CHAPTER 20

116 13 21
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sekarang aku tahu bagaimana sulitnya menyalakan lilin ditengah badai salju

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sekarang aku tahu bagaimana sulitnya menyalakan lilin ditengah badai salju. Aku tahu bagaimana sakitnya menunggu untuk jiwa yang setengah hidup. Sekarang aku tahu bagaimana pedihnya berharap pada harapan yang kabur ditengah musim dingin. Ini terasa seperti kita akan mati karena hembusan satu anak panah yang mengenai jantung"

Malam terasa sangat dingin, waktu juga menunjukkan sudah lewat tengah malam. Rumah sakit terlihat sepi. Lorong-lorong disana sudah jarang dilalui orang-orang. Sangat jelas, mereka semua sedang berada diruang perawatan masing-masing dan beristirahat. Sama seperti halnya Suho, Baeky, Chan, Chen, Sehun yang saat itu sedang tertidur disofa panjang yang berada didalam ruang perawatan Kyonara. Sebelumnya mereka terjaga Kyonara dan memastikan bahwa keadaan Kyonara baik-baik saja. Suho bersama semua adik-adiknya pergi tidur setelag Kyonara berulang kali meminta mereka untuk istirahat yang cukup dan membiarkan Kyonara juga beristirahat disana. Namun sayangnya keadaan itu berberbeda dari apa yang terlihat disana. Kyonara belum juga memejamkan matanya. Airmatanya perlahan mengalir melewati pelupuk mata dan membasahi wajah cantik Kyonara. Kyonara kesakitan dan merengkuhkan tubuh mungilnya didalam selimut. Pikirannya terus membayangkan jiwa Kivano yang berada sendirian didalam ruang ICU. Kivano juga kesakitan bahkan saat ini Kyonara berpikir mungkin Kivano akan lebih merasa sakit daripada dirinya sendiri. Kyonara tahu Kivano saat ini sangat membutuhkan cinta yang lebih banyak agar Kivano dapat bertahan untuk hidup. Ini sangat menyakitkan hati Kyonara. Andai saja rasa sakit dikepalanya itu tidak bereaksi, andai saja tidak ada sakit yang bergerogoti tubuh mungilnya itu mungkin mimpi mengerikan ini tidak akan pernah terjadi. Kyonara mulai menyalahkan dirinya atas Kivano yang berada diruang ICU. Atas kejadian yang menimpas Kivano. Kyonara merasa takut. Kecelakaan membuat Kyonara seperti merasakan kembali luka yang hampir kering itu. Kyonara sangat mengkhawatirkan keadaan Kivano. Kyonara merindukan Kivano. Kyonara hancur sama seperti saat tahu bahwa Ayah dan Ibunya berada pada keadaan dimana kecelakaan membawa mereka pergi untuk selamanya. Kyonara takut, luka akan kembali menyirami hati kecilnya. Kyonara sangat takut. Jam dinding terus berdetak. Jarumnya terus berjalan melewati angka-angka. Kyonara juga tidak pergi tidur. Perempuan itu melangkah turun dari ranjang tidur rumah sakitnya dan berjalan medekati mantel pink muda yang tergantung didekat sofa. Kyonara memakainya. Perlahan Kyonara berjalan melewati Suho lalu Chan dan Chen selanjutnya Baeky dan Sehun. Kyonara mengambil langkah yang sangat pelan dan kecil. Kyonara tidak ingin membuat semua adik-adiknya terbangun dari tidur. Kyonara berjalan mendekati pintu keluar dan meraih tuas pintu. Diputarnya tuas itu hingga Kyonara berhasil melewati pintu itu. Kyonara melihat keadaan rumah sakit yang sangat sepi. Berbeda dari biasanya dimana masih nampak satu dua orang yang berlalu lalang disana. Kyonara berjalan menyusuri koridor rumah sakit tanpa ragu. Tubuh bergetar menahan dingin dari salju yang turun malam itu. Kyonara merengkukan tubuhnya pada mantel yang dikenakannya. Kyonara berjalan sendirian disana. Airmata yang terus menerus mengalir seakan membeku berasa salju yang turun. Kyonara terus menyeret langkahnya menuju tempat yang sangat Kyonara ingin datangi. Kyonara menuju Kivano yang terbaring lemah dengan bantuan alat untuk tetap hidup. Kivano seakan tubuh yang sebentar lagi akan mati. Tidak ads pertanda yang diberikan Kivano bahwa dirinya akan kembali tersenyum untuk Kyonara. Kivano tidak memberikan kejutan yang membuar Kyonara tertawa lagi. Kivano lebih banyak diam. Matanya terpejam tanpa perduli dengan kehadiran Kyonara yang sudah duduk disampingnya. Kyonara kembali mengambil tangan Kivano dan membawanya kedalam genggaman tangan Kyonara. Kyonara menatap nanar wajah Kivano. Lagi, untuk kesekian kalinya Kyonara menangi dihadapan Kivano. Kyonara berharap airmatanya ini dapat didengar Kivano dan membawa pulang laki-laki itu kedalam dunianya. Jika saja airmatanya benar dapat membuat semua itu terjadi dengan mudah, Kyonara rela dan sangat siap untuk menangis selama berhari-hari demi membuat Kivano kembali hidup dan memberi senyuman manis khas Kivano untuk dirinya. Kyonara pilu. Kyonara sedih. Kyonara hancur saat airmata yang mengalir ini sangat tidak berguna. Kyonara ingin menjerit saja dan membangunkan Kivano dengan jeritannya. Andai saja itu bisa, mungkin sejak tadi Kyonara melakukan itu.

The First SnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang