13. Kebenaran

48 6 2
                                    

[Rumah sakit yang tertera hanya rekayasa Author. Tidak ada unsur kesengajaan jika ada kesamaan nama atau tempat, Terima kasih.]

Rumah sakit St. Lucia, Paris. Rumah sakit isolasi, khusus penderita dengan virus menular. Sebagian besar pasiennya menderita virus HIV/AIDS. Bangunan tua bergaya kastil kuno berdiri dihadapannya. Disanalah Nicholas berada sekarang. Otaknya sedari kemarin selalu menyangkal dan ini diluar teritorinya karena ia hanya orang asing. Tapi entah mengapa hatinya merasa harus membuktikan cerita Mario. Nicholas mengambil penerbangan yang tercepat untuk sampai ke Paris.

Mario memberikannya secarik kertas yang berisi dua alamat berbeda yang berada dikota paris, dan sebuah kode serta nama Mario. Sebelum keberangkatan, Nicholas sempat mencari informasi di internet terkait dua alamat yang Mario berikan. Namun yang terdata hanya rumah sakit ini.

Nicholas berjalan ke arah information. Ia memberika secarik kertas itu. Nicholas hendak bertanya sesuatu ke pegawai tersebut, tentang kode yang ditulis oleh Mario, namun pegawai tersebut sudah berujar "Mohon tunggu sebentar." Nicholas hanya mengangguk dan memilih untuk duduk. Beberapa menit kemudian, pegawai tersebut memberikan satu amplop tebal kepada Nicholas.

***

"Nich ke Paris? Mendadak sekali." Siang itu Elsa bertemu dengan Alvian dan mereka makan siang bersama di Club A Steakhouse Restorant di 240 E 58th Street, Kota New York.

"Dia bilang ada urusan kantor. Aku juga kurang tahu." Alvian hanya mengendikkan bahu. Elsa hanya menggangguk-anggukan kepala sembari dengan lahap memotong dan memakan steak sapi di hadapannya. Alvian mengamati hal itu dengan detail dan tertawa.

"Hei, mengapa kau tertawa? Apakah ada hal yang lucu? Ada sesuatu di wajahku??" Elsa langsung mengambil ponselnya sebagai cermin.

"Apakah memang begitu caramu memotong steak? Lihat. Steakmu bahkan sudah tidak bisa dibilang steak." Alvian masih tetap tertawa. Elsa cemberut.

"Aku memang tidak ahli memotong steak. Bahkan memegang pisau ini sangat menakutkan bagiku." Ungkap elsa sambil menunjukkan pisau runcing itu kehadapan Alvian. Alvian masih tetap tertawa.

"Kemarikan steakmu." Tanpa persetujuan Elsa, Alvian mengambil steak elsa yang setengahnya sudah hancur. Dipotongnya steak-steak sapi itu dengan cekatan dan telaten. Elsa menatapnya dengan takjub.

"Whoah! Aku jadi minder. Padahal aku wanita" Elsa menyengir dan menerima kembali steaknya yang sudah terpotong-potong dengan rapi. "Terima kasih, Alvian. Aku janji mulai besok akan belajar memasak." Ujarnya.

***

Nicholas terdiam cukup lama. Dia berada dimobil sewaan dengan laptop terpangku di atas pahanya. Terlihat sebuah video yang dipause dan menampilkan seorang gadis cantik berambut pirang yang panjang. Gadis itu sangat kurus hingga menonjolkan kedua tulang pipinya yang tinggi. Ada yang aneh dengan gadis itu. Tatapannya kosong dan ia mengenakan pakaian rumah sakit.

Tadi pagi saat ia menerima sebuah amplop yang cukup tebal dari pihak rumah sakit, Nicholas bertanya-tanya isi dari amplop itu. Ternyata itu adalah sebuah kenangan selama pasien berada disana. Rumah sakit memberikan fasilitas demikian karena keluarga pasien dilarang untuk sering berkunjung mengingat itu adalah rumah sakit isolasi. Orang tua Catherin atau Mariolah yang seharusnya menerima amplop itu, namun Mario tidak pernah mengambilnya.

