39. Kesakitan

22 1 0
                                    

"Apa?! Mario hampir memperkosa Elsa? Keparat lelaki itu!" Nata menggebrak meja belajarnya ketika malam itu, Nicholas mengabarinya. "Lalu bagaimana keadaan Elsa sekarang?"

"Dia sudah tidur. Kalau kau ingin menjenguknya, besok pagi saja. Aku rasa dia masih shock. Bahkan saat tertidur, tubuhnya tetap menggigil."

"Kau tinggalkan dia sendiri di penthousenya? Bagaimana kalau ternyata Mario memiliki komplotan?"

"Tenang saja, Elsa sekarang di penthouseku. Aku pastikan dia aman 24 jam."

Nata tersenyum. "Baiklah. Yang penting Elsa sudah membaik, terimakasih, Nich. Aku besok akan kesana bersama Issabele." Nata mengakhiri sambungan telepon.

Nicholas beranjak dari sofa menuju lantai 2 ingin mengecek Elsa yang tadi sudah tertidur di kamarnya. Pukul sudah 2 dini hari, ia sebaiknya tidur agar besok bisa mengurus kejadian ini. Baru saja Nich memegang engsel pintu, terdengar bunyi aneh dari dalam kamarnya. Segera ia membuka pintu itu dengan keras dan tidak menemukan Elsa di tempat tidur.

"Elsa?" Nicholas mengedarkan pandangannya ke seluruh kamarnya yang luas, sampai akhrnya ia mendengar suara muntahan dari dalam kamar mandi. Pintu kamar mandi tak tertutp, dilihatnya elsa sedang muntah di wastafel dengan wajah pucat serta keringat yang mengalir di dahinya.

"Elsa, kau kenapa? Ada yang sakit?" Nicholas mengelus tengkuk dan punggung elsa agar gadis itu lebih nyaman.

"Nich.. pu..sing" Elsa menoleh dengan lemah kearah Nicholas dan detik itu juga tubuhnya merosot ke lantai jika saja Nicholas tidak cepat menahannya.

"ELSA!!" Nicholas langsung membopong tubuh Elsa dan segera berlari kearah lift. Dilihatnya Elsa yang bergeming namun keringat masih mengalir di pelipis gadis itu. "Tolong bertahanlah." Seumur hidupnya, baru kali ini Nicholas merasa menyesal telah tinggal di penthouse dengan lantai 90. Ia merasa lift ini berjalan dengan sangat lambat.

Sesampainya di basement parkir, Nicholas segera memasukkan Elsa di jok belakang mobil, dan menyelimutinya karena tubuh Elsa menggigil. Tidak dihiraukannya penampilan dirinya yang hanya memakai kaos putih polos tanpa lengan serta celana selutut yang sudah tampak lusuh karena sering dipakai.

***

Alvian, Willy, dan Nata berlarian di lorong rumah sakit, menuju ruang IGD dimana Elsa berada. Saat itu juga Nicholas memang menghubungi Alvian mengatakan bahwa Elsa masuk rumah sakit. Issabele tak bisa datang karena keluarganya tak mengijinkan ia untuk pergi jam 2 dini hari.

"Bagaimana Elsa? Kau bilang dia sedang tertidur dan sudah membaik?" Nata terlihat sangat khawatir.

"Iya, tadi dia sudah tertidur. Saat kita selesai mengobrol, dia sudah muntah-muntah dan pingsan. Padahal tubuhnya tidak panas, dia hanya mengatakan pusing."

"Bersabarlah, kita tunggu dokternya mengatakan apa." Willy menengahi mereka berdua.

Selang 30 menit, pintu IGD terbuka menampilkan seorang dokter paruh baya. Ia menghampiri Nicholas dan yang lainnya.

"Bagaiaman dok?" Tanya mereka berempat serempak.

"Kalian tidak perlu khawatir, masa kritisnya sudah lewat. Nona Elsa mengalami overdosis sehingga tubuhnya bereaksi. Untung saja Anda segera membawanya kemari. Pasien akan segera di pindahkan ke ruang inap. Omong-omong, dimana keluarganya?"

"Keluarganya sedang tak menetap di New York, dok. Mereka tinggal di London, sehingga Elsa diserahkan ke kami, temannya." Nata mewakili untuk berbicara.

"Baiklah, kalau begitu saya harap dia dijaga dengan ketat. Karena setelah mendengar cerita Nicholas, Elsa kemungkinan masih dalam bahaya, apalagi kondisinya masih sangat riskan."

Mereka berempat serempak mengangguk dan berterima kasih. Dokterpun kembali masuk kedalam.

"Nich, aku ke kantin sebentar untuk membeli air. Kau terlihat sangat pucat." Alvian menatap temannya, yang di balas anggukan oleh Nicholas. Alvian ke kantin bersama Willy.

Nicholas mengeluarkan ponselnya dan hendak menghubungi seseeorang. Nata mencegah, "Kau menghubungi siapa?"

"Aku menghubungi ibuku, aku mau bertanya berapa nomer ponsel orang tua Elsa."

Nata menggeleng. "Jangan. Lebih baik kedua orang tuanya tidak tahu hal ini."

Nicholas mengernyit tak mengerti. "Tapi.. bagaimana kalau elsa kenapa-kenapa? Orang tuanya harus tahu hal ini."

Nata bersikeras menggeleng. "Kau tak tahu. Lebih baik ikuti saja kata-kataku." Nicholas menatap mata nata mencari sebuah jawaban disana. Namun yang ia temukan hanya tatapan tajam nata yang menyiratkan bahwa ucapannya serius dan tidak terbantahkan.

"Baiklah." Nicholas dan nata duduk di salah satu kursi di depan IGD sambil menunggu Elsa yang akan di pindahkan.

Alvian dan willy sudah tiba dengan membawa 4 botol air mineral. Nicholas mengambilnya dan meneguk habis air itu. Ia sadar bahwa sedari pulang dari pesta Lucy, ia belum makan atau minum sama sekali. Suasana mendadak hening dengan pemikiran mereka sendiri-sendiri sampai terdengar bunyi ponsel dari saku alvian.

"Selamat pagi? Ya bagaimana? Sendiri? Sudah anda periksa? Baiklah. Besok saya akan segera kesana." Alvian memutuskan sambungan dan menoleh ke teman-temannya. "Kata polisi, Mario bekerja sendiri."

***

Elsa sudah berada di ruang VVIP sesuai dengan keinginan Nicholas. Dua pengawal bersiaga di depan pintu, yang di instruksikan oleh Alvian, mengingat Ayahnya yang notabene Presiden Amerika, memiliki banyak pengawal pribadi.

Semua anggota besties ada disana, mereka dengan sabar menunggu Elsa sadar. Gadis pucat itu betah tertidur hingga pukul 11 siang. Pagi tadi Issabele segera menuju rumah sakit, ia sedari pagi dini hari tak bisa tidur mencemaskan sahabatnya.

"Nicholas, kau pulanglah dulu, kau dari kemarin belum makan. Aku tidak mau diantara kita ada yang sakit lagi. Biar Elsa, aku dan Issabele yang jaga. Kalian bersihkan diri dulu. Nanti kita gantian. Lagi pula sudah ada dua pengawal di depan."

Nicholas tetap bergeming di samping elsa sambil menggemgam jemari kecil itu.

"Nicholas." Nata kembali menegur Nicholas. "Aku tahu kau sangat khawatir. Kami juga. Tapi bukan berarti kau tidak mempedulikan tubuhmu juga." Nata menyeret tangan Nicholas agar pria itu bangun dari kursi yang ia duduki sejak 8 jam yang lalu.

"Baiklah. Kau menitip makanan?" Nata mengangguk.

Nicholas dan willy beranjak dari tempat duduk mereka. namun Alvian tidak. "Aku akan disini, walaupun ada penjaga, akan lebih baik jika satu laki-laki di dalam. Lagipula nanti jam 1 aku akan ke kantor polisi."

"Aku yang akan kesana." Nicholas menatap tajam Alvian. Ia ingin melihat Mario. Alvian mengerti. "Kita berdua kesana." Nicholas mengangguk dan keluar dari ruangan bersama Willy.

***

EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang