"Dari segala macam makhluk hidup di muka bumi. Kenapa harus dia?" - Elsa Danich.
Sore itu hujan mengguyur Manhattan, New York yang padat dengan kendaraan roda empat dikarenakan hujan deras. Pagi ini penyiar cuaca mengatakan daerah itu akan diguyur hujan deras dari siang hingga malam dan sialnya Elsa tak mengetahui hal ini. Disinilah ia sekarang. Meneduh di bawah teras toko yang tutup dengan kedua tangan mendekap tubuhnya sendiri yang bahkan sudah terbelut jaket tebal.
Ahh.. hawanya dingin sekali. Sial. Seharusnya aku mendengar saran Nata untuk tidak keluar penthouse. Kalau begini jadinya, aku bakal terkena flu lagi.
Elsa makin merapatkan jaketnya yang sudah tebal, namun belum mempan membuatnya hangat. Dia menoleh kanan kiri sambil sesekali mengusap-usapkan kedua telapak tangannya berharap mampu membuatnya terasa hangat.
Hell, kenapa tidak ada satupun taxi yang lewat. Seharusnya mereka gencar-gencarnya mencari penumpang disaat hujan deras begini. Bos taxi yang bodoh. Rutuknya. Dia melihat ponselnya dan mengecek jam sudah hampir pukul 5 sore dan awan gelap menyelimuti membuat kota itu tampak sudah petang.
Apa sebaiknya aku menelepon Nata atau Issabele? Hm.. Elsa memiringkan kepalanya sambil menimbang. Akhirnya Elsa memutuskan menelepon Nata karena dia sudah yakin bahwa Issabele pasti sedang latihan menari.
"Sore my baby!!" Nata menyahut dengan semangat dari seberang hingga membuat Elsa menjauhkan sedikit ponselnya.
"Nata, kau dimana? Apakah free?" suara diseberang sangat ribut sehingga Elsa kurang jelas mendengar suara Nata. "Apa kau bilang?? Ulangi." Elsa ikutan berteriak membuat orang-orang yang berjalan menembus hujan dengan payung tersebut menoleh.
"Aku sedang bersama Andrew. Kau ingat? Teman datingku seminggu yang lalu. Dia mengajakku menonton sirkus. Hahahahahha lihat Andrew, itu lucu sekali." Nata tidak terlalu fokus pada ponselnya membuat Elsa diseberang sana menghela nafas. Berarti dia tidak sedang free. Elsa pun menutup ponsel secara sepihak. Ia melihat ada beberapa pesan masuk diponselnya sedari siang, namun dia abaikan karena ponselnya sudah lowbat dan akhirnya dia memutuskan untuk menerobos hujan dan segera mencari minimart untuk membeli payung atau jika beruntung, dia mendapatkan taxi sialan yang tidak nampak juga.
***
Sebelum mencapai minimart yang hanya berjarak lagi 2 meter, Elsa melihat taxi melintas dengan pelan. Segera mungkin dia mengulurkan tangan meminta taxi itu berhenti. Jaket tebalnya sudah basah kuyup, hodie jaket itu tidak terlalu menolong kepala serta rambunya membuat beberapa tetesan air jatuh dari rambut halusnya. Taxi itu berhenti. Saat Elsa membuka pintu belakang, iapun segera masuk dan menutup pintu namun setelah itu kaget karena ternyata sang sopir tidak sendirian namun ada pria yang duduk didepan tanpa menoleh ke belakang. Elsa berbisik pada sopir dari arah belakang.
"Pak, mungkin sebaiknya saya turun saja, agar tidak menggangu penumpang disamping bapak". Bisiknya.
"Tidak perlu. Aku memang meminta pak sopir untuk berhenti saat kamu melambaikan tangan." Pria itu menoleh ke belakang dan seketika membuat mata bulat Elsa melotot kaget.
"Kau di New York?? Sejak kapan?" Elsa memberikan tatapan sehoror mungkin pada pria yang duduk di kursi depan. Elsa kemudian mencondongkan tubuhnya berbisik ke supir taxi. "Pak, saya turun saja."
"Oh.. ayolah Elsa. Seharusnya kau berterima kasih padaku karena mau berbagi taxi. Lihat hujan ini, sangat deras hingga membuat tubuhmu menggigil. Kau lebih memilih diluar sana kedinginan atau segera pulang dan membuat segelas coklat panas?"
Bibir Elsa bergerak menandakan dia memikirkan perkataan pria itu. Hatinya menolak mengiyakan uacapan pria tadi. Tapi tubuhnya tidak bias berbohong.
"Lihat. Kau sudah menggigil. Aku masih ingat bagaimana tubuhmu tidak bisa menahan hawa dingin, jelas-jelas selama 21 tahun ini kau tinggal di New York."
Elsa menyingkirkan egonya. "Sudahlah, ayo kita jalan pak. Antarkan pria ini terlebih dahulu." Elsa berujar pada sopir taxi dan tak mengacuhkan pria yang duduk di depan sebelah kanan, tetapi selalu membalikkan badannya ke belakang seakan-akan takut Elsa kabur saat itu juga.
"No, antarkan wanita ini Sir. Saya harus memastikan dia sampai dengan selamat di tempat tinggalnya.
"Jadi, saya harus mengantarkan siapa terlebih dahulu?" Sang sopir nampaknya mulai tak sabaran.
"Antarkan wanita ini terlebih dahulu." Pria itu mengatakan dengan tegas. Elsa hanya menghela nafas sambil melihat keluar jendela mobil.
***
"Elsa.. Els.." tubuh Elsa berasa bergoyang-goyang. Gempa? Eh bukan.. perlahan Elsa membuka matanya dan mengerjap pelan. Dimana aku? Perlahan namun pasti Elsa mulai mengingat bahwa dia sedang berada di.. TAXI! Bersama pria sialan itu. Elsa terbelalak kaget ketika sudah sepenuhnya tersadar. Hal yang dilihatnya adalah pria itu duduk disampingnya dan jarak mereka.. tidak ada jarak!
Elsa segera menjauh dan sadar bahwa selama perjalanan pulang, dia bersandar pada bahu tegap pria menjijikkan itu, well.. menurut Elsa, sih.
"Kenapa kau tak bangunkan aku?? Dan ini.. apa ini?" Elsa segera melempar jaket tebal yang menyelimuti dirinya kearah pria itu. "Aku tak perlu perhatianmu." Elsa mendelik.
"Oh ayolah Elsa, aku tahu kau nyaman saat tidur tadi." Pria itu menahan senyum.
"Aku tak suka senyumanmu." Elsa mendesis. "Pak berapa ongkosnya?"
Setelah Elsa membayar, ia segera turun tanpa mengacuhkan pria disampingnya tadi. Ia merapatkan jaketnya seraya belari kecil menuju penthousenya yang terletak dilantai 41. Terlihat tulisan The Pierre Hotel Penthouse di jalan utama. Penthouse Elsa merupakan salah satu penthouse elite di Fifth Avenue yang tersohor, penthouse ini memiliki pemandangan 360 derajatke Manhattan, Central Park, dan Hudson River. Keluarganya memang berada dengan seorang ayah yang memiliki sebuah yayasan social terbesar di Amerika dan di China. Tak hanya itu, ibunya yang mencintai bisnis juga merupakan pemiliki Danich'els Beauty & Longue yang merupakan pusat surganya kecantikan di Amerika. Cabangnya telah tersebar dibeberapa wilayah di dunia. Namun, memiliki kekayaan melimpah tak membuat Elsa sombong. Banyak teman-temannya yang tidak menyangka bahwa ia adalah putri dari orang terkaya ke tiga di Amerika.
"Aku tak meminta kau mengikutiku, dan aku takkan sudi kau menginjakkan kakimu di penthouseku!" Elsa berteriak saat mengetahui bahwa pria tadi mengikutinya hingga ke pintu lobi gedung penthouse.
"Kau mau kupanggilkan satpam?"
"Oke.. oke. Aku hanyamengantarmu sampai sini. Kau makin cantik ketika sedang kesal." Dengan gerakancepat tapi pasti, pria tadi melingkarkan tangannya dipinggang ramping Elsakemudian menarik Elsa agar mendekap. Sebuah kecupan halus mendarat di bibirgadis mungil itu. Elsa kaget selama 2 detik, dia mendorong pria itu danmenamparnya. Kemudian berbalik masuk ke dalam menuju lift. Setetes air matamengalir di pipi gadis itu.
***
Cuap cuap dari penulis :
Oke, segini dulu aku updatenya. Masih banyak yang harus aku edit ulang.
Terima kasih sudah sempat membaca, monggo di vote and thank you
KAMU SEDANG MEMBACA
Embrace
RomancePrivate acak. Follow dulu, kalau mau baca :D -------------------------------------------------------- "Ijinkan aku Elsa. Aku rasa aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi." Nicholas menarik Elsa lebih dekat dan mencium bibir gadis itu dengan lembu...