33 | Anger

161 11 0
                                    

"Kei!"

Panggilan Ally mengiringi langkahku memasuki rumah. Tanpa mengacuhkan panggilan Ally, aku duduk di sofa sambil memejamkan mataku.

Aku benar-benar tidak ingin berdebat dengannya hari ini. Kondisi tubuhku yang tidak cukup baik membuat emosiku tidak stabil. Aku tidak ingin memberikan jawaban apapun sekarang. 

Namun lelaki itu terlihat marah sekali. Bahkan jika diingat-ingat, semenjak dia menyatakan mencintaiku, belum pernah dia semarah ini.

Apa kesalahanku terlalu fatal?

Tetapi aku tidak merasa melakukan kesalahan besar. Sekalipun aku sedang tidak ingin menjelaskan sesuatu, lelaki itu biasanya menunggu aku sampai aku siap dan mau menjelaskan.

Lalu ada apa dengannya hari ini?

"Jawab pertanyaanku!" seru Ally.

Aku membuka kedua mataku. Dia memaksaku menjawabnya.

"Apa yang mau kamu dengar?" Aku berkata dengan datar.

"Aku masih tidak mengerti. Kenapa kamu tidak mengizinkan Cia tinggal bersama Neneknya?" tanya Ally.

Kedua sudut bibirku tertarik mendengar pertanyaan Ally. Pertanyaan itu terdengar hanya seperti basa-basi.

"Kenapa kamu meninggalkan Cia setahun yang lalu?" tuduh Ally.

Aku pikir, dia tahu jawabannya. Tetapi ternyata pemikiran ku salah. Aku kira, lelaki itu banyak mengerti aku. Tetapi ternyata tidak satupun dia mengerti. Hal ini membuatku sakit.

"Aku begitu jahat 'kan, Ly?"

Ally terdiam. Suasana lenggang sejenak.

"Ada lagi yang mau kamu tanyakan?" Suaraku memecah keheningan.

"Kemarin kamu dari mana?" Ally menatapku tajam lalu berkata lagi, "aku melihatmu bersama Saki."

Sebenarnya aku tidak berniat menjelaskan secara langsung jawabannya. Aku lebih memilih dia mengerti jawabannya dari pertanyaan-pertanyaannya sendiri.

Aku tertawa pelan.

"Jawab aku!"

Wajah Ally yang terlihat begitu kesal karena tidak mendapat jawaban dariku membuat aku menghentikan tawa. Aku lalu menatapnya lekat.

"Kenapa memangnya?"

Sudut bibirku terangkat. Aku menyandarkan punggungku kemudian memejamkan mataku. Aku sudah tidak sanggup lagi. Kepalaku sangat pusing. Semua yang aku lihat menjadi buram.

"Kenapa katamu?! Aku pikir kamu kembali ke sini untuk memperbaiki semuanya! Lalu sekarang kamu berubah pikiran?"

Bibirku kembali membentuk garis datar. Lelaki ini sudah salah paham.

"Ha ... chu!" Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku begitu bersin. Sepertinya kondisiku semakin buruk.

"Keisya, aku mohon serius." Aku mendengar suara Ally yang mulai putus asa.

"Jadi ini yang kamu bilang hendak kamu bicarakan?" Aku justru ikut mengajukan pertanyaan.

Tidak ada jawaban dari Ally.

"Apa hak kamu melarangku, Ally? Aku pikir kita masih sahabat." Aku membuka kedua mataku lalu menatapnya.

Aku tau, ucapanku akan sangat menyinggung perasaannya. Tetapi sikapnya saat ini bagiku sangat menjengkelkan.

Ally tertawa. Terdengar seperti dipaksakan. Ia memalingkan wajahnya dariku. "Benar sekali. Kita sahabat."

Maafkan aku. Ini pasti menyakitinya.

LONELYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang