13. Pesan peringatan

7K 430 16
                                    

"Lo pake lipstik ya?"

Alya mendorong tubuh Ian dengan kedua tangannya. Ia bersyukur dapat bernafas lega kembali sekarang.

"Iya! Kenapa emangnya gak suka!?" ucap Alya ketus sambil mengerucutkan bibirnya.

Ian tersenyum geli melihat tingkah lucu gadis itu.

"Suka kok" ucap Ian cepat

"Lo jadi makin cantik" lanjutnya lagi

Alya tersenyum malu mendengar penuturan lelaki itu.

"Raisa juga kalah cantiknya sama lo"

Alya tertawa. Ia mencubit lengan Ian pelan.

Hujan sudah mulai reda, Ian mengajak Alya untuk segera pulang. Ian mengantarkan Alya sampai rumah. Di perjalanan, Ian selalu menggenggam tangan gadis itu agar mau memeluknya. Alya tak menolak. Alya juga tak tau mengapa tak menolak tindakan lelaki itu. Yang ia rasakan hanya bahagia yang ada dalam hatinya.

----------

Sesampainya dirumah, Alya bergegas mandi dan mengganti pakaiannya. Hari sudah kian larut. Gadis itu memilih merebahkan tubuhnya diatas kasur. Senyumnya tak henti sirna dari wajahnya. Alya mengingat kejadian hari ini bersama Ian.

Alya mengambil ponselnya yang berdering menandakan pesan masuk di atas meja belajarnya. Alya melihat dilayar ponselnya tak ada nama disana. Ia segera membuka pesan tersebut.

Alya mengerutkan keningnya. Bingung atas pesan apa yang ia dapat. Alya benar-benar tak mengerti.

-Jauhi Ian!!!!-

----------

Jam pelajaran sudah dimulai sejak satu jam yang lalu. Namun Ian memilih meninggalkan kelas dengan alasan ingin ke toilet sebentar. Ian sudah menelfon gadis itu, namun tak diangkat. Ian begitu cemas. Tak biasanya gadis itu tak mengangkat telfon darinya.

"Lo kemana si!?" ucap Ian kesal pada dirinya sendiri. Ian menyusuri lorong-lorong kelas yang sepi karena para siswa sedang sibuk belajar. Ian melangkahkan kakinya menuju suatu tempat. Gudang belakang sekolah!

Gudang ini nampak sepi. Cerita mistis tentang tempat ini sudah banyak dibicaran oleh siswa siswi disini. Namun tidak bagi seseorang.

"Kenapa lo nggak angkat telfon gue!" ucap Ian penuh emosi setelah dia membuka pintu gudang tersebut.

Benar saja! Gadis yang Ian cari ada disini. Duduk sendiri di atas kursi yang ada disana, wajahnya yang ditaruh diatas meja. Bajunya yang tak dimasukan. Rambutnya yang dikuncir kuda dan berantakan. Siapa lagi kalau bukan Vera. Sahabatnya.

"Lo gak tau kalo gue cemas!?" tanya Ian dengan suaranya yang ditinggikan.

Ian memilih duduk di depan Vera terpisah antara meja didepan mereka. Ian melihat Vera yang masih menyembunyikan wajahnya di lengannya yang ada di atas meja.

"Gue nyariin lo dari kemarin malem! Gue ke kelas lo tapi lo gak ada! Gue sms gak di bales! Gue telfon gak diangkat!" ujar Ian lagi.

Vera masih tak membuka suaranya.

"Lo dengerin gue gak sih!?" Ian memukul meja yang ada di depannya. Ian semakin emosi melihat Vera yang hanya diam saja. Ian benar-benar cemas dengan sahabatnya ini.

"Lo bisa diem gak sih Yan!"

Ian melihat Vera mulai mengangkat kepalanya. Wajahnya tertutup sedikit rambut gadis itu yang berantakan. Matanya sembab. Bibirnya sedikit pucat. Dan ada memar merah di bagian pipi kanannya. Vera kembali tertunduk menutupi wajahnya dengan lengan kanannya diatas meja.

Sayang Buat IAN [Completed]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang