"Kei!" panggil seseorang.
Aku menoleh padanya dengan kesal, merasa terganggu. Selain Helen, Elena dan Zelma, tidak ada yang berani menggangguku. Entah karena mereka takut, atau merasa canggung karena aku jarang sekali bicara.
Tetapi dengan kondisi begitu membuatku merasa nyaman. Lalu kali ini, kenyamananku terganggu.
Kedua mataku menemukan wajah yang aku kenali. Lelaki pemilik wajah tegas dengan lesung pipi yang akan muncul di pipinya jika dia tersenyum.
"Ally?" Aku mengerutkan kening. Heran dengan keberadaan dirinya di kelasku.
"Hai, Kei. Kamu ... ngelamun?" tanyanya.
"Enggak, siapa yang ngelamun?" sanggahku.
Dia menarik kursi dibelakangnya menjadi di sebelahku. Ia kemudian duduk sambil bersandar pada kursi.
"Aku memanggilmu dari tadi tapi kamu tidak menjawab," katanya.
Aku mengalihkan pandanganku darinya. Tidak peduli sama sekali.
Untuk apa aku memikirkan tentangnya. Kepalaku saja sudah sangat pusing karena mimpi semalam.
Aku memijat pelipisku. Mencoba kembali mengosongkan pikiranku. Menghilangkan kenangan-kenangan yang mengusikku.
"Kamu kenapa?" Suara Ally menghentikanku. Aku kembali menoleh padanya dengan sebal.
"Kamu masih di sini? Sebenernya apa yang mau kamu bicarain?"
Ally terlihat menatapku dengan cemas. "Kamu pucat."
Aku memutar bola mataku malas. "Tujuanmu ke sini tuh apa?"
"Ketemu kamu," jawabnya dengan jelas.
"Ya, terus mau ada urusan apa? Aku lagi males ngomong ih," ucapku dengan ketus.
Dia menegakkan tubuhnya. Melipat kedua tangannya di atas mejaku. "Kamu sakit?"
Aku menggeleng, malas menjawab dengan suara. Aku pun tidak ingin memperpanjang percakapanku dengannya.
"Bohong," cetusnya.
Aku berdecak. "Apa sih faedahnya kamu nanya ini?"
Lelaki itu berdiri lalu menarik tanganku. "Ikut aku."
"Enggak mau," jawabku dengan tegas.
"Ini bukan permintaan, ini perintah."
"Aku enggak peduli!" seruku padanya.
Kekesalanku sudah memuncak. Aku tidak bisa menahan lagi. Aku merasa sangat terusik.
"Ayo!" Lelaki itu menarik tanganku keluar dari kelas.
Aku hendak menolak. Tetapi tenaga lelaki itu lebih kuat. Sekarang aku hanya bisa pasrah, mengikuti langkahnya. Entah hendak kemana dia membawaku.
"Kamu tuh jam istirahat bukannya ke kantin malah diem aja di kelas. Buat apa?"
Aku hanya mendengarkan ketika Ally mulai mengoceh panjang lebar. Mendengarnya berbicara begitu membuat kepalaku berdenyut kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
LONELY
Novela JuvenilKetika seluruh dunia tidak peduli pada lukaku dan ketika dunia berpihak pada sang durjana, aku terdiam. "Kenapa?" tanyanya. Karena itu hanya khayalanku. Aku yang merasa terlalu baik. Saat semua hal adalah kejahatan dimataku. Saat aku menjadi memb...