"When I care, you don't care. When I hope, you flat and you make me hopeless. It's okay, I'm fine."
___________
"Bangsat!"
Kedua remaja itu menoleh dengan ekspresi terkejutnya. Nadia memandang datar kearah Desta. Desta, cowok itu meringis merutuki mulutnya yang bicara sembarangan. Bagaimana bisa dia mengatakan hal yang tidak disukai gadisnya itu? Tapi, bukankah ini semua bukan kesalahannya? Ya, Bunda Nadia yang menyebabkan ini semua. Bunda yang menyulut emosi Desta hingga dirinya tidak bisa mengontrolnya.
"Makannya, jadi anak jangan emosian," Desta menoleh, dia melihat Bunda yang nampak terkekeh, entah sejak kapan beliau sudah berada disini. "Bun, astaga." Desta kembali meringis.
"Ada apa, Bun?" Laki-laki yang disebut Bunda sebagai 'selingkuh'-annya Nadia angkat bicara.
"Ini, lho. Desta datang-datang langsung panik nyari Nadia, yaudah Bunda bilang aja kalau Nadia di belakang lagi 'selingkuh'."
Laki-laki itu tersenyum tipis. "Bunda, nggak baik bilang gitu. Bunda 'kan tau kalau pacarnya adek ini posesifnya gak ketulungan." ujarnya sambil menghampiri Desta dan bertos dengannya.
"Sorry, Bang. Soal omongan gue tadi,"
"Santai aja kali. Lain kali, kalau emosi di kontrol." Desta tersenyum lega pada Vino, kakak sepupu Nadia.
Vino sudah terbiasa memanggil Hanum dengan sebutan Bunda, selain Hanum yang memintanya juga karena Vino yang memang membutuhkan seorang Ibu. Ibu Vino yang merupakan kakak ipar Hanum meninggal sejak dia duduk di bangku kepas satu SMP akibat penyakit yang di deritanya. Vino tinggal bersama dengan Papa nya yang merupakan kakak kandung Hanum. Tapi, ia terpaksa berpisah karena tuntutan pekerjaan Papa nya sebagai seorang pebisnis sukses yang mengharuskan mengurus pekerjaan dan beberapa proyek di negara lain.
Vino kini tinggal sendiri di rumahnya, hanya di temani asisten rumah tangga yang telah setia mengabdi selama belasan tahun pada keluarganya. Jika ia sedang suntuk dengan tugas kuliah, atau apapun, Vino biasanya akan mengunjungi rumah ini, entah itu untuk numpang ataupun sekedar menjahili sepupu perempuannya itu, Nadia.
"Iya, gimana gue gak kalap waktu Bunda bilang Nadia lagi 'selingkuh'?" perkataan Desta membuat Vino terkekeh pelan. Ia sudah maklum dan terbiasa dengan sikap Desta yang satu ini.
"Yaudah sana! Lo mau ketemu sama Nadia 'kan?" Desta tersenyum dan mengangguk. Vino meninggalkan Desta, dan sempat melirik kearah Nadia yang tersenyum masam, dilanjut juga dengan Bunda, yang entah kapan sudah pergi. Pantas saja tidak ada yang mengoceh sedari tadi.
Desta mengalihkan perhatiannya pada Nadia yang sedari tadi diam. Gadis itu juga tengah memperhatikannya, dengan senyuman masam. Entah kenapa, ketika Desta memandang Nadia dia tersenyum. Ada kerinduan yang membuncah di dalam dirinya.
"Nad," panggilnya ketika berdiri tepat di hadapan Nadia. Nadia mendongak menatap manik mata milik Desta, "ngapain kamu?"
Bukannya menjawab, Desta justru mendekap erat Nadia. Dia bisa merasakan punggung Nadia yang menegang ketika dia berhasil membawa gadisnya dalam dekapannya. "Maaf." gumamnya.
Nadia mencoba melepas pelukan Nadia, namun Desta malah semakin mendekap erat tubuhnya. Nadia membenci ini. Sungguh, Nadia membenci ketika Desta mendekap erat tubuhnya. Bagaimana pun juga ini salah, sangat salah, sungguh.
"Desta, aku nggak bisa napas," alibinya.
Mendengar itu, Desta mengurai pelukannya dan memandang Nadia yang berusaha mengontrol deru napasnya, "ngeselin banget sih!" balas Nadia kesal. Desta yang melihatnya terkekeh ringan, jika Nadia sudah bersikap seperti ini, itu tandanya Nadia mulai mau kembali berbicara dengannya. Bukan begitu? Ah, kalian sepertinya belum mengetahuinya. Untuk itu, tetap baca cerita ini agar tahu bagaimana kehidupan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Senior
Teen FictionDia Desta. Lelaki keras kepala juga angkuh. Semua yang dia inginkan harus terwujud, tidak peduli apa pun resikonya. Semua perintah darinya bersifat mutlak, tak terbantahkan. "Mine," Satu kata yang menyebabkan seorang gadis lugu terjebak dalam sangka...