Nicholas mengusap wajahnya. Keletihan terpancar dari matanya yang lesu. Satu tempat lagi yang belum ia kunjungi. Nicholas lalu menghidupkan mesin mobil, mengoper persneling, dan melanjutkan perjalanan.

***

Nicholas tercengang saat ia sudah sampai disebuah lahan yang sangat luas. Terlihat banyak gundukan tanah dan batu nisan berjejer rapi. Terdapat tulisan Père Lachaise Cemetery di samping pagar yang sudah berkarat. Ia memang sudah sering ke Paris. Tapi itu hanya sebatas bisnis. Yang ia tahu hanya hotel, perusahaan, dan beberapa daerah hiburan lainnya. Dia tidak tahu tempat pemakaman atau bahkan rumah sakit isolasi yang berada di kota menara Eiffel tersebut.

Nicholas mematikan mesin mobilnya dan melangkah keluar. Ia mengedarkan pandangan ke pemakaman cantik namun menunjukkan banyak kepedihan. Bersih dan rapi. Ia melihat ada sebuah pos penjaga dan melangkah menuju kesana.

"Maaf, sir. Apakah anda bisa menunjukkan makamnya dimana?" Nicholas memberikan secarik kertas bertuliskan "Catherine Princessa Aldison"

"Anda siapa?"

"Saya temannya, saya baru mendengar hal ini."

"Baiklah saya antarkan. Nona Catherin sudah jarang dikunjungi, biasanya ada pemuda bernama Mario datang kemari. Namun sejak 6 bulan yang lalu, pemuda itu tidak pernah kesini lagi."

"Bagaimana dengan orang tuanya?"

"Orang tua nona Catherin, Mr. Garry Aldison dan Nyonya Prevetti sudah meninggal. Makamnya tepat bersebelahan dengan Nona Catherin."

Nicholas terhenyak. Meninggal? "Kalau boleh saya tahu, meninggal karena apa?"

Penjaga yang sudah berusia 50an tahun menoleh kearah Nicholas. "Semenjak Nona Catherin sakit dan kemudian meninggal, ibunya seperti orang gila dan akhirnya menyusul putrinya sebulan setelah Nona Catherin dimakamkan."

Nicholas menelan ludah mendengar tragedi yang menimpa keluarga wanita itu.

"Mr. Garry ditemukan gantung diri dirumahnya. Semua orang berpikir mungkin itu karena tekanan ditinggal kedua keluarganya. Itu makamnya. Saya antarkan sampai disini saja." Penjaga itu menunjukkan sebuah makan dengan nisan bertuliskan Rest in Peace Catherin P. Aldison (1994-2013).

"Terima kasih, Sir." Nicholas menundukkan kepalanya kepada penjaga dan menuju tempat peristirahatan Catherin. Makam itu kosong. Hanya ada rerumputan coklat yang menghiasi tanpa bunga sedikitpun tanda bahwa tidak ada yang pernah mengunjungi. Begitu juga dengan kedua makam orang tuanya. Nicholas bersimpuh dan memegang batu nisan tersebut.

"Kenalkan, aku Nicholas. Aku temannya Mario jika bisa dikatakan sebagai teman. Maaf aku tidak membawa bunga sedikitpun karena tidak menyangka bahwa ini.. adalah pemakaman. Besok aku janji akan membawakan bunga untukmu sebagai salam perkenalan kita." Nicholas mencabut beberapa rumput coklat yang sudah mulai memanjang.

Nicholas berdiri lalu menghampiri makam kedua orang tua Catherin. Ditaruhnya amplop coklat yang ia dapat dari rumah sakit disana. Amplop itu selain berisi disc video, juga berisi foto-foto Catherin selama di rumah sakit. "Ini untuk kalian berdua. Saya rasa anda belum sempat melihat hal ini." Nicholas lalu berdiri dan menatap ketiga makam itu kemudian beranjak pergi sebelum langit menjadi sore.

***

Cuap cuap dari penulis :

Terima kasih terima kasih sudah sempet-sempetin buat baca. Jangan lupa vomment yaa,

Xoxo

EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang