"Saat marah atau rasa kecewa datang, latihlah diri kita untuk diam hingga hati merasa lebih tenang dan stabil."
____________________
"Kamu tuh kenapa sih, nggak nurut banget sama Bunda," keluh Hanum sambil mencelupkan kain ke baskom kecil berisi air hangat, memerasnya dan meletakkannya pada kening Nadia. Hanum menghela napas gusar menatap putrinya khawatir. Ibu mana yang tidak khawatir ketika mendapati anak gadis nya jatuh sakit? Apalagi melihat suhu tubuh Nadia yang mencapai angka 39°C.
"Nadia cuma demam kok, Bun. Besok juga sembuh." ujarnya mencoba menenangkan Bundanya.
"Kenapa bisa hujan-hujanan sih? Biasanya juga diantar Desta."
Tentu saja Hanum khawatir melihat anak gadisnya yang pulang sekolah dengan kondisi basah kuyup, kondisi Nadia itu bisa di katakan rentan, terkena air hujan sedikit saja bisa langsung demam. Ia tidak mau terjadi apa pun pada Nadia, terlebih Nadia merupakan anak tunggal.
"Kamu lagi marahan ya sama Desta?" tanya Hanum sambil menyentuh tangan Nadia yang terasa dingin. Matanya memicing sambil menunggu Nadia berbicara.
Nadia tahu ini pasti akan terjadi. Hanum curiga pada Desta saat ini, naluri seorang Ibu memang luar biasa. Nadia tersenyum dan mengangguk lemah.
Hanum mendengus, "kenapa? Nggak biasanya kalian marahan."
Nadia menghela napas dan menceritakan semuanya. Tentang kehadiran Satria dan perkelahian yang di alami Desta melawan Satria hingga kesalahan dirinya yang lebih peduli pada Satria meski statusnya sebagai kekasih Desta.
Hanum mengangguk mengerti. "Bukan sepenuhnya salah kamu juga, Nad. Kamu nolong Satria karena posisi dia yang lebih dekat dengan kamu, kamu dalam keadaan panik, untuk itu kamu langsung bergerak cepat ketika melihat dia terluka di hadapan kamu."
Nadia mendengarkan tanpa menyela.
"Coba kamu bicara baik-baik sama Desta. Luruskan kesalah pahaman ini," saran Hanum lembut.
Nadia menatap Bundanya ragu. "Nadia ragu, Bun. Desta kelihatan kecewa banget sama Nadia."
"Jangan bicara sebelum mencoba. Coba dulu!" kata Hanum memperingatkan. Nadia mengangguk mengerti.
"Sekarang kamu istirahat, biar demamnya turun! Bunda mau buat bubur dulu," Hanum menarik selimut menutupi sebagian tubuh Nadia. Mengusap pipi Nadia lembut sebelum akhirnya keluar dari kamar.
.....
"Hai, kak. Lama nggak ketemu," sapa seorang gadis sambil tersenyum lebar dengan mata yang berbinar.
"Hai juga."
"Apa kabar kak? Kuliah gimana? Lancar? Atau memusingkan?" Gadis itu bertanya dengan semangat, sudah menjadi tabiat nya.
Cowok dihadapan nya terkekeh pelan mendengar rentetan pertanyaan yang dilontarkan gadis itu. "Kabar baik, kuliah aman kok, seru dan asik pastinya."
Gadis itu manggut-manggut dan hendak membuka mulut nya kembali tapi sebelum itu, cowok dihadapannya sudah terlebih dahulu angkat bicara.
"Tanya nya nanti saja, Ri. Kita masuk dulu."
Riana tersenyum malu.
"Eh iya lupa, yang nyambutnya orang ganteng si, jadi lupa mau masuk," goda Riana sambil mengedipkan sebelah matanya. Vino hanya merespon dengan senyum tipis. Dia sudah terbiasa dengan sikap Riana karena gadis itu sering berkunjung kemari untuk bertemu atau bermain dengan adik sepupunya, Nadia.
"Nadia gimana kak? Udah mendingan?"
"Kurang tahu, samperin aja sana ke kamarnya!"
"Jangan dong,"

KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Senior
Teen FictionDia Desta. Lelaki keras kepala juga angkuh. Semua yang dia inginkan harus terwujud, tidak peduli apa pun resikonya. Semua perintah darinya bersifat mutlak, tak terbantahkan