25. Rumor

96 11 0
                                    

Kedua sosok itu tiba di halte khusus sekolah bersamaan. Karang menunggu Bumi yang berjanji datang menjemput, tidak memedulikan sosok di sampingnya bagaimana nanti sampai ke asrama. Masa bodoh. Bukan urusan Karang. Lagipula... ternyata... Karang menemukan fakta baru. Selain penuh ancaman... Badai juga menyebalkan? Ah. Perihal ini sosok dalam kepalanya pun tidak ambil pusing. Bahkan sosok itu terlalu shock sepertinya atas kejadian beberapa saat lalu di mana Badai dengan kurang ajarnya menyeret Karang dengan menarik rambutnya. Sungguh. Bisa dipastikan. Jika kejadian itu sampai ke telinga Sangkala atau Samudra, kemungkinan besar akan terjadi hal semacam 'latih tanding' lagi. Bukan apa, Sangkala dan Samudra itu cukup protektif pada Karang. Jangankan laki-laki lain yang sekedar teman biasa, sekelas Sangkala saja tidak pernah berani melakukan kontak fisik berlebihan. Ah. Ingatkan jika Samudra sama alimnya dengan Yudha meski dengan cara yang berbeda. Beruntungnya Karang tidak peduli jika dia diperlakukan seperti itu oleh Samudra dan Sangkala. Tak apa. Lagipula yang Karang pedulikan kan hanya mereka berdua. Jadi adil kan?

"Oi, apa kau termasuk tipe manusia pengadu?"

Mendengkus pelan. Kenapa rasanya dia sedang diinterogasi di sini? Hei... bukannya seharusnya Badai sadar diri jika dia keterlaluan? Karang juga perempuan omong-omong. Bagi Karang menerima sebuah pukulan atau tendangan berkali lipat lebih baik dan bisa ia abaikan daripada cara seperti menyeret rambutnya. Karang tidak suka ada orang asing yang memegang rambutnya. Risih. Merepotkan. Sangkala saja tidak berani -kecuali sekedar untuk mengacak rambut atau menjitak kepalanya-

"Kenapa? Kau takut Sam dan Kala mundur dari pengurus karena terus melakukan kekerasan padaku?"

Pundaknya terangkat singkat. "Ya. Aku tidak bisa membantahnya. Mereka aset berharga di kepengurusan asrama."

Benar kan... Badai itu tipe manusia yang akan melakukan apa pun untuk mempertahankan aset berharga baginya. Dan sepertinya... Karang tahu jika dia ingin, dia bisa memeras Badai untuk hal ini. Lagipula ucapannya bukan omong kosong belaka. Kemungkinan besar Samudra memang akan memundurkan diri hanya karena hal sepele seperti menarik rambut adiknya. Meski dia terlihat masih bersikap sabar saat melihat adiknya dianiaya di hadapannya. Terlebih.... untuk urusan ini Karang sama sekali tidak melakukan kesalahan. Dan Karang tentu tahu jika Samudra dan Sangkala akan sama-sama mengomelinya jika dia memang yang membuat ulah. Tapi kali ini berbeda. Badai berlaku seenaknya. Tanpa alasan jelas pula.

"Kau sadar dan tidak punya niat minta maaf?"

Alis remaja laki-laki itu meninggi. Menatap Karang dengan tatapan tidak terbaca. "Apa permintaan maaf bisa otomatis membuatmu amnesia tentang hari ini?" Badai itu tipe orang yang tidak akan ragu memberi penghargaan pada orang yang diakuinya, tapi untuk meminta maaf... jarang sekali dia melakukan hal itu. Hujan tentu saja pengecualian. Kehidupan damainya akan sangat terganggu jika membuat masalah dengan Hujan.

Napas dihela berat. Mata terpejam. Karang tahu dia tidak pernah bisa satu pendapat dengan Badai akan masalah seperti ini. Karang mudah mengakui kesalahannya dan meminta maaf adalah prioritas Karang setelah dia sadar jika dia melakukan kesalahan. Sama seperti ucapan terima kasih. Karena... sejak dulu kedua orangtuanya mengajarinya dua kata tersebut. Jangan malu meminta maaf dan mengucap terima kasih. Jadilah orang yang tahu diri. Ya. Karang hidup dalam lingkungan seperti itu.

"Mungkin," Dan meladeni Badai yang punya harga diri terlalu tinggi buat meminta maaf merupakan sesuatu yang akan berakhir menyebalkan saja. Bukan. Badai itu tidak bisa dibaca. Skema dalam kepalanya seperti sebuah labirin penuh jebakan. Sulit diselesaikan. Dan Karang tidak suka mengurusi sesuatu yang merepotkan.

"Ok. Aku minta maaf." Oh jelas itu hanya sebuah kata tanpa minat apalagi niat meminta maaf sungguhan. Sudah dibilang bukan jika Badai hanya akan meminta maaf dengan mudah pada Hujan? Meski untuk kata terima kasih dan pujian Badai tidak keberatan memberikannya pada seseorang yang pantas mendapatkannya. Dan kejadiannya jarang sekali.

AsmarandanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang