24. Restaurant

4.6K 350 23
                                    

Sudah 3 hari semenjak kejadian itu, Alya tak pernah melihat Ian di sekolah. Hatinya sudah benar-benar terasa hancur, tersirat kebencian pada hatinya untuk lelaki itu. Alya bingung dengan perasaannya, rasanya ia sangat membenci pria tersebut. Namun tak bisa dipungkiri, terdapat rasa kerinduan pula di dalam lubuk hatinya.

Alya seakan sudah tak mau bertemu dengan Ian, namun setiap saat ia selalu mengecek ponselnya berharap terdapat pesan yang tertera disana dari lelaki itu, selalu memikirkan sedang apa Ian tanpanya, berharap Ian datang ke rumah untuk meminta maaf padanya, berharap Ian kembali memberikan setangkai mawar atau sebatang cokelat untuknya.

Aku benci rindu ini, yang menyiksa diriku agar selalu memikirkan mu. Aku ingin membenci kamu, membenci semua hal tentang mu..
Semuanya terasa menyakitkan Ian,
Mengingat kembali penghianatan yang kamu berikan untuk ku..

Di sekolah, Alya selalu menghabiskan waktunya di dalam kelas. Alya juga tak bercerita soal Ian pada kedua sahabatnya. Meski Ica dan Tiara selalu bertanya sebab apa Alya jadi seperti ini. Sudah tak ada rasa semangat pada gadis itu. Namun beruntung, kemarin Ica dan Tiara kembali dapat melihat senyum yang merekah dari bibir Alya.

----------

Sepulang dari Rumah Sakit, Ian diantar oleh Daniel ke apartemennya, Ian sempat menolak ajakan Daniel untuk tinggal sementara di rumah hingga Ian sembuh total.

"Lo gak mau pulang? Biar ada Bi Inem yang jagain" ujar Daniel.

"Gue bukan anak kecil lagi" jawab Ian pelan.

"Oke terserah" ucap Daniel tersenyum simpul.

Ian bersyukur hubungannya dengan Daniel sedikit membaik, setidaknya Ian sedikit tak merasa sepi mengingat ia masih mempunyai keluarga di hidupnya.

Saat ini, Ian sedang duduk di balkon apartemen sendiri. Semuanya sunyi! Ian memegangi dadanya yang terasa sesak, rasa penyesalan serta sakit hati menyeruak di dalam sana. Seharusnya ia tak datang menemui Shelin saat itu. Seharusnya Ian tak sampai lepas kontrol seperti itu. Ian menarik nafasnya berat, hatinya terasa sakit, mengingat sikap Alya padanya. Apakah gadis itu benar-benar tak mau mendengarkan penjelasannya? Cihh!

Ian beranjak dari duduknya setelah mendengar bel apartemennya berbunyi, Ian membuka pintu apartemennya dan terpampanglah seorang gadis yang berdiri di sana mengenakan seragam sekolah dengan bajunya yang tak dimasukan.
Gadis itu langsung masuk ke dalam, Ian menutup kembali pintu apartemennya.
Gadis itu membalikan badannya menatap Ian tajam.

"Lo kenapa sih Yan!?" ujar Vera sedikit berteriak sambil menyenggol bahu Ian dengan tangan kanannya.
Ian masih terdiam lesu sambil berjalan menuju Sofa. Vera kemudian mengikuti Ian dan duduk di samping Ian menghadap lelaki tersebut.

"Lo gak seharusnya kaya gini!" ujar Vera lagi dengan penuh emosi melihat Ian yang hanya diam. Gadis itu merasakan sesak di dadanya ketika melihat penampilan Ian saat ini. Ian terlihat benar-benar kacau dengan banyak luka di bagian pelipis dan sudut bibirnya.

"Gue gak kaya gitu Ver" ujar Ian lirih sambil tertunduk lesu.

Hati Vera terasa sangat sakit mendengar suara lelaki tersebut. Tak terasa air matanya menetes begitu saja, namun secepat mungkin Vera menghapusnya.

"Lo bisa kan cerita sama gue Yan!"

"Lo itu munafik Yan!" teriak Vera pada Ian. Vera melihat Ian masih diam.

"Lo munafik sama perasaan lo sendiri! Lo itu rapuh! Lo sok kuat depan semua orang!"

"Yan, gak ada yang ngasih tau apa-apa ke gue! Rico gak ngasih tau apa-apa sama gue! Lo gak ada cerita sama gue! Gue siapanya elo Yan!!" Vera benar-benar menangis di depan pria tersebut sekarang.

Sayang Buat IAN [Completed]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang