"Kau lihat tadi? Ternyata kakak yang sangat tampan itu ketua kepengurusan fakultas ini." Molea, salah satu mahasiswa baru dengan rambut keriting berteriak histeris saat dia dan teman-teman sekelompoknya beristirahat dan menuju kantin.
"Aku lebih tertarik dengan yang wajahnya arab-arab itu. Siapa namanya? Aku lupa." Vincent, gadis keturunan Cina ini mengingat wajah Alvian dengan mata berbinar-binar.
"Namanya Alvian! Dia itu putranya Tuan John Parison Ilmaq. Presiden kita. Gimana sih, kau." Teman yang lainnya menjawab.
Mengetahui hal itu, membuat mereka berteriak histeris. Keributan ini sampai terdengar di telinga kelompok adam. Mereka pun mendatangi sekumpulan gadis gadis itu.
"Kalian seperti tidak pernah melihat pria saja. Padahal banyak di sekeliling kalian. Contohnya kita."
Molea menatap sinis kearah salah satu pria bertubuh jangkung dengan rambut lurus dan lepek karena keringat. "Nama kau siapa? Aku tak kenal. Jangan urusi urusan kami."
"Kenalkan, aku Eric dan ini teman-temanku. Kami adalah fans dari senior Loius Nataniel Bidadari dari kahyangan dengan body goals dan Issabele Angelique seorang ratu ningrat." Eric pun menerawang melihat langit yang cerah.
Gadia-gadis itu hanya memandang Eric dengan tatapan jijik.
***
"Nata!! Issa!" Elsa baru saja tiba di fakultasnya. Dia mengenakan baju kaos putih ditutupi dengan blazer beludru berwarna biru dongker. Dipadukan dengan jeans dan sepatu sneakernya. Sangat sederhana namun makin memancarkan kecantikan alaminya.
"Elsa!! Kau disini." Issa dan Nata berhamburan memeluk temannya.
"Aku bosan, makanya aku kesini."
"Sudah aku katakan dari dulu. Kenapa kau tak mau ikut organisasi?" Nata memutar bola matanya.
"Ah.. bukan minatku. Mana yang lainnya?"
"Nicholas sedang mengecek salah satu mahasiswi yang tadi pingsan. Alvian sedang mengurus keuangan di kantor bendahara."
Elsa mengangguk. "Kegiatan kalian sekarang apa? Perutku lapar sekali."
"Ayo ke kantin, kebetulan kita lagi istirahat."
Mereka bertiga beriringan berjalan ke kantin. Tentu saja sudah bisa dipastikan mereka menjadi pusat perhatian. Kaum adam yang awalnya hanya mengetahui Issabele dan Nata, kali ini makin ternganga melihat dewi dengan kecantikan alami. Elsa.
"Yang tadi ratu ningrat dan bidadari dari kahyangan. Sekarang dewi dengan kecantikan alami. Sungguh para penghuni surga." Eric yang saat itu masih di kantin sontak berdiri dan mendekati ketiga gadis itu. Teman-temannya tidak sadar karena masih focus melihat Elsa, Nata dan Issabele.
Sedangkan mahasiswi yang berada disana menatap sinis kearah mereka. Sungguh pemandangan yang lumrah dalam suasana perkuliahan.
Mereka bertiga mencari meja yang kosong, dan kebetulan hanya tersisa satu, di tengah yang berarti pusat perhatian. Nata tidak keberatan. Ia senang menjadi pusat perhatian. Lain halnya dengan Elsa yang lebih tertutup. Issabele tidak memihak keduanya, asalkan dia tidak sendiri berada di tengah-tengah.
"Kalian sadar? Semua orang kini menatap kita. Ada yang salah dengan penampilanku? Aku jadi risih." Elsa berbisik.
Nata tertawa. "Elsa, mereka melihat kita karena kita cantik. Syukuri saja."
"Lebih baik kita ajak Willy cs agar kita tidak menjadi pusat perhatian. Mahasiswa laki-laki semua tidak berkedip." Issabele menyarankan sambil mengambil ponselnya di saku jaket. Ia mengontak willy. "Hai, will. Urusanmu dengan pelatih sudah selesai? Jika sudah, kemarilah, kita menunggumu di kantin." Sambungan pun terputus. "Willy akan tiba 5 menit lagi. Sebelum kita kesini, aku juga sudah memesan pada Alvian, agar segera kesini bersama Nicholas." Issabele menaruh ponselnya di saku jaket dan mulai membaca menu.
Elsa bergeming tampak sedang memikirkan sesuatu sedari tadi. "Issa, menurutku saranmu hanya akan membuat seluruh penghuni kantin ini memperhatikan kita."
Nata dan issabele hanya tertawa renyah.
"Hai! Maaf kami telat." Alvian dan Willy tiba di meja itu. Tadi saat Alvian hendak menuju kantin, ia berpas-pasan dengan Willy. Mereka pun langsung menarik kursi dan duduk di sana. Willy memilih duduk di samping Issabele, dan Alvian duduk di samping Elsa. Kebetulan Nata berada diantara Elsa dan Issabele. Semua penghuni kantin yang terdiri dari mahasiswa dan mahasiswi baru melihat mereka tanpa kedipan sekalipun. Suara pekikan nyaring terdengar sayup-sayup dari arah segerombolan mahasiswa.
"Astaga. Bukankah itu pemain sepak bola yang terkenal itu?? Willy Harlem! Aku tidak menyangka dia masih mahasiswa." Seru salah satu mahasiswi disana. Yang lainnya menimpali sambil tetap melihat kearah dewa-dewi itu.
Willy terkekeh mendengarnya. Ia sudah biasa berhadapan dengan suara-suara seperti itu.
"Elsa kau disini juga." Alvian mengacak-acak rambut Elsa hingga gadis itu menjauhkan kepalanya.
"Bro! Rambutku sudah rapi." Elsa melihat sekeliling. "Dimana Nich?"
"Nicholas masih bersama Lucy." Alvian melihat menu makanan.
Elsa mengernyit. "Lucy?"
"Lucy. Mahasiswi pingsan yang aku ceritakan tadi, Els." Nata mengecek ponselnya sambil sesekali berselfie bersama 8ssabele. Elsa hanya mengangguk.
"Bagaimana kabarmu Elsa?" Alvian berbisik ke Elsa agar teman lainnya tidak terlalu mendengar.
"Ah.. baik, bro."
"Kau menghilang semingguan ini. Kita semua khawatir padamu."
Elsa tersenyum senang. "Terima kasih kalian sudah kHawatir denganku. Tapi sungguh aku baik-baik saja. Kemarin ada beberapa masalah keluarga dan sekarang sudah beres." Elsa berbohong.
Alvian tersenyum dan merangkul Elsa. " benarkah sudah beres? Aku ikut senang mendengarnya. Kemarin-kemarin kau jarang sekali memperlihatkan senyum cantikmu ke aku, kami, besties. Biasanya kau selalu paling ceria." Alvian secara frontal mengungkapkan isi hatinya. Elsa memamerkan gigi putihnya dan menyengir.
Tak berselang lama, pesanan mereka sudah tiba, baru saja mereka akan berdoa, Nicholas memanggil dari kejauhan.
"Besties!"
Serempak semua penghuni kantin termasuk besties menoleh. Dan lagi-lagi para hawa menahan nafas.
"Sini, Nich!" Elsa tiba-tiba bersemangat sampai berdiri dan melambai-lambaikan tangan. Hal ini tentu diperhatiakn oleh Alvian.
Nicholas berjalan mendekat, namun senyuman Elsa tiba-tiba meredup saat melihat siapa yang dibelakang Nicholas. Seorang gadis dengan rambut pirang dan manis. Bukan itu yang membuat Elsa terdiam, tetapi tangan Nicholas yang menggenggam tangan gadis itu. Dan Elsa tahu, wajah gadis itu sudah merona. Elsa duduk dikursinya dan mengaduk-aduk makanan.
Kenapa aku begini? Elsa berpikir dalam hati.
Nicholas tersenyum ceria saat sampai ke meja. "Maaf aku telat. Dokternya baru saja balik, dan dia mengatakan bahwa Lucy boleh ke kantin untuk makan. Maaf juga aku membawanya. Dia sudah mencari kelompoknya, tetapi tidak ketemu. Dari pada sendiri, lebih baik aku mengajaknya. Kalian tidak keberatan kan?"
Yang lainnya mengiyakan.
Semua mata memandang kearah mereka. Fakultas ini memang surganya mahkluk-makhluk indah. Beberapa mahasiswi menatap sinis kearah lucy yang sangat beruntung berada di antara mereka. Dan hal yang membuat mereka semakin tidak terima adalah Lucy yang cocok berada diantara makhluk-makhluk indah itu.
Nicholas duduk disamping Willy dan Lucy disamping Alvian. Formasi lingkaran yang terbentuk adalah Nata-Elsa-Alvian-Lucy-Nicholas-Willy-Issabele. Nicholas menatap kearah Elsa yang hampir berada diseberangnya. Elsa sadar ia ditatap oleh Nicholas dan pura-pura sibuk mengaduk-ngaduk minumannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Embrace
RomancePrivate acak. Follow dulu, kalau mau baca :D -------------------------------------------------------- "Ijinkan aku Elsa. Aku rasa aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi." Nicholas menarik Elsa lebih dekat dan mencium bibir gadis itu dengan lembu...