"Berharap aku hilang ingatan"--Nicholas Fabian
-----------------------------------------------------------------
"Apa yang kau dapatkan selama 2 hari berada di Paris?" Alvian mengoper bola ke Nicholas dan berjalan menuju pinggir lapangan. Nicholas menoleh dengan tatapan bertanya.
"Kemarin aku tak sengaja bertemu kedua orangtuamu di supermarket, mereka bilang bahwa kau tidak ada urusan bisnis di sana." Hari ini Alvian dan Nicholas sedang latihan futsal bareng. Mereka memang rutin melakukannya seminggu sekali pada akhir pekan.
"Aku hanya liburan karena bosan." Nicholas menjawab sekenanya sambil melempar handuk kecil dan sebotol air mineral ke alvian. Alvian menyipitkan mata coklatnya tanda tidak percaya. Nicholas menjatuhkan pantatnya di lantai lapangan dan meneguk habis air mineral yang berada disamping.
"Kau pikir aku percaya?" Alvian mengelap wajahnya dengan handuk pemberian Nicholas. Rambut ikalnya basah dan meneteskan beberapa keringat membuatnya terlihat maskulin.
"Itu terserah kau." Nicholas mengatur nafasnya yang pendek panjang tanda bahwa tubuhnya lelah karena berolah raga. Keringat mengalir diseluruh tubuhnya yang benar-benar atletis. tak bisa dipungkiri bahwa dengan hanya berkeringat pun, Nicholas tampak menawan.
"Kau tahu tidak?"
"Apa?" Nicholas menoleh ke Alvian
"Kau itu sangat menjengkelkan." Alvian berdiri dan melakukan beberapa gerakan pendinginan. "Apapun yang kau kerjakan disana, kuharap hal itu tidak membuatmu makin frutrasi." Alvian kembali menuju ke tengah lapangan dan mulai menendang-nendang bola seorang diri.
Nicholas hanya tersenyum.
***
Suara mesin halus terdengar di parkiran basement penthouse Nicholas. Nicholas memarkirkan mobilnya disana dan segera menuju ke lift dan menekan nomor 90. Saat pintu lift terbuka, petugas cleaning service terlihat disana dan tersenyum saat mengetahui kedatangan Nicholas.
"Siang, tuan Nicholas." Sapanya sopan. Nicholas hanya mengangguk dan tersenyum lalu membuka pintu dan masuk, membuat petugas itu menganga. Biasanya, Nicholas selalu ramah dan mengajaknya bercengkrama sebentar sebelum masuk ke kamarnya. Tetapi kali ini sepertinya pemilik kamar itu sedang banyak pikiran.
Nicholas melempar asal tas selempangnya dan menjatuhkan diri disofa besar dan empuk. Ia memijat kedua pelipisnya karena akhir-akhir ini otaknya sedang memikirkan sesuatu.
Apa yang harus aku lakukan sekarang. Apakah aku harus memberitahu Elsa? Tetapi ini urusan pribadi mereka. Tapi..
"Arrrhh!!" Nicholas melempar bantal sofa hingga menjatuhkan sebuah vas bunga. Pranggg
Jarang-jarang Nicholas sedemikian frustrasinya. Ia tengah bimbang dengan apa yang harus dilakukan. Apabila memberitahu Elsa, ia tidak mampu menerima resiko yang akan terjadi. Tetapi jika ia bungkam, ia merasa menjadi pria terjahat di dunia dan ini benar-benar menyesakkan dadanya. Nicholas memejamkan mata dan mengatur nafasnya berusaha untuk berpikir jernih. ternyata futsal tak membuat keadaan semakin membaik. ia menghembuskan nafas kasar. Diambilnya ponsel yang berada di saku dan ia segera menekan speed dial angka 2. Nama Elsa tertera di layar ponsel.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Embrace
RomancePrivate acak. Follow dulu, kalau mau baca :D -------------------------------------------------------- "Ijinkan aku Elsa. Aku rasa aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi." Nicholas menarik Elsa lebih dekat dan mencium bibir gadis itu dengan lembu...