21. Jawaban

28 3 1
                                    

"Kenyang sekali." Willy mengelus-elus perutnya yang kini lebih bervolume daripada sebelumnya. Tetapi tetap tak mengurangi ketampanannya.

"Sehabis ini kau kemana, Will?" Issabele bertanya sambil membersihkan bibirnya dengan tissue.

"Aku tidak ada kegiatan lagi, mungkin bisa menemanimu di ruang kepengurusan." Willy mengedipkan sebelah matanya. Issabele tersipu malu.

"Kapan jadinya, sih kalian? Jujur saja aku yang tidak tahan melihat hubungan tanpa status kalian." Nata melemparkan tisuenya ke Willy. "Kau pria. Tapi tidak peka!" Semuanya tertawa kecuali Elsa. Ia sedang sibuk memeriksa ponselnya yang sedari tadi bergetar.

"Ada masalah Els?" Nicholas bertanya kepada Elsa yang sedari tadi terlihat tak nyaman.

Elsa tersentak dan menatap Nicholas. Ia berusaha tersenyum sewajarnya. "Tidak kenapa, Nich." Ia lalu melihat layar ponselnya dan mengetikkan sesuatu. Nicholas menatapnya tajam. Bukan senyum Elsa yang biasanya. Lucy mengernyit memerhatikan hal itu.

Elsa bergerak tak leluasa di kursinya. Ia baru saja mendapat pesan dari Mario, bahwa Mario ke kampusnya karena alasan bohong Elsa tadi pagi. Mau tak mau Elsa harus menemui Mario. Ia pun mendorong kursinya ke belakang. Semua teman-temannya menoleh.

"Mau kemana, Els?" Nata melihat Elsa menyeruput minumannya hingga tak tersisa.

"Ah.. aku harus ke parkiran, ada yang tertinggal. Nanti aku menyusul, ya." Aku Elsa, berbohong.

"Aku ik..." Nicholas yang awalnya ingin ikut, tertahan oleh sentuhan Lucy di lengannya.

"Kak Nicholas, bisakah kakak mengantarkan aku ke ruang TU? Aku belum hafal denah kampus ini. Jika tidak keberatan." Lucy menatap penuh harap ke Nicholas. Nata yang melihat, seketika mendelik kearah lucy. Dia tahu gelagat wanita yang menyukai pria.

Nicholas mengerjap melihat Lucy dan Elsa yang sudah berdiri. Nicholas menghela nafas kecil. Ia adalah ketua kepengurusan. Sudah semestinya dia membantu mahasiswi baru.

"Baiklah, Lucy. Aku antarkan sekarang." Semoga dugaanku salah. Nicholas meyakinkan diri. Dia tahu, Elsa berbohong kepada semuanya. Sepertinya ada yang menunggunya di parkiran. Dan pikiran Nicholas tertuju pada Mario.

Elsa bergeming. Ia tahu awalnya Nicholas mau ikut bersama dirinya. Tapi si-rambut pirang itu mencegahnya. Elsa pun berbalik dan pergi menuju parkiran. Apa yang aku harapkan, sih.

***

Elsa menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sosok Mario. Di sudut parkiran, yang tertutupi pohon rimbun, Mario berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke saku. Ia tidak menyadari kehadiran Elsa.

"Mario.." Elsa menyapa duluan, Mario langsung menoleh dan tersenyum. Senyuman yang dulu Elsa sangat sukai.

"Elsa. Maafkan aku menggangu waktumu." Mario menarik tangan Elsa dan mengajaknya ke masuk ke mobil hitam Mario. Elsa menahan tangan Mario.

"Tidak bisakah kita bicarakan disini saja? Perlu di mobilmu?"

"Aku kira kita memerlukan privasi?"

"Disini sudah cukup, Mario. Hanya ada kita disini. Bicaralah."

"Kau masih menutup diri, Elsa."

"Apakah kau kesini hanya untuk bertanya itu?"

"Tidak. Ada sesuatu yang ingin aku beritahu. Tapi kau jangan marah dulu, maksudku.. aku tahu, ini egois, tapi aku rasa aku perlu jujur mulai sekarang."

Elsa memutar bola matanya. "Tidak bisakah kau tidak berbelit-belit? Aku sudah cukup pusing hari ini."

Mario terdiam sesaat. Kemudian ia menghadap ke Elsa dan memegang kedua lengan Elsa. Tatapannya sangat serius dan dalam, membuat Elsa mengalihkan pandangan.

"Ikutlah denganku besok ke Paris, Elsa."

***

"Tidak. Ada sesuatu yang ingin aku beritahu. Tapi kau jangan marah dulu, maksudku.. aku tahu, ini egois, tapi aku rasa aku perlu jujur mulai sekarang."

"Tidak bisakah kau tidak berbelit-belit? Aku sudah cukup pusing hari ini."

Mario terdiam. Kemudian menghadap ke Elsa dan memegang kedua lengan Elsa. Tatapannya sangat serius dan dalam, membuat Elsa mengalihkan pandangan.

"Ikutlah denganku besok ke Paris, Elsa."

Nata terenyak saat ia mendengar apa yang dikatakan Mario. Ia sedari tadi mengikuti Elsa karena curiga. Dan tebakannya benar.

"Lepaskan aku, Mario." Elsa berusaha melepas tangan Mario di lengannya. Namun Mario semakin mengeratkan pegangan itu. "Mario! Aku minta lepaskan tanganmu. Lenganku mulai sakit." Mario akhirnya melakukan permintaan Elsa.

"Maafkan aku."

"Kau tahu? Kau makhluk paling egois yang pernah aku kenal!" Elsa mulai tersulut emosi. "Aku bahkan belum menerimamu di kehidupanku, tapi kau melunjak. Sekarang kau memintaku untuk menemanimu ke paris?? Kau gila! Dari dulu kau selalu memikirkan dirimu sendiri. Kau sama sekali tidak pernah melihat diriku. Kau tidak memikirkan bagaimana pendidikan ku disini, teman-temanku, dan semuanya?" Elsa pun berdiri dari kursi yang ia duduki bersama Mario. "Dengan bodohnya aku sempat memikirkan untuk kembali bersamamu. Terima kasih telah membuatku sadar. Aku akan menjawabmu sekarang dan jawabanku tidak." Tiba-tiba saja perasaan Elsa ringan seperti ada beban yang terangkat. Inilah keputusannya. Tidak kembali ke masa lalu. Elsa pun bergegas meninggalkan Mario.

Namun tangannya di genggam oleh Mario. "Tunggu, Elsa."

"Lepas." Elsa berusaha melepaskan genggaman Mario. "Kau tau, kau itu menyakiti tanganku!" Mario menatap Elsa dengan tatapan tajam. Ia tidak pernah di tolak oleh wanita manapun. Tetapi tidak dengan Elsa. Elsa sudah 2x menolaknya bahkan lebih. Harga dirinya benar-benar jatuh di depan wanita ini.

"Lepaskan tanganmu itu, pria laknat!!"

PLAK. Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Mario. Nata menamparnya. Nata pun menarik Elsa agar mendekatinya.

"Kuingatkan sekali lagi, jika aku melihat kau menyakiti temanku, aku tidak segan-segan denganmu. Camkan itu." Nata pun mengacungkan telunjuknya kehadapan Mario. Ia benar-benar habis kesabaran. "Dan perlu kau tahu, sudah lama sebenarnya aku ingin menamparmu dengan tanganku ini. Karena sifat dan sikapmu yang jauh dari kata-kata gentleman!"

"Kau tidak perlu ikut campur dalam urusanku dengan Elsa!" Mario menatap tajam kearah Nata.

"Aku akan ikut campur kalau kau menyakiti Elsa. Dari kemarin aku sudah menahan diri. Dan lihat sekarang. kau tidak berubah dari Mario yang dulu." Nata pun berbalik dan mengajak Elsa yang sedari tadi terdiam. Baru beberapa langkah, Nata berbalik dan menatap Mario yang masih memegang pipinya yang sudah merah. "Jangan kau menampakkan diri lagi di Manhattan ataupun kampus ini terlebih lagi di depan Elsa." Tatapan Nata sangat dingin seakan-akan siap membunuh Mario.

***

"Kau sih, Nat. Isi menampar Mario segala. Lihat telapak tanganmu, jadi merah kan." Elsa dan Nata sudah berada di ruang istirahat. Nata mengompres telapak tangan Nata.

"Kenapa Nata?" Nicholas masuk ke ruangan itu.

"Tidak apa-apa Nich. Tadi aku hanya menepuk nyamuk yang menyebalkan." Nata pun mendengus kesal.

"Nyamuk yang sangat besar pastinya sehingga membuat telapak tanganmu memerah dan terlihat sedikit bengkak ya, Nat." Nicholas melanjutkan alasan nata yang mengaco.

Nata terkekeh. Lalu ia melihat kearah pintu masuk. "Dimana adik kecilmu itu?"

Nicholas mengernyit. "Adik kecil?"

Nata memutar bola matanya. "Siapa lagi kalau bukan si rambut pirang."

Nicholas mengendikkan bahu. "Ia sudah kembali ke kelompoknya." Nicholas menuju ke lemari es dan mengambil beberapa minuman. "Untukmu, Elsa."

Elsa yang sedari tadi fokus membasuh telapak tangan Elsa dan memberinya salep, menoleh. "Terima kasih, Nich. Tolong letakkan di nakas dulu, tanganku masih berisi salep." Elsa tersenyum riang, seriang hatinya.

"Akhirnya senyumanmu kembali lagi Elsa." Lagi-lagi Nicholas mengatakan hal yang membuat Elsa merona.

"Elsa sudah selesai? Aku ingin keluar. Aku berasa obat nyamuk disini." Nata menatap sinis kearah Nicholas. Yang di tatap hanya pura-pura tak tahu.

***

EmbraceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang