Krieettt..
Suara decitan keras menggema di ruangan luas ini. Rak dan buku yang terdapat di dalamnya tak mampu meredam suara gemaan itu. Tugas dari dosen membuatnya berada disini selama 3 jam. Ia melihat gadis putih dengan bola mata indah dihiasi rambut ash brown nya. Kegiatan belajarnya terhenti dan focus memperhatikan gadis yang kini sudah sibuk memilih-milih buku di rak statistic.
"Hatchim!!" Lagi-lagi gadis itu membuat keributan kecil di tempat bak kuburan tersebut. Ia melihat beberapa kali gadis itu mengusap-usap hidungnya yang kini sudah tampak merah sambul menundukkan kepala meminta maaf pada pengunjung. Sepertinya dia alergi debu. Pikirnya. Ia pun mendorong kursinya, berdiri, dan menghampiri gadis itu kemudian menyodorkan sapu tangannya. Gadis itu mendongak.
"Lucy?"
"Hai kak. Ini pakailah. Sepertinya kau alergi debu."
Elsa terdiam sesaat. "Terima kasih, nanti akan kucuci bersih."
Lucy mengibaskan tangannya "Tak perlu repot kak. Kau sedang membuat tugas?"
"Ah iya, Prof. Bounty memberiku tugas essay, kau sendiri? Sedang belajar atau latihan olimpiade?"
Lucy tertawa dengan cara dibuat-buat. Ia tahu elsa sedang dihukum membuat 5 essay karena tadi ia sempat menguping pembicaraan Prof Bounty di ruangannya. "Kak elsa, tak semua pengunjung disini adalah orang-orang yang sedang berolimpiade." Lucy tahu, sejak ia memasuki Princeton, kabar mengenai perpustakaan yang hanya diisi orang-orang ambisius dan olimpiade freak itu memang ada dan sudah bersejarah disini.
"Ah maafkan aku. Kalau begitu silahkan lanjutkan kegiatanmu. Dan terima kasih sekali lagi." Elsa mengacungkan sapu tangan pemberian lucy. Ia berusaha seminim mungkin berhubungan dengan adik kelasnya itu. Bukan apa-apa, hanya saja sejak pertemuan di kantin saat masa orientasi, elsa merasa tidak nyaman dengan keberadaan lucy. Feeling elsa mengatakan bahwa lucy tak menyukainya entah karena apa. Dan itu hanya feeling yang berusaha elsa enyahkan. Apalagi saat tadi elsa mendengar suara tawa lucy yang terdengar seperti meremehkan.
Oh! Kenapa aku sensitive begini.
"Bagaimana kalau kita mengobrol sebentar sehabis dari sini, kak? Aku ingin sekali mengenal kalian, sepertinya kalian sangat seru." Lucy menggapai tangan elsa dan mendekapkan di depan dada.
Elsa mengernyit tak suka dengan tindakan akrab lucy. "Kalian?"
"Kalian, Kak elsa dan teman-teman kak elsa waktu ini."
"Besties maksudmu?" Elsa mengangguk-angguk memahami.
Raut muka lucy berubah sedikit namun hanya beberapa detik dan kembali tersenyum. "Ah jadi kalian memiliki sebuah nama. Unik sekali. Bagaimana?"
"Maaf lucy, tapi.."
"Sekali saja kak, please?" Lucy terkesan memaksa. Ia mengatupkan kedua tangannya membentuk permohonan.
Elsa menghela nafas. "Baiklah, tapi tidak bisa lama-lama lucy, aku harus menyelesaikan tugas ini."
"Tak masalah." Senyum yang tidak dapat terdefiniskan tersunggih di bibir lucy. Ia kembali ke mejanya, dan elsa berjalan cepat ke rak teknologi yang kebetulan jauh dari meja lucy berada. Segera ia mengambil ponselnya dan tak lupa mengubahnya jadi mode bisu. Ia mencari nama nata di ponselnya dan mengiriminya satu pesan.
Bisa ku telepon? Tak selang berberapa detik, balasan dari nata muncul.
Bisa.
Elsa segera berlari kecil ke dalam toilet yang kebetulan berada di samping ruangan perpustakaan. Ia menelepon nata dan terdengar bunyi nada sambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Embrace
RomancePrivate acak. Follow dulu, kalau mau baca :D -------------------------------------------------------- "Ijinkan aku Elsa. Aku rasa aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi." Nicholas menarik Elsa lebih dekat dan mencium bibir gadis itu dengan lembu...