Nyaris satu minggu setelah peristiwa pencabutan Ketua Asrama Putri dari Karang dan digantikan oleh Karya. Asrama sunyi. Beberapa murid yang keberatan atas pemecatan Karang, diam-diam mencari cara agar dapat mengembalikan nama baik Karang seperti semula. Meski tentu saja banyak yang tidak berani melakukan hal itu dengan blak-blakan. Banyak pihak yang membenci Karang. Itu sudah pasti. Terutama senior kelas dua belas yang pernah dipermalukan Karang atas pelanggaran mereka. Belum lagi siswa laki-laki yang juga menaruh dendam pada gadis mungil tersebut. Beruntungnya semenjak pembullyan diam-diam akhirnya diusut oleh pihak pengurus asrama dan OSIS bahkan sampai ke tangan wali asrama dan guru konseling juga kesiswaan tidak ada yang punya nyali cukup besar untuk melakukan pembullyan pada Karang. Ah. Satu lagi. Fakta jika Samudra dan Sangkala tidak akan diam saja jika sampai tahu ada yang berniat menindas Karang. Dengan semua alasan tersebut tentu tidak ada yang berani berbuat nekat. Meski cibiran tidak dapat dihindari. Tak apa, toh Karang selalu tidak peduli pada apa pun yang dibicarakan murid Swargaloka tentangnya. Satu minggu pula berlalu dengan alter ego Karang yang mengambil alih. Karang tetidur begitu saja. Sekuat apa pun alter egonya memanggil dia tetap tidak menyahuti. Kali ini, mungkin saat melihat bagaimana terluka Sangkala dan Samudra membuat Karang merasa bersalah hingga tanpa sadar Karang kembali mengunci kesadarannya. Membuat alter egonya mengambil alih. Kejadian malam itu membuat Karang diturunkan dari jabatan Ketua Ketertiban dan membuat Karang berhenti menempati kamar di asrama putri. Menjadi satu-satunya siswi yang tidur di satu kamar seorang diri. Kamar yang tak jauh dari tempat tinggal wali asrama putri, Bu Lentera. Hal itu seolah menunjukkan betapa hukuman yang didapatkannya bukan hukuman main-main hingga dia harus ditempatkan didekat wali asrama. Karang menjadi siswi pertama setelah empat tahun terakhir yang menjadi siswi pengawasan guru. Ah sebenarnya bukan itu alasan sesungguhnya. Ada yang tidak dibocorkan pihak guru atas kasus yang menimpa Karang. Tentu saja para guru tidak sebodoh itu hingga kasus besar kemarin selesai begitu saja. Mereka sudah tahu kebenaran dari kasus tersebut. Bahkan mereka sudah tahu dalang dibalik terseretnya nama Karang dalam kasus besar itu. Tapi sayangnya Karang lagi-lagi berbuat naif. Kembali menjadikan dirinya sebagai jaminan si tersangka. Dia belum menyerah meski sudah bukan siapa-siapa lagi.
Hubungan Karang dengan pengurus asrama putri lainnya tentu saja merenggang. Karang berhasil memporak-porandakan perasaan mereka. Karang menanggung semuanya sendirian. Tidak memberi kesempatan pada mereka untuk ikut memikul tanggung jawab pengurus asrama. Beruntungnya, sampai hari ketujuh Bumi masih belum kembali dari lomba pementasan theaternya. Jika Bumi sudah sampai entah berita buruk apa lagi yang akan diterima pengurus asrama putri nantinya. Karena... Bumi terlalu menempeli Karang. Keberadaan Bumi di kepengurusan asrama adalah karena Karang. Entah apa sebenarnya yang Karang lakukan pada Bumi hingga mau saja menjadi bagian ketertiban asrama putri. Dan kenyataan bahwa Karang dipecat dari kepengurusan asrama pasti akan berdampak buruk pada Bumi.
Kamar Karang yang berada tak jauh dari kamar Bu Lentera pun tidak bisa didatangi sembarang siswa. Karang sungguhan diperlakukan seperti tahanan para guru. Seolah diasingkan dari siswa lain. Jika dia sudah sampai di kamarnya, maka Karang tidak punya kebebasan dalam menemui siswa lain kecuali dua sosok yang sudah mendapat izin khusus menemui Karang kapan pun. Ya. Siapa lagi jika bukan Samudra dan Sangkala? Seminggu ini pula Karang sengaja tidak pernah keluar dari kamarnya. Hanya keluar saat-saat tertentu. Saat jadwal shalat, sekolah dan waktunya makan. Selebihnya dia sungguhan berada di kamar atau sesekali dia mengunjungi ruang kerja dokter Antari. Membunuh kebosanan dengan membantu sang dokter sekolah atau justru mengganggunya. Atau apa pun. Kecuali berurusan dengan murid Swargaloka. Bagi alter ego Karang, murid Swargaloka tak ubahnya ngengat yang mengganggu. Terlalu bising. Terlebih siswi asrama yang ia tahu merupakan para pelanggar aturan. Menyebalkan. Mereka melihatnya dengan tatapan meremehkan dan mencemooh. Mereka tidak tahu saja jika Karang sungguhan keluar dari Swargaloka, dan mereka melakukan pelanggaran lagi sanksi yang akan didapat bukan lagi sanksi ringan. Bisa saja mereka langsung dikeluarkan dari asrama atau mungkin... mendapat pemecatan dari Swargaloka bukan hanya sekedar dikeluarkan saja? Karang tidak sabar melihat hal itu terjadi. Ingin sekali melihat bagaimana wajah-wajah munafik itu terjun dalam keputusasaan. Sebenarnya beberapa kali Karang dibuat jengkel oleh junior yang memaksa ingin bicara dengannya. Padahal dia tidak mengenal mereka. Ah. Setidaknya alter ego Karang memang tidak tahu siapa nama junior yang menemuinya. Bukan. Bukan junior dari pihak yang membencinya, melainkan beberapa junior yang pernah diselamatkan dan ditolong Karang.
![](https://img.wattpad.com/cover/131878610-288-k58580.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmarandana
Novela Juvenil---Seri Pupuh--- Dua remaja itu seperti gunung es abadi. Kokoh dan utuh seolah tidak membiarkan siapa pun buat menyentuh mereka. Mereka tahu itu. Tidak ada benci, karena mereka berdua sama-sama terlalu lelah bahkan buat membenci orang lain. Dan tan...