuh keyakinan. Namun lebih dari cukup buat menarik atensi Bumi. Bumi mengerjap berkali-kali buat memastikan pendengarannya.
Bumi tahu jika di antara semua pengurus asrama putri, Karyalah yang paling dekat dengan Karang. Karya juga yang paling mengenal Karang, tapi Karya tidak pernah melihat bagaimana sikap Karang saat melihat siswi asrama putri terluka -saat kasus rokok di mana Bumi sendiri yang terluka- Bumi yang melihat semarah apa Karang saat itu. Dan itu... sungguh mengerikan. Tapi...
"Kar, kamu lupa bagaiamana reaksi Karang saat Putih terluka? Atau saat aku terluka karena ulah para siswa perokok? Kamu tidak lupa kan?"
Karya menghela napas panjang. Menatap Bumi datar. Sebelah tangan ia simpan di pundak Bumi. Menepuknya pelan. "Aku tidak mungkin lupa, Mi. Tapi aku juga paling tahu Karang tidak akan pernah peduli jika ada yang melukainya. Dan semalam... bagi Karang, kejadian itu bukan apa-apa dibandingkan dengan masalah Fara dan Anis, sama seperti Badai. Dibandingkan dengan mempermasalahkan sikap kurang ajar Karang semalam, Badai lebih tertarik memperdalam masalah apa yang membuat siswi berprestasi seperti Fara nekat masuk ke asrama putra."
Tidak ada yang berani berkomentar. Bumi juga bungkam. Pada akhirnya Bumi menyadari satu hal yang ia lupakan saat semua imajinasi gilanya mengambil alih. Karang selalu diam saja jika seseorang membuatnya terluka. Karang tidak peduli. apa pun yang mengganggu dirinya pribadi, tidak akan pernah menarik minat Karang. Dan Bumi lupa satu hal paling menyedihkan dari Karang. Karang selalu menjadi orang pertama yang bertindak jika satu siswi asrama putri diusik, tapi dilain sisi tidak ada yang tahu -ah lebih tepatnya Karang menyembunyikan rapat-rapat- jika Karang juga diusik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmarandana
Teen Fiction---Seri Pupuh--- Dua remaja itu seperti gunung es abadi. Kokoh dan utuh seolah tidak membiarkan siapa pun buat menyentuh mereka. Mereka tahu itu. Tidak ada benci, karena mereka berdua sama-sama terlalu lelah bahkan buat membenci orang lain. Dan tan...