Semester dua nyaris berakhir. Dengan begitu hanya tinggal menghitung bulan saja sampai pergantian kepengurusan Swargaloka dilakukan lagi. Pemilihan ketua OSIS dan penunjukan langsung ketua asrama. Bersamaan dengan dimulainya semester baru. Kelas baru. Hari itu mentari bersinar teramat terang. Langit terlihat begitu biru nan cerah. Angin berembus dengan lembut. Hari yang cerah dan tentram. Setidaknya begitulah yang terlihat. Baik di asrama putra maupun asrama putri keadaan begitu tentram. Meski Karang sudah tidak menjabat sebagai Ketua Ketertiban lagi, namun nyatanya ketertiban asrama putri tidak mengendur sedikit pun. Tidak mengalami kemunduran. Justru dengan tidak adanya Karang, rantai ketertiban di asrama putri semakin terasa kencang. Tidak segan-segan memberi hukuman berupa kartu pelanggaran saat dirasa perlu. Karya sungguhan akan ucapannya. Dia bersungguh-sungguh membuat siswi asrama berpikir lebih banyak untuk melakukan sesuatu yang bodoh. Penerimaan kartu pelanggaran mengalami peningkatan semenjak ketidakhadiran Karang. Pengurus asrama putri seolah memaksimalkan kinerja mereka di saat terakhir masa jabatan. Ya. Sebentar lagi ujian kenaikan kelas dimulai dan bersamaan dengan naiknya mereka ke kelas terakhir, berakhir pula masa jabatan mereka.Halaman dekat tempat tinggal para guru terlihat lengang. Dua sosok remaja duduk di sana. Karang duduk dengan tenang. Wajahnya masih tidak menunjukkan ekspresi berlebih. Tetap tenang dengan tatapan mata tanpa minat. Tak jauh dengan sosok di sampingnya. Sosok senior dari kelas dua belas. Ketua Asrama Putri sebelum Putih. Amaryllis. Murid kelas tiga di Perguruan Swargaloka memang sudah menyelesaikan ujian mereka, namun Perguruan Swargaloka tidak sama seperti sekolah pada umumnya yang mana siswa kelas tiga memiliki waktu bebas sebelum kelulusan mereka, di Swargaloka, para murid kelas dua belas sebelum kelulusan menerima pelajaran sebelum mereka benar-benar meninggalkan Swargaloka. Sama seperti ujian sekolah dan ujian nasional, Swargaloka juga memiliki ujiannya tersendiri. Sebuah ujian yang menentukan para murid kelas terakhir itu mendapatkan ijazah kelulusan dari Perguruan Swargaloka atau tidak. Meski mereka lulus ujian nasional, namun tidak menentukan jika mereka juga akan lulus dari ujian Perguruan Swargaloka.
"Kamu terlalu banyak bertindak, Rang." kata sang senior dengan nada tertata. Dari interaksi keduanya siapa pun bisa tahu bahwa mereka memiliki hubungan yang cukup akrab. Setidaknya Karang terlihat sedikit jinak pada sosok seniornya itu.
"Aku tidak merasa begitu," Karang menyahuti datar. Tidak ada riak ekspresi di wajahnya.
Amaryllis diam. Sebagai Ketua Asrama terdahulu dan sosok yang merekrut Karang pertama kali sebagai anggota ketertiban, Amaryllis tahu pasti seperti apa adik kelasnya yang satu itu. Bukan tanpa alasan Amaryllis mengangkat seorang siswi kelas sepuluh semester dua menjadi anggota ketertiban asrama. Sebagai ketua asrama dia tahu pasti sosok potensial yang akan sangat berjasa bagi asrama putri.
"Kenapa kamu meninggalkan pengurus asrama, Rang? Itu... bukan seperti kamu yang biasa." semenjak Karang dipecat dari pengurus asrama -begitulah yang Amaryllis dengar karena saat itu kelas dua belas sedang disibukkan oleh berbagai macam ujian- siswi kelas dua belas itu sangat ingin menemui Karang. Meminta penjelasan langsung dari Karang. Namun kesibukan kelas dua belas dan sulitnya menemui Karang membuat ketua asrama putri terdahulu itu tidak bisa menemui Karang dengan bebas. Beruntung kali ini dia bisa menemui Karang. Meski harus meminta izin pada beberapa guru yang bertanggung jawab akan Karang.
"Senior, apa Senior tidak terganggu menemuiku di sini?"
Karang mengalihkan pembicaraan. Amaryllis yakin. Dia tahu pasti Karang tidak bisa berbohong. Dan cara Karang agar terhindar dari kelemahannya itu adalah mengalihkan pembicaraan. Napas ia embuskan perlahan. Mata menatap lurus. Mengingat berbagai hal yang sudah berlalu. Tahun lalu, saat dia menjabat sebagai Ketua Asrama, banyak sekali pelanggar yang berhasil lolos, selain itu karena tidak bisa menemukan siswi yang bisa menghadapi kerasnya hadangan sebagai pengurus asrama yang siap dibenci dan dimusuhi seluruh siswi, Amaryllis hanya memiliki sedikit rekan pengurus. Dia bahkan hanya memiliki tiga anggota ketertiban. Jumlah yang sangat sedikit mengingat mereka harus mengurusi ratusan siswi Swargaloka. Namun, kehadiran Karang seolah menjadi angin segar baginya. Karang tidak peduli sebanyak apa pun siswi yang menunjukkan kebencian atau ketidaksukaan mereka padanya. Karang terlalu tidak ambil pusing. Dia tetap berdiri kokoh sebanyak apa pun caci yang dia terima. Bahkan nyaris semua kelas dua belas saat itu terang-terangan menunjukkan sikap meremehkan mereka pada Karang, gadis itu tetap tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmarandana
Teen Fiction---Seri Pupuh--- Dua remaja itu seperti gunung es abadi. Kokoh dan utuh seolah tidak membiarkan siapa pun buat menyentuh mereka. Mereka tahu itu. Tidak ada benci, karena mereka berdua sama-sama terlalu lelah bahkan buat membenci orang lain. Dan tan...