44. Pamit

5.3K 358 20
                                    

Selamat malam!

Sebelumnya aku minta maaf banget karena baru bisa update sekarang. Soalnya kemaren-kemaren badan lagi kurang sehat. Ini juga maksain nulis part ini buat kalian yang udah kangen berat sama mas Ian.

Aku ingetin sebelum baca part ini siapin tisu, kain, atau lap (buat ngelap keringat haha becanda:v)

Oke.. Happy Reading👇

---------

Ian melangkahkan kakinya gontai menuju kamar tidurnya. Tubuhnya ia rebahkan begitu saja di atas kasur. Kepalanya terasa penat. Besok hari terakhir Ujian Nasional.

Ian mencoba memejamkan matanya sejenak, melupakan semua hal yang akhir-akhir ini ia takutkan. Kemudian matanya kembali terbuka, terdiam sejenak lalu menatap laci meja yang berada di samping tempat tidurnya. Ian bangkit lalu beranjak membuka laci tersebut.

Matanya menatap lekat sebuah buku kecil dan surat-surat penting di dalam sana. Akhir-akhir ini, Ian memang selalu di sibukkan dengan urusannya. Mengurus paspor miliknya, atau hal-hal lain mengenai tentang perusahaan Daren yang akan menjadi miliknya seutuhnya.

Ian tau hal ini akan terjadi, bahkan ia harus pergi ke luar negeri untuk mengikuti sekolah bisnis terlebih dahulu selama beberapa tahun agar ia bisa menjadi CEO serta pemilik perusahaan tersebut dengan baik. Itu artinya, Ian harus bisa meninggalkan teman-temannya untuk saat itu, termasuk Alya.

Drrtt..Drrt..Drtt..

Ian meraih ponsel yang ada di atas kasur dan menatapnya sejenak. Ian menghembuskan nafasnya kasar sebelum mengangkat panggilan tersebut.

"Ya?"

Ian terdiam dengan perasaannya yang tak karuan.

"Gue tau Tom" ujar Ian pelan.

"Seenggaknya kasih gue waktu dikit aja"

"Ayolah! Gue gak mau ngabisin masa remaja gue gitu aja!"

"Gue gak mau kayak Daniel, Tommy!"

"Satu minggu" ujar Ian memohon.

"Gue gak bisa ninggalin dia Tommy!"

"Okay.."

Ian mengusap wajahnya kasar. Bagaimana bisa pria tua itu hanya memberinya waktu satu hari setelah ujian.

Siapa lagi kalau bukan pria tua bernama Tommy yang selama ini mengurus perusahaan Daren hingga Ian akan menggantikannya beberapa tahun kedepan.

Ian menarik nafasnya kasar kemudian berfikir keras. Itu artinya, hanya sisa dua hari ia akan menikmati hari bersama dengan Alya. Selebihnya... Entahlah Ian tak tahu kapan lagi.

Hari sudah semakin malam namun kantuk tak juga kunjung datang. Tangannya meraih kembali ponsel yang ada di atas kasur lalu mencoba mengetikkan beberapa huruf di sana.

Ian menarik nafasnya perlahan mencoba menetralisirkan perasaannya yang terasa tak karuan.

"Selamat malam Gheanya mas Ian.. Gue sayang sama lo"


-----------

"Iaaaaaaannnn Ricoooooooo" teriak gadis gila dengan seragamnya yang dikeluarkan dan suaranya yang nyaring sambil berlari menuju dua orang lelaki yang sedang duduk di kantin. Tentu saja, Vera.

"Akhirnyaaaa ujian selesai juga" teriak Vera lagi sambil duduk di samping Ian.

"Emang lo yakin bakal lulus?" Tanya Rico santai sambil membuka kulit kuaci.

Sayang Buat IAN [Completed]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang