"Kenapa sepertinya hanya aku yang menderita, sedangkan dia tidak? Tidak adil" - Elsa Danich
Churrascaria Plataforma. Menjadi sasaran keluarga Fabian kali ini. Restaurant bintang 5 yang terletak di 316 W 49th St, Kota New York yang menyuguhkan makanan steak dan barbekyu dengan cita rasa masakan khas Brazil ini memiliki beribu meja untuk pengunjung. Lampu temaram namun sangat elegan dan romantis menemani semua pengunjung yang sedang lahap dengan daging steaknya.
"Ah! Itu teman papa. Kevin!" Mr. Bryan memanggil temannya. Seseorang yang bernama Kevin menoleh. Nich melihat hanya ada seorang pria dan seorang wanita. Dan tentunya itu istri Kevin.
"Oh... Bryan. Aku senang sekali melihatmu." Mr. Kevin memeluk hangat Bryan. Mereka teman semasa kecil hingga SMA.
"Olive, apakabar?" Mr. Bryan menjabat tangan Olive—istri Mr. Kevin. Yang dipanggil Olive tersenyum hangat. "Kabarku baik, Mr. Bryan."
"Olive, my bestfriend. Oh... aku rindu sekali." Kali ini Mrs. Amy memeluk hangat Mrs. Olive. Dan menjabat tangan Mr. Kevin. Nich hanya kikuk melihat pertemuan keempat orang itu.
"Apakah ini Nicholas?" Mrs. Olive takjub melihat Nich. "Astaga.. dia sudah sebesar dan setampan ini." Mrs. Olive pun memeluk Nich. Disusul dengan jabatan tangan hangat oleh Mr. Kevin.
"Mari duduk." Mr. Bryan mempersilahkan keluarga Mr. Kevin untuk duduk.
"Maaf saya telat." Tiba-tiba sebuah suara berhasil menghentikan mereka berempat untuk duduk di kursi masing-masing.
***
"Apa? Dia kembali?" Issabele malam ini menginap di penthouse Elsa. Kamar Elsa didominasi dengan nuansa warna crème itu memiliki jendela yang sangat lebar yang artinya ruangan itu sangatlah luas untuk ditempati Elsa seorang diri *ini baru kamarnya- belum ruangan yang lain*. Terdapat dua sofa empuk dengan warna senada.
Tadi sore, Elsa menelepon Issabele meminta untuk menemaninya. Awalnya Elsa ingin mengajak Nata juga tetapi karena Nata sedang sibuk acara keluarga iapun izin untuk hadir. Namun, saat ini Nata sedang video call dengan Elsa dan Issabele. Nata berkata ia memiliki feeling bahwa Elsa sedang bad day dan ada sesuatu hal yang terjadi dan tentunya Nata tidak boleh melewatkannya.
"Iya dia kembali."
"Bagaimana kau tahu? Maksudku.. apakah dia menghubungimu? Kapan?" Nata bertanya tak sabaran.
"Dia memang selalu berusaha menghubungiku. Melali medio social. Aku kaget sekali begitu mengetahui bahwa ia berada di sini. New York. Setelah 2 tahun ia pergi secara tiba-tiba." Elsa menghela nafas.
"Apakah dia menghubungimu dan mengatakan bahwa ia di sini?" Issabele menatap Elsa dengan tatapan sendu.
"Tidak. Dia tidak menelpon atau mengirimiku pesan."
"Lalu?"
"Dia datang." Elsa menutup wajahnya dengan bantal sambil tiduran di sofa empuk dan besar. Helaan nafas lagi-lagi muncul dari bahasa tubuhnya.
"Dia kesini? Ke penthousemu??" Nata berteriak kaget dari seberang telepon.
"Bukan. Jadi.. tadi sore aku kehujanan. Yah.. seperti kata Nata, aku mungkin lebih baik diam di penthouse saja. Aku menunggu taxi, dan dari sekian banyak taxi hanya 1 taxi yang mau berhenti."
"Dan ternyata si sopir taxi adalah dia?" Issabele menerka-nerka.
"HAHAHA. Gila saja kau. Pria high class seperti dia jadi sopir taxi? Dunia sudah berubah tanpa aku sadari." Elsa tertawa sinis. Nata dan Issabele hanya mengendikkan bahu.
"Dia menumpang di taxi itu. Dia sengaja meminta sopir taxi untuk berhenti. Dan dia mengantarku sampai ke depan lobi." Lanjut Elsa masih dengan wajah tertutup bantal.
"Seriously????" Issabele yang kali ini berteriak kaget. Bahkan popcorn dipangkuannya jatuh berserakan di karpet berbulu tebal di ruang TV.
"Hei. Kalau kaget, tidak perlu sampai membuat penthouseku kotor." Elsa bersungut-sungut.
Issabele mengabaikan keluhan Elsa. "Jadi bagaimana setelah dia mengantarmu? Kamu mengajak dia masuk?"
Elsa melempar bantalnya ke arah Issabele. "Gila."
"Astaga. Elsa maafkan aku, aku tidak bisa menemanimu hari ini. Aku pastikan besok malam aku akan menginap disana, oke darl? Aku tutup dulu ya, aku yakin Dad dan Mom sudah dongkol menungguku. Mereka sepertinya sudah di meja makan." Sambungan video call pun terputus.
***
"Maaf saya telat."Sebuah suara berhasil menghentikan Nicholas untuk duduk di kursinya. Dia pun menoleh ke belakang ingin melihat si pemilik suara. Tinggi 179cm, rambut lurus coklat kemerahan, mata memancarkan keramahan seperti Mr. Kevin sekaligus memancarkan rasa percaya diri yang amat tinggi seperti milik Mrs. Olive.
***
Cuap cuap dari penulis :
Kira-kira siapa anak dari Mr. Kevin?
Segitu dulu. terima kasih sudah membaca, dan jangan lupa vote. Thanks xoxo
Selasa [13 Mar 2018]
KAMU SEDANG MEMBACA
Embrace
RomancePrivate acak. Follow dulu, kalau mau baca :D -------------------------------------------------------- "Ijinkan aku Elsa. Aku rasa aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi." Nicholas menarik Elsa lebih dekat dan mencium bibir gadis itu dengan lembu...