HER

16.1K 525 53
                                    

"SIAPA DISANA ?"




















Aku mendekat.

Perlahan.

Pelan.

Lebih pelan.

Jantungku berdegup.

Kubuka gorden tak sabar!

Dan..








Kosong!

Reflek kubalik tubuhku.

Tap.. tap.. tap...

Suara langkah kaki.

Siapa ?

Ah jantungku berdetak cepat.

Aku takut.

Tapi aku juga penasaran.

Bayangan itu datang lagi.

Kali ini semakin jelas.

Bayangan itu... nampak seperti wanita.

Berambung pendek dan... berkaki panjang.

Ah!

"Kau!"

Seorang wanita.

Lebih tepatnya, seorang gadis.

Tapi siapa dia ?

Kulihat wajahnya menyeluruh. Memang tidak dapat kukenali. Namun wajahnya syarat akan kesedihan.

Tatapannya yang seakan marah padaku membuat hatiku menjadi beku. Tubuhku mematung seketika.

Apalagi ketika tangannya bergerak pelan.

Mengayun dari belakang.

Menunjukkan sesuatu yang langsung membuat suasana semakin mencekam.

Itu adalah pisau.

Dia mendekatiku. Aku pun reflek berjalan mundur.

"Ja-jangan mendekat!"

Aku terus berjalan tanpa melihat ke belakang. Dia semakin dekat dan nyaliku semakin ciut.

Kilatan pisau itu....

Tajamnya.. !!!

Sinar rembulan membuatnya berkilau.

Seakan tlah siap untuk memakan korban.

Siapa lagi kalau bukan aku.

Ah! Aku sampai.

SHIT!

Dibelakangku ada kaca balkon.

Tidak.

Kumohon!

Mataku sudah sepenuhnya tertutup. Hal terburuk sudah terngiang dalam otakku. Mungkin aku bisa mati sekarang.

Pertama, karena pisaunya.
Kedua, karena dorongannya.

Namun tidak.

Gadis itu menghentikan langkahnya dan menjatuhkan pisaunya.

Aku dengar itu.

Kubuka perlahan kedua inderaku ini.

Tiba - tiba gadis itu menangis
.

Tubuhnya tersimpuh di hadapanku.

Harusnya aku kabur saat itu. Lari ataupun berteriak.

Tapi hati kecilku berkata lain.

Kaki telanjangku turut merosot. Aku berjongkok di depannya.

Matanya kembali menatapku.

Bukan amarah atau emosi yang bersarang disana. Melainkan kesedihan.

Tangisnya pun semakin menjadi.

Aku ragu, namun kurengkuh tubuhnya.

Hingga beberapa saat kemudian dia mulai bicara.

"Sojin-ssi, tolong aku..."

Dia tau namaku ?

Apa dia mengenalku ?

Tapi aku, tidak ?

"Apa yang bisa kubantu ? Jika aku bisa...."

"Yeji! Sebentar lagi kau akan jadi ibunya kan ?"

"Y-ya. Ada apa dengan Yeji ?"

"Tolong... Tolong beri aku kesempatan."

"Kesempatan apa ? Apa kau temannya ? Kalian sedang bertengkar ?"

Gadis yang mungkin kenalannya Yeji ini kembali menangis.

Tak lama dia bangun. Mengusap air matanya dan bangun. Aku pun ikut berdiri.

"Ayahnya tidak pernah merestui hubungan kami. Jadi... aku mohon padamu. Tolong, tolong restui kami.. !!!"

Tangisnya jelas sekali...

Glek.

Aku tidak mengerti.

Ntah aku sudah mengerti tapi pura - pura tidak mengerti.

Ini ? Maksudnya .... ? Jika aku tidak salah, maka...

"Re-restui apa ? Kalian, kau dan Yeji ? Tolong perjelas... A-aku sungguh tidak mengerti!"

"Ssaem...."

Dari jauh aku melihat Yeji.

Dia berjalan ke arah kami.

Keduanya lalu menangis di hadapanku. Sambil berpelukan.

Satu sosok lagi hadir.

Hyunjin!

"Sudah kubilang jangan muncul lagi di rumah ini, tapi kau malah ada disini sekarang. Yeji, cepat usir dia!"

"Shireo, oppa!"

"YEJI !!!!"

"AKU BILANG AKU TIDAK MAU OPPA!! BIARKAN HARA DISINI !!!!"

Hyunjin berjalan cepat dan ....

PLAKK!

Aku menutup mulutku tak percaya.

Yang kulihat adalah hisaat Hyunjin menampar adiknya, eh, bukan, ternyata yang Hyunjin tampar adalah Hara ?

"Tolong jangan marahi Yeji! Ini adalah salahku."

"Kalau begitu cepat pergi. Aku muak melihatmu. Cuih!"

Mataku semakin terbuka lebar saat melihat Hyunjin meludahi gadis tersebut.

"Hyunjin..!"

"JANGAN IKUT CAMPUR!" dia membentakku.

"Baik, aku akan pergi."

"Hara, jangan tinggalkan aku..."

Yeji menangis, merintih, saat gadis Hara pergi dengan tangisan yang mengalir deras.

Tanpa sadar akupun ikut menangis sambil menatap Yeji yang tampak amat terpukul setelah Hara pergi.

Kemudian Yeji berniat menyusul Hara, namun Hyunjin segera menyeretnya.

Aku diam di tempat.

Apa yang kupikirkan saat ini adalah...

Tidak ada.

Aku kosong.

Rasanya seperti baru disambar petir.

Fakta bahwa Yeji adalah pecinta sesama jenis sungguh mengejutkanku yang notabene adalah orang baru.

Jadi ini yang membuat Hyunjin malu mengakui Yeji sebagai saudara ?

Jika aku jadi Hyunjin, mungkin aku akan melakukan yang sama.

Tapi... bagaimanapun juga, darah lebih kental dari air.

Ah aku telah berpikir terlalu jauh.

Aku tidak boleh melibatkan perasaanku dalam keluarga ini.

HOTTESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang