"Terima kasih Nich. Apakah kau ingin mampir?" Malam sudah menampakkan dirinya ketika Nicholas mengantar elsa ke penthouse. Nich menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena canggung.
"Hm.. aku tidak berani." Wajah Elsa seketika merah padam. Ia sungguh malu sudah menawarkan Nich untuk masuk ke penthousenya di malam hari.
"Baiklah kalau begitu, hati-hati mengendarai mobilnya." Elsa pun masuk ke dalam lobi Penthouse. Nich melihat hingga tubuh Elsa tertutupi pintu lift. Nich langsung menuju parkir mobil. Pikirannya kembali mengingat sore tadi, dan tanpa sadar seulas senyum menghiasi bibir sexy nya.
***
Oh astaga! Apa yang sudah aku lakukan tadi sore?? Elsa menutup bibirnya saat sudah sampai di dalam ruangan penthouse. Ia langsung menuju kamarnya. Elsa menyibak tirai jendela yang besar dan memperlihatkan suasana malam Manhattan, New York. Pikirannya masih tertuju dengan kejadian tadi sore saat di tempat tinggal Nicholas.
Aku menikmatinya. Aku membalasnya. Dan kenapa sekarang jantungku tidak berhenti berdebar sedari tadi. Elsa tiba-tiba merasa pengap. Suhu 7 derajat kota New York di malam hari tidak mampu manghalau rasa pengap di sekujur tubhnya. Elsa berjalan mondar mandir sambil memegang dagunya dengan tangan kanan yang bertumpu di tangan kirinya yang terlipat di depan dada. Ia masih menggunakan terusan cantik pemberian Nicholas.
"Aku harus menghubungi Nata." Elsa berjalan ke arah meja rias di sudut kamarnya. Namun terhenti ketika ia sadar kejadian tadi sore sangat privasi.
"Oh ya Tuhan! Apa yang harus aku lakukan besok saat bertemu Nich??" Elsa berteriak histeris di dalam kamarnya yang selalu sunyi.
***
Pagi ini cuaca kota Manhattan terlihat cerah. Matahari dengan bebasnya masuk ke kamar Nicholas yang disekelilingi oleh kaca. Tidak ada gorden yang menghiasi karena semua kaca sudah terprogram secara otomatis akan menghitam ketika pemiliknya menyalakan fitur night-yang berfungsi sebagai penghalang matahari untuk masuk ke ruangan. Kamar Nicholas sangat lengang karena sedikitnya barang, hanya terdapat sebuah kasur berukuran king size dengan sofa dan meja minimalis di sebelah kiri.
Terlihat ruang kerja di samping kanan tempat tidurnya yang *lagi-lagi* didominasi dari kaca.
Penthouse Nicholas terletak di lantai 90 gedung One57 Winter Garden Penthouse-salah satu penthouse termahal di New York. Penghuninya juga punya akses khusus ke fasilitas Park Hyatt-yang langsung menuju lantai pertama. Nicholas awalnya keberatan saat ibunya, Mrs. Amy mencarikannya sebuah penthouse yang sangat luas namun hanya dia seorang yang menempati. Ia mengingat alasan konyol Ibunya ketika itu
"Kau suatu saat akan menyesal karena pernah menolak penthouse ini, Nak."
"Kenapa begitu, Mom?"
"Iya. Penthouse ini begitu cocok diisi oleh banyak orang."
"Mom yang tinggal disini hanya aku. Se-o-rang." Ucap Nicholas sambil membuat angka satu pada jari telunjuknya.
"Lho? Lalu istri dan kesebelas anakmu nanti kau apakan?" yang di sambut dengan tatapan mengerikan Nicholas.
Ya, Nicholas tahu mommynya sangat mendambakan 11 cucu karena penggila sepak bola. Namun karena Nicholas anak tunggal, rasanya keinginan itu harus dibuangnya jauh-jauh. Tidak mungkin kan, Nicholas memiliki 11 anak.
Nicholas mengernyit dan menggeliat karena indera penglihatannya menangkap sorotan matahari. Ia terbangun dan menatap heran jendelanya.
Sejak kapan kaca-kaca sialan itu berubah mode?
Nicholas menyibak selimut tebal berbahan sutra itu ke samping hingga setengahnya menyentuh lantai. Ia tak peduli. Ia mengambil air dari meja dan meneguknya hingga habis kemudian menuju ke luar kamarnya. Terdapat ruangan di sebelah yang ternyata adalah walk in closet.
Moodnya 100% membaik. Nicholas menatap pantulan dirinya di cermin. Tetap tampan seperti biasa. Gumamnya dalam hati. Senyuman bangga terukir diujung bibirnya. Lalu ia mengambil beberapa cream perawatan dan menuju kamar mandi. Lagi-lagi ia teringat kejadian kemarin sore bersama Elsa.
Segera setelah menyelesaikan ritual mandi dan sudah siap menuju Princeton university, Nicholas turun ke lantai bawah-yang lagi-lagi lantai itu masih tempat tinggalnya-dan terkejut saat melihat dapurnya sangat berantakan. Matanya awas melihat sekeliling dan menangkap sosok yang sangat ia hapal berdiri di dekat walk in closet.
"Mommy??"
Mrs. Amy menoleh dan tersenyum riang. "Sayangku sudah tampan. Kemarilah nak." Nicholas menaruh tasnya di sofa dan berjalan ke arah Mrs. Amy.
"Ada apa mom? Ada sesuatu di sana?"
Mrs. Amy tersenyum simpul penuh arti. "Coba jujur sama mommy, ada yang kamu sembunyikan?"
Nicholas bingung dengan ucapan mommynya. "Aku tak mengerti. Apa maksud mom?"
Mrs. Amy menunjukkan tong sampah di sana. Nicholas yang awalnya mengernyit kemudian secara perlahan mengerti. Mrs. Amy menunggu penjelasan sambil tersenyum.
"Kamu berutang penjelasan ke mom."
"Mom, dia temanku yang kebetulan kemarin kita terkena hujan dan dia menumpang mandi disini."
"Sekedar teman? Mommy tahu, kau tidak pernah mengajak wanita kesini, kecuali itu beramai. Dan tentunya tidak akan memberinya barang-barang bersifat pribadi seperti ini." Mrs. Amy lagi-lagi menunjukkan bungkusan pakaian dalam sekali pakai yang kemarin Elsa gunakan.
"Terserah mom deh." Nicholas malas berdebat dengan mommynya. Mommynya adalah tipe pengorek informasi yang menyebalkan. Dan tentu saja Nicholas tidak mau menghilangkan mood baiknya yang berkadar 100% itu hanya karena keingintahuan mommynya. Nicholas berjalan menuju dapur.
"Jadi mom kesini hanya untuk membuat dapurku berantakan?"
"Hey. Kau ini selalu berpikir negative ya. Tidak kangen dengan mommy, hm?" Mrs. Amy mengekori Nicholas dan menata beberapa sarapan yang sudah ia buat selagi menunggu Nicholas bangun tadi. "Sarapan dulu. Mom tahu, kau jarang sarapan karena tinggal sendiri."
Nicholas tersenyum senang. "Mom adalah wanita the best dalam hidupku. Terima kasih mom."
Mrs. Amy tersenyum sambil mengusap kepala Nicholas dengan kasih sayang. "Jadi?"
"Jadi apa mom?" Tanya Nicholas sambil mengunyah sarapannya yang ternyata adalah pancake.
"Siapa wanita itu?"
Nicholas memutar bola matanya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Embrace
RomancePrivate acak. Follow dulu, kalau mau baca :D -------------------------------------------------------- "Ijinkan aku Elsa. Aku rasa aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi." Nicholas menarik Elsa lebih dekat dan mencium bibir gadis itu dengan lembu...