Nicholas membaca pesan dari Elsa 3 jam yang lalu. Gadis itu meminta bertemu di Garden Square pukul 8 malam. Sekarang sudah menunjukkan pukul 6 sore dan Nicholas sudah pergi dari penthousenya 20 menit yang lalu. Menuju pusat Kota Manhattan.
"Hai Kak Nicholas." Lucy saat itu mengenakan pakaian terusan polos namun terlihat sangat pas ditubuhnya yang langsing. Siapapun tidak menyangkal bahwa Lucy merupakan anugerah indah ciptaan tuhan. Tapi bagi Nicholas, anugerah ter-indah ciptaan Tuhan adalah Elsa *mommynya anugrah ter-segalanya keculi terindah saja :v*
"Maaf sore-sore meminta kakak ke sini."
"Tidak apa-apa Lucy." Nicholas duduk dihadapan Lucy. Saat tadi membaca pesan dari Elsa, Lucy juga mengiriminya pesan untuk bertemu.
"Bagian mana yang tidak kau mengerti?" Nicholas bertanya tanpa basa basi. Ia harus tepat waktu jika tidak ingin terlambat bertemu Elsa.
"Tidakkah kita makan terlebih dahulu? Kakak tidak lapar? Lagipula ini baru jam 6.10 masih banyak waktu untuk sampai jam 8."
Nicholas sungkan untuk menolak. "Baiklah."
Lucy meminta bantuan Nicholas untuk mengajarkannya materi AI Advance yang kebetulan mereka sekelas. Nicholas mengiyakan karena berpikir 2 jam saja cukup untuk mengajarkan gadis pintar itu. Namun dugaannya salah. Nyatanya sudah 3 jam ia disini bersama Lucy sedari pukul 6.10 yang artinya sekarang sudah pukul 9.00 malam. Ia tersentak kaget dan berdiri, menghentikan kegiatan mengajarnya ke Lucy.
"Ada apa Kak??"
Nicholas menatap Lucy dengan gusar. "Kau sengaja ya? Kenapa tidak ingatkan aku sejam yang lalu?"
Lucy menutup mulutnya tersentak kaget. "Astaga. Maaf Kak. Lucy lupa." Nicholas mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi, ia juga ikut andil dalam keterlambatan ini. Nicholas tahu bahwa ia selalu keasyikan bila sedang mengoding program apalagi jika terjadi error membuatnya menemukan tantangan yang harus diselesaikan. Ia sudah meminta Lucy untuk mengingatkannya. Seharusnya ia memasang alarm. "Maaf. Aku tak bermaksud menuduhmu. Aku panik. Lucy, besok saja kita lanjutkan. Aku harus pergi." Nicholas mengambil jaket denimnya dan menyambar kunci mobil yang terletak di meja cafe. Hatinya berharap semoga Elsa tidak marah. Namun ia melupakan satu hal.
***
Udara dingin menembus kulit Elsa. Sudah satu jam lebih dia menunggu sambil menggenggam segelas coffee hangat untuk menghangatkan telapak tangannya yang serasa membeku. Musim dingin akan segera tiba. Ia mengecek ponselnya dan tidak ada tanda-tanda balasan dari Nicholas. Ia akhirnya menelpon pria itu. Terdengar nada sambung 3x sampai akhirnya terangkat.
"Halo?"
Deg. Elsa terdiam. Suara wanita. Tapi Elsa tahu itu bukan suara ibunya Nicholas karena Elsa pernah berbicara di telepon.
"Ha-halo. Ini benar ponselnya Nicholas?"
"Iya benar."
"Nicholasnya.." Belum sempat Elsa menyelesaikan kalimat, suara wanita diseberang melanjutkan.
"Nicholasnya sedang sibuk. Kalau boleh tahu, ada apa? Ini siapa ya? Mau titip pesan?"
Elsa meneguk ludahnya yang terasa berat di kerongkongan. Bulu kuduknya meremang. Jantungnya mencelos mendengar kalimat wanita itu. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali meminta kesadaran. "Ah.. tidak ada. Terima kasih." Elsa langsung menutup ponselnya dan berdiri. Kemudian membuang minumannya di tong sampah disamping bangku tersebut.
"Bodohnya aku menunggu dia sampai kedinginan seperti ini." Elsa menghentakkan kakinya dengan keras.
Diseberang telepon, Lucy tersenyum licik penuh kemenangan.
***
Nicholas berlari menuju Garden Square namun nihil. Tak ada tanda-tanda Elsa disana. Ia memang sudah pasrah sedari tadi, kecil kemungkinan Elsa masih sabar menunggunya di saat cuaca yang sangat dingin ini. Namun perhatiannya tertuju pada bangku taman yang berisi sebuah gelas coffee. Diambilnya gelas kertas itu masih terisi full dan masih hangat. Entah mengapa feellingnya mengatakan bahwa Elsa belum begitu jauh dari sini. Dipaksanya kedua mata Nicholas untuk melihat ke segala arah untuk menemukan sosok mungil Elsa di tengah keramaian orang yang berlalu lalang. seulas senyum cerah tercetak diwajah tampannya. Dilihatnya gelas coffe itu sejenak. Karena itu minuman favoritnya.
Nicholas segera berlari kearah Elsa yang masih berjalan pelan dengan kedua tangan berada di dalam saku coat. "Elsa." Nicholas menahan lengan Elsa dan membuat gadis itu tersentak kaget.
"Nich??" Elsa terperanjat kaget melihat keberadaan Nicholas.
"Kenapa kau meninggalkan minuman ini?"
Elsa bergeming mengikuti arah gelas coffe tersebut. "Itu awalnya untukmu."
Nicholas kembali tersenyum. "Maafkan aku.." Nicholas langsung merengkuh Elsa dalam dekapannya dan mengelus puncak kepala gadis itu. Elsa terdiam kaku. Kemudian dia membuat jarak dengan Nicholas dan menunduk.
"Kau menangis?"
"Tidak. Ini karena mataku perih. Kau tahu cuaca sekarang." Kilah Elsa.
"Maafkan aku, Elsa." Nicholas memegang kedua lengan Elsa dan menatapnya.
"Katanya kau sibuk?"
"Kata siapa?"
"Kata.. tadi, di telepon?" Elsa bergumam karena tidak paham dengan situasi yang tiba-tiba.
"Apa? Tidak terdengar, suaramu kecil sekali. Astaga, sepertinya kau memang sudah sangat kedinginan. Ikut aku." Nicholas menggenggam tangan Elsa yang sudah membeku. Ia membawanya ke dalam mobil Nicholas.
"Kita kemana Nich?"
"Ke penthouseku, akan kubuatkan kau coklat panas. Atau kau mau teh hijau? Aku akan memberikan satu rahasia padamu. Aku ini sangat ahli membuat teh hijau."
Elsa terbatuk-batuk kaget. "Pent...penthouse kau bilang?"
Nicholas tersenyum tulus. "Iya penthouseku. Kau keberatan?"
"Tidak.. bukan itu maksudku.." Elsa bingung harus berkata apa.
Nicholas tertawa kecil. "Kau masih tak enak soal waktu itu?"
Elsa melotot dan meninju lengan Nicholas. "Nich! Aku malu."
"Hahahaha, kau sangat menggemaskan, Elsa." Nicholas mengusap lembut kepala Elsa.
"Nich, aku serius.. maksudku.. kejadian itu.. kita berteman Nich. Tapi masa melakukan hal itu?"
"Jadi menurutmu, kalau kita lebih dari sekedar teman, baru boleh melakukannya?"
Elsa salah tingkah. "Ya mungkin?" Elsa lebih bertanya ke diri sendiri. Sebenarnya apa yang ia pikirkan ia sendiri tak tahu.
"Kalau begitu, bukankah lebih baik kita lebih dari itu?"
Elsa kaget dan bergeming. Lalu menoleh kearah Nicholas. "Kau.."
"Aku tidak mengatakan seperti yang kau pikirkan, Elsa. Kau kenal aku. Aku tak mungkin melakukan segala upaya agar bisa memiliki fisikmu semata." Ungkap Nich berterus terang.
"Maaf, aku tidak berpikir seperti itu."
Lagi-lagi Nicholas mengusap lembut puncak kepala Elsa seperti itu adalah yang wajar dan harus dilakukannya setiap bertemu gadis itu.
"Kalau begitu, kau mau ke penthouseku? Tenang, kau akan utuh keluar dari penthouseku nanti."
Elsa meninju lengan Nicholas. "Nich!!" yang disambut gelak tawa dari pria tampan itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Embrace
RomancePrivate acak. Follow dulu, kalau mau baca :D -------------------------------------------------------- "Ijinkan aku Elsa. Aku rasa aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi." Nicholas menarik Elsa lebih dekat dan mencium bibir gadis itu dengan lembu...