Aku melangkahkan kakiku memasuki koridor sekolah. Melewati satu-persatu kelas dengan ditemani musik yang mengalun merdu melalui earphone di telingaku.
Terlihat beberapa siswa berlalu lalang. Bahkan ada yang terlihat duduk di depan kelas mereka. Aku berjalan tanpa mengacuhkan mereka.
Hampir saja aku sampai ke kelasku. Namun ketika hendak masuk ke kelas, tiba-tiba seseorang menarik tasku hingga aku berjalan mundur ke belakang.
Hal ini terjadi begitu cepat bahkan tanpa sempat aku melakukan perlawanan.
Posisiku kini terpojok tanpa bisa kemana-mana setelah lelaki dengan postur tubuh cukup tinggi di hadapanku ini mendorong tubuhku hingga punggungku menabrak dinding di belakangku.
Aku tertegun saat mataku bertemu dengan mata hitam pekat lelaki di hadapanku. Masih merasa terkejut dengan tindakannya.
"Hai, Kei," sapanya.
Aku segera mendorong tubuhnya agar menjauh dariku sambil mengerutkan kening karena kesal.
"Apa sih, Ly?!" Aku berseru dengan ketus.
"Eh? Maaf, Kei. Aku ngagetin kamu yah?" tanyanya.
Aku tidak memberikan jawaban. Ya, tentu saja. Tanpa ditanya pun dia sudah tau jawabannya. Pertanyaanya itu hanya membuat aku semakin kesal saja.
Aku melepas earphone di telingaku. Kemudian menaruhnya di dalam tasku.
Ally kemudian tersenyum penuh arti.
Aku kembali mengernyitkan dahi. Apa maksud dari senyumnya itu? Mencurigakan sekali.
"Kei," panggilnya.
Aku hanya menatapnya dengan curiga. Sikapnya aneh sekali. Ya, seperti biasa. Mengganggu sekali.
"Ikut yuk!" ajaknya.
Baru saja aku ingin menolaknya, tetapi lelaki itulah sudah lebih dulu menarik tanganku.
Kenapa Ally akhir-akhir ini menjadi seperti ini? Dulu dia tidak pernah memaksaku seperti ini.
Aku mengikuti langkah Ally dengan bersusah payah. Langkah lelaki itu cepat sekali. Aku sampai hampir terjatuh beberapa kali.
"Mau kemana sih? Ih!" Aku berseru dengan kesal.
Ally tidak menjawab. Ia terus melangkah dengan terburu-buru.
Hingga kemudian kami tiba di ruangan dengan bertuliskan 'Alciza's' di depan pintunya.
"Ngapain kita ke sini?" tanyaku padanya ketika dia sudah menghentikan langkahnya di depan ruangan Alciza's.
"Ayo masuk," ajaknya.
"Enggak mau!" Aku menolak. Aku segera berbalik, hendak pergi.
Ally mengeratkan genggaman tangannya. Ah, aku melupakan ini. Ternyata lelaki itu masih memegang tanganku. Lelaki itu lalu tersenyum senang.
Aku hanya bisa pasrah saat Ally membawaku masuk ke ruangan Alciza's. Sudah lama sekali aku tidak memasuki ruangan ini. Kalau bukan karena Ally, aku tidak akan menginjakkan kakiku di dalam ruangan ini.
"Eh? Udah dateng. Hai, Kei!" Akins menyapaku lebih dulu.
"Hai, Kei," sapa Izyan kemudian.
"Hai, Keisya. Udah lama enggak ketemu." Chan ikut menyapa.
Aku hanya menanggapi sapaan mereka dengan tersenyum tipis. Tipis sekali. Tidak peduli jika orang lain tidak melihatnya.
Sudah masih untung aku masih membalasnya dengan senyuman. Sekalipun tidak begitu terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
LONELY
Teen FictionKetika seluruh dunia tidak peduli pada lukaku dan ketika dunia berpihak pada sang durjana, aku terdiam. "Kenapa?" tanyanya. Karena itu hanya khayalanku. Aku yang merasa terlalu baik. Saat semua hal adalah kejahatan dimataku. Saat aku menjadi memb...