Jawabanku ada pada posisiku saat ini.
Aku tidak bisa menolak Ally. Sama sekali.
Kamu mau tau kenapa? Karena dia selalu membantuku.
Kali ini sepertinya dia sangat membutuhkan aku. Berbaik hati sedikit tidak apa-apa, kan? Itu tidak akan menurunkan harga diriku.
Sejak beberapa menit yang lalu aku digandeng Ally-ah, tidak. Kedengarannya seperti dramatis sekali. Tapi lelaki manis itu memang memegang tanganku dan menyeretku ke ruang latihan Alciza's.
Kalau seperti ini jadi terdengar kejam, yah? Diseret. Terserah apapun itu.
Mereka-Alciza's-memang memiliki ruang latihan sendiri di sekolah. Tentu begitu banyak alasan sekolah menyediakannya.
Orang tua mereka sangat berpengaruh di sekolah terlebih mereka siswa-siswa berprestasi. Sungguh tak ada alasan untuk menolak permintaan mereka yang satu itu.
Aku sejak tadi hanya diam membisu merasakan kehangatan di antara pembicaraan kelima sahabat itu.
Seru sekali sepertinya persahabatan mereka. Lain sekali dengan pertemanan antara aku, Elena, Zelma dan Helena.
Sekalipun aku berada di tengah-tengah para lelaki tampan-sebut saja begitu-namun tetap saja rasanya gitar di tanganku lebih menarik dibandingkan mereka.
Ah, pasti kamu hanya pura-pura tak peduli.
Itukah yang kalian ingin ucapkan?
Aku benar-benar tak tertarik menatap mereka. Sekalipun di sana ada si teman kecilku, Ally.
"Kei, gimana? Bisa?"
Aku mendongakkan kepalaku. Itu bukan suara Ally. Ally tengah sibuk memegang gitarnya. Memastikan tidak akan ada kesalahan di atas panggung nanti.
Pemilik suara berat namun merdu itu adalah Chan. Lelaki yang juga memiliki lesung pipi seperti Ally. Dia yang tempo hari mengajakku bermain basket.
Lelaki yang bertubuh tinggi itu menunduk menatapku sambil tersenyum manis. Ya, aku akui masing-masing mereka memiliki kharisma tersendiri.
Aku mempertimbangkan pertanyaan Chan. Lagi-lagi, bingung menjawab.
"Cuma hari ini doang. Mau, kan?" Chan kembali bertanya.
"Kei mau kok. Iya, kan?" Kini Ally telah berdiri di samping Chan.
Aku mengangguk pelan. Ya, tentu saja masih dengan wajah tanpa ekspresi milikku.
Namun jawabanku tetap saja membuat mereka tersenyum. Ally duduk di sebelahku. Ia mulai memberitahukan posisiku.
Ini mudah. Aku berbisik dalam hatiku lalu tersenyum.
***
Apa ini harus aku banggakan? Aku berjalan bersama member Alciza's tepat di tengah-tengah mereka. Sungguh ini adalah hal yang diidam-idamkan para gadis di sekolah ini.
Atau mereka sebenarnya berniat menyembunyikan tubuh kecilku? Aahh, aku tau aku memang pendek.
Tapi menurutku, berada di antara mereka adalah hal yang paling menyebalkan saat ini.
Mau tau kenapa?
Ya, tentu saja karena teriakan yang kini mulai terdengar begitu ramai.
Kami melangkah menuju panggung yang telah disediakan. Panggung sederhana namun menjadi begitu wah karena kehadiran Alciza's.
Tentu saja bukan karena aku.
Apa sih aku? Itu sudah sangat jelas.
Ingin menertawakan diriku rasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LONELY
Ficção AdolescenteKetika seluruh dunia tidak peduli pada lukaku dan ketika dunia berpihak pada sang durjana, aku terdiam. "Kenapa?" tanyanya. Karena itu hanya khayalanku. Aku yang merasa terlalu baik. Saat semua hal adalah kejahatan dimataku. Saat aku menjadi memb...