32. Ungkapan (private)

37 3 0
                                    

Aroma pasta menyeruak memenuhi penthouse Nicholas. Sedari tadi Nicholas sudah memegang sendok dan garpu layaknya anak kecil menunggu makanan yang dibuatkan oleh ibunya. Kaki kirinya bergerak-gerak terus tanda tak sabar menanti pasta buatan Elsa. "Sudah belum? Kau lama."

Elsa yang masih mengoseng-oseng pasta tersebut menoleh sekilas. "Sabar. Ternyata kau tak sabaran sekali ya. Berarti Nicholas Fabian yang penyabar, yang selama ini ada di kampus itu siapa? Kembaranmu?" Elsa terkekeh.

"Bahkan jika aku memiliki kembaran, dia tak akan sebaik diriku, setampan diriku, dan se-sexy diriku." Nicholas secara terang-terangan membanggakan diri. Di hadapan Elsa, ia menjadi apa adanya. Seluruh kegiatan yang ia lakukan di dekat Elsa terasa benar.

Elsa tergelak. "Nah, yang ini kembaranmu yang keberapa? Yang percaya dirinya sangat tinggi ini?" Elsa yang tidak focus karena mengobrol dengan Nicholas, tanpa sengaja menyentuh wajan panas yang berada di depannya. "Aww!!" Elsa mengibas-kibaskan tangannya yang perih.

Nicholas langsung berlari menuju Elsa dan menarik tangannya mendekati wastafel. Dialirinya air dingin ke jari-jari Elsa yang kini sudah memerah. "Kau selalu ceroboh." Perubahan raut wajah Nicholas sangat kentara dilihat. Urat-urat disekitar dahinya mulai muncul karena menahan kekawatiran yang berlebihan. Ia akan selalu berlebihan jika menyangkut Elsa. Ia mengatur nafasnya sambil mengelus-elus jari-jari Elsa yang masih dialiri air dingin.

"Ini hanya luka kecil, Nich. Kau tak perlu secemas itu." Elsa menatap Nicholas yang masih focus ke jari-jarinya.

"Aku tidak bisa. Aku tidak bisa jika melihat kau terluka sedikitpun."

Elsa terenyak. Suara Nicholas terdengar sangat putus asa dan bersalah. "Nich.."

Tangan kanan Elsa memegang lengan nicholas, alih-alih menenangkan pria itu. Nicholas menoleh. Dipegangnya kedua lengan Elsa, di tatapnya gadis beriris abu itu dalam-dalam. "Tolong, jangan buat aku merasa tidak bisa melindungimu."

Elsa menggeleng-gelenggkan kepalanya. "Tidak Nich. Bukan itu maksudku. Aku.. maaf.." Elsa menunduk. Ia bingung harus berbicara apa menghadapi Nicholas yang begini. Ia bingung dengan apa yang terjadi pada Nicholas. Hatinya memang selalu berkata bahwa Nicholas menyayanginya. Tapi Elsa tak mau besar kepala, ia bahkan tidak yakin kasih sayang Nicholas padanya adalah kasih sayang antara pria dan wanita.

Nicholas merengkuh Elsa dalam dekapannya. Sangat pelan seolah takut akan melukai Elsa jika ia tergesa-gesa memeluknya. Baginya, gadis dihadapannya ini adalah mutiara indah yang sangat rentan dan rapuh. Sesosok yang membuatnya bertekad ingin melindungi gadis itu. Sosok yang membuatnya rela melepaskan apapun demi membahagiakan gadis itu. "Kau tidak perlu minta maaf."

Elsa menutup matanya menikmati rengkuhan hangat Nicholas. Dihirupnya dalam-dalam aroma mint dari tubuh pria itu. Di balasnya pelukan Nicholas dengan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Nicholas. Mendapat respon ini, Nicholas lebih mengeratkan pelukannya dengan hati-hati.

"Aku sayang kamu, Elsa..." Ucapnya dengan seluruh sisa-sisa emosi yang ada.

***

Elsa terkejut saat Nicholas memeluknya dengan sangat pelan. Ia merasakan kenyamanan yang dasyat ketika dada bidang itu terada di tubuhnya. Perasaan hangat menjalar diseluruh tubuh elsa hingga secara tak sadar memunculkan refleksinya untuk membalas pelukan Nicholas. Dilingkarkannya kedua tangan elsa di pinggang Nicholas. Pelukan itu semakin erat. Elsa memejamkan matanya menghirup aroma mint sebanyak yang ia bisa. Aroma yang akhir-akhir ini ia rindukan bahkan ketika ia berada di sisi Nicholas.

"Aku sayang kamu, elsa..."

Elsa membuka matanya terkejut. Ungkapan yang tak berani ia pikirkan, ungkapan yang tak berani ia harapkan, ungkapan yang baginya sesuatu hal mustahil kini ia dengar dengan jelas. Keluar dari bibir seorang Nicholas Fabian.

Elsa melonggarkan pelukannya. Ia menatap Nicholas dengan lama. Selama Nicholas menatap dalam iris abu itu. "Tetaplah disisiku, hm..." Nicholas mengucapkannya dengan bisikan yang hampir tidak terdengar. Diraihnya tengkuk Elsa dan ciumnya pelan bibir gadis itu.

Jika ini sebuah drama romantis, elsa merasa seluruh kehidupan disekelilingnya berhenti sejenak dan hanya ada gerakan lembut bibir Nicholas yang menciumnya. Sangat lembut hingga membuat lututnya terasa lemas. Jika saja Elsa tidak memegang baju di pinggang Nicholas, mungkin ia sudah meluruh ke lantai karena tidak kuat menopang tubuhnya. Nicholas menyadarinya sehingga meraih pinggang gadis itu untuk menyangganya. Menghapus semua jarak yang ada di antara mereka. Membuatnya lebih dekat hingga merasakan debaran jantung masing-masing. Hingga suara hentakkan keras di kepala Elsa menyadarkan gadis itu untuk menyudahinya. Membuat Nicholas menatap elsa dengan pandangan kesal karena menghentikan kegiatan tadi, juga menatapnya dengan pandangan bertanya dan menuntut penjelasan.

"Pastanya gosong!!!"

EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang