"Kepercayaan itu mahal. Jadi, jangan pernah mematahkannya!"
_____________
Desta keluar dari ruang UKS ketika Nadia meminta dirinya untuk membelikan gadis itu teh hangat. Dia segera berjalan menuju kantin. Bel istirahat sudah berbunyi, semua siswa maupun siswi berhamburan dari kelas, berbondong-bondong pergi ke kantin untuk melepas penat akibat pelajaran yang sudah berakhir.
Sesampainya di kantin, Desta menghela napas ketika begitu panjang antrean disana. Desta paling malas untuk berdesak-desakkan. Dengan langkah santai dan raut wajah datarnya, Desta melangkah ke barisan paling depan.
"Satu gelas teh hangat," pesannya langsung pada penjual. Beberapa siswa-siswi yang mengantre hanya bisa menghela napas pelan dan mengelus dada mereka masing-masing. Tidak asing bagi mereka melihat sikap Desta yang seperti itu, semua tahu jika Desta memiliki sikap berkuasa dan seenaknya. Tentu saja mereka lebih memilih mengalah daripada harus terkena semprotan pedas cowok itu. Cari aman. Bisa berabe jika sampai berurusan dengan singa jantan sekolah satu ini.
Satu gelas teh hangat sudah berada di tangannya, Desta merogoh sakunya dan menyerahkan satu lembar uang berwarna ungu pada penjual tersebut. Setelah itu, dia segera melangkah meninggalkan kantin.
Dalam perjalanan kembali ke ruang UKS, ponsel disaku baju seragam Desta bergetar, menandakan ada panggilan masuk disana. Desta menghentikan langkahnya dan mengerutkan kening ketika melihat siapa yang menghubunginya.
"Ada apa?"
"...."
"Iya."
"...."
"Dia baik-baik saja?"
"...."
"Malam ini?"
"...."
"Oke."
Sambungan telepon terputus, Desta mendengus ditempat. Selalu saja seperti ini. Perasaan khawatir kembali menyerangnya. Apa dia baik-baik saja? Seolah tersadar, Desta kembali mengatur wajahnya dan kembali melanjutkan langkahnya.
Membuka pintu UKS, Desta disuguhkan pemandangan kedua remaja berlawanan jenis di depannya. Cengkraman nya pada gelas semakin erat, mungkin bisa saja gelas itu tidak berbentuk lagi jika emosinya tak tertahan. Tatapan matanya datar ketika mendapati tangan besar menyentuh pipi gadis itu. Desta tersenyum sinis dalam hati ketika Alfy menurunkan tangannya, setidaknya cowok itu mengetahui batasannya.
"Desta."
Panggilan itu membuat Desta terdiam. Dia tak menjawabnya, memilih untuk menghampiri mereka dengan langkah santai dan raut wajah yang terlihat tenang. Entahlah, dia juga heran kenapa tidak emosi melihat mereka berdua, ia hanya sedikit kesal melihat kehadiran Alfy disini.
Desta meletakkan segelas teh hangat di nakas dengan santai. Menatap Nadia yang juga sedang menatap kearahnya dengan gelisah, dia melihat jemari gadis itu yang bergetar dan juga keringat yang mengaliri pelipisnya. Cukup puas, matanya beralih pada cowok disampingnya, cowok itu bersedekap dada sambil menatap kearahnya dengan tenang. Berani sekali.
Desta merasa aura disini sangat canggung, mungkin karena kedatangan dirinya. Untuk itu, dia lebih memilih meninggalkan kedua remaja itu tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.
.....
Desta menginjak puntung rokoknya hingga asapnya padam. Dia menghembuskan napasnya panjang sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi dari Rooftop.

KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Senior
Teen FictionDia Desta. Lelaki keras kepala juga angkuh. Semua yang dia inginkan harus terwujud, tidak peduli apa pun resikonya. Semua perintah darinya bersifat mutlak, tak terbantahkan. "Mine," Satu kata yang menyebabkan seorang gadis lugu terjebak dalam sangka...