8 • Sweet Seventeen | Flat And Cold

508 31 0
                                    

Ahad, 31 Januari 2016

~•~

Kenapa aku begitu takut padanya?

Aku mengira dia jahat?

Padahal aku tidak pernah perduli tentang orang lain.

Namun tatapan dia ...

Bagiku sangat menyeramkan.

Dia tersenyum miring padaku. Senyuman itu. Menakutkan.

Lagu milik Kak Daehyun tak lagi terdengar di telingaku. Jantungku terus berpacu cepat.

"Alice."

Siapa katanya? Alice? Siapa Alice?

Bolehkah aku menghela nafas lega karena dia tidak menyebutkan namaku?

Aku kembali bisa mendengar lantunan lembut suara Kak Daehyun. Aku bernafas lega.

Aku hendak kembali melangkah dengan santai, melaluinya begitu saja.

Ya, aku kira ini akan lebih mudah.

Namun langkahku kembali terhenti. Tanganku yang dingin bisa merasakan kehangatan.

Aku menoleh ke sampingku. Lelaki itu di sana. Menatapku. Tatapan tajam itu kini berganti dengan tatapan yang sulit aku pahami.

Ia menggenggam tanganku. Tangannya hangat. Namun tanganku justru semakin mendingin.

"Alice."

Lelaki itu kembali memanggil nama itu. Siapa sebenarnya yang dia maksud? Kenapa justru dia memegang tanganku?

Aku menoleh ke sekitar kami.

Apa? Kami? Sejak kapan aku dan dia menjadi kami?

Sejak kapan juga aku menjadi dramatis begini?

Sekeliling aku dan dia kini sepi. Begitu sepi malah. Jam berapa ini? Sayangnya aku tidak mengenakan jam.

Aku semakin merasa takut. Jangan-jangan dia berniat jahat.

Jadi siapa yang dia panggil?

Apa dia memanggil seseorang yang tidak bisa aku lihat? Semacam hantu begitu?

Bulu kudukku berdiri. Aku merasa suasana sekitar semakin mendingin.

Kalian yang membaca ini, bisa menolongku? Tolong aku.

"Maaf, anda siapa? Kenapa memegang tangan saya?"

Dengan susah payah aku bertanya.

Dia tak menjawab.

Aku hendak menarik tanganku. Namun ia menggenggam tanganku erat. Apalah dayaku? Tenaga dia lebih kuat dariku. Tanganku yang kecil itu tidak ada apa-apanya dibandingkan tangan kekar lelaki itu.

Kini aku merasakan tanganku menjadi nyeri. Semakin nyeri ketika perlahan darah menetes ke jalan yang kami pijak.

Aku menatap tanganku lalu meringis.

Tatapanku beralih padanya. Dia yang tubuhnya lebih tinggi kini menatapku lekat. Ia menatap telak pada bola mataku. Kami saling bertatapan.

Aku terjebak. Aku tak bisa mengalihkan pandanganku. Aku seperti terkunci oleh tatapannya. Bahkan berkedip pun sulit.

LONELYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang