Hujan benar-benar menunggu Karang di depan kelasnya tak lama setelah bel pulang berbunyi. Tidak bisa ditunda lagi. Hujan sungguhan harus meminta maaf dengan benar pada Karang karena perbuatan teman gilanya. Yang benar saja! Hujan tidak pernah menyangka jika Badai tega menyeret rambut Karang untuk menjauhkan Karang dari ayahnya? Memang sih mungkin itu seperti sesuatu yang sepele, tapi jika hal seperti itu dilakukan oleh laki-laki apanya yang jadi masalah sepele? Memalukan namanya. Hujan tahu jika Badai memang benar dia sudah meminta maaf, tapi Hujan juga lebih dari sekedar tahu seperti apa cara Badai meminta maaf pada orang lain selain pada dirinya dan segelintir orang saja. Pada Bara saja yang sepupunya Badai tidak sudi meminta maaf apalagi ini hanya pada kenalannya di sekolah? Badai mungkin mengatakan kata maaf tanpa menyesal. Beruntung tadi Hujan sempat menjitak kening Badai dengan teramat keras -mengingat mereka ada di perpustakaan dan membuat onar bukan sesuatu yang baik di ruang perpustakaan- juga... Hujan yakin Bara memberikan sebuah pelajaran pada Badai lewat sesuatu yang lain. Tentu bukan lewat kekerasan. Kekerasan bukan gaya Bara. Lihat saja... kemungkinan besar seminggu ke depan Badai akan uring-uringan karena mendapatkan banyak hal merepotkan terjadi padanya. Dan saat semua itu terjadi, Hujan pastikan, dia tidak akan luluh dan mengikuti permintaan Badai untuk membuatkannya sesuatu. Tak apa. Sekali-kali Badai memang harus diberikan pelajaran yang setimpal.
Seperti yang sudah Hujan duga. Karang sungguh keluar paling akhir dari kelas. Tidak perlu bertanya alasannya. Hujan bisa menebak dengan mudah. Tapi... kenapa kelas Karang terlihat tenang sekali? Tidak seperti yang ada di benaknya. Akan sedikit berisik apalagi mengenai rumor aneh sejak pagi tadi. Jika Karang sungguhan tidak peduli pada rumornya, Hujan sungguhan akan bersyukur akan ketidakpedulian macam itu, mengingat sejak tadi Karya ingin cepat keluar dan segera menemui Karang. Meminta sedikit penjelasan perihal beredarnya rumor aneh seperti itu. Oh. Tentu saja. Karya itu tipe pengamat. Sama seperti Hujan. Maka Karya akan tahu pasti jika tersebarnya rumor ini memiliki sebuah pemicu. Iya. Pemicu yang membuat tiga saksi mata berani berasumsi jika Badai berpacaran dengan Karang. Seperti yang Hujan harapkan dari Karya. Karena, berkat sedikit mengorek informasi dari Bumi yang entah dia dapat dari mana, Hujan akhirnya tahu sebab musabab rumor ini bisa beredar di sekolah. Iya. Itu juga kesalahan Badai. Badai yang datang dengan ucapan yang menyebabkan orang akan salah kaprah mendengarnya. Selain itu... ah. Hujan mendesah pelan. Bertumpuk sudah deretan alasan kuat baginya untuk meminta maaf dengan benar pada Karang. Oh ingatkan Hujan untuk mendatangi Samudra juga. Mengingat mereka sudah saling bertukar informasi mengenai rahasia besar yang terjadi pada dua bocah merepotkan itu. Miris memang.
Apa Hujan juga harus sedikit membahas masalah ini dengan Karang?
Mungkinkah Karang terusik karena ada orang lain yang tahu masa lalunya? Ya. Hujan harus mempertimbangkan untuk sedikit menjelaskan alasan Badai bertindak ekspresif seperti kemarin pada Karang hanya karena alasan sepele. Dan artinya... Hujan mau tidak mau juga harus sedikit membongkar masa lalu Badai pada Karang. Tak apa. Karang orang yang dapat dipercaya. Gadis itu tidak akan pernah berkhianat apalagi membocorkan masa lalu seseorang. Ah, atau lebih beruntungnya lagi Karang akan bersikap seperti biasanya? Tidak mengambil pusing masa lalu orang lain. Iya. Karena Karang tidak suka sesuatu yang merepotkan. Mirip seperti Sangkala. Beruntung Hujan bisa satu kelas dengan Samudra jadi dia bisa langsung memberitahu sang kakak untuk meninggalkan Karang di mana biasanya Karang akan pulang dengan Samudra dan Sangkala jika Karang tidak meminta mereka untuk pulang lebih dulu atau saat Samudra maupun Sangkala tidak punya urusan mendadak.
Karang terlihat tidak kaget saat mendapati Hujan yang berdiri tak jauh dari kelasnya. Wajah Karang seperti biasa terlihat tanpa ekspresi tanpa binar di kedua bola matanya. Tapi tidak ada raut mengantuk yang biasanya Hujan lihat saat Karang kembali ke asrama sepulang sekolah. Apa terjadi sesuatu? Ah. Jangan lupakan fakta jika Hujan merupakan salah satu sosok peka di pengurus asrama. Mengingat memang pengurus asrama merupakan sosok-sosok yang peka. Iya. Kecuali Karang dan Aksatriya. Mereka berdua itu... ketidakpekaannya sungguh sangat mengkhawatirkan. Begitu ucapan Bumi, atau mungkin... Hujan menelan ludah perlahan saat memikirkan sebuah kemungkinan. Apa Karang sudah tahu mengenai rumor yang tengah beredar di kalangan murid Swargaloka? Apa Karang... terganggu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmarandana
Teen Fiction---Seri Pupuh--- Dua remaja itu seperti gunung es abadi. Kokoh dan utuh seolah tidak membiarkan siapa pun buat menyentuh mereka. Mereka tahu itu. Tidak ada benci, karena mereka berdua sama-sama terlalu lelah bahkan buat membenci orang lain. Dan tan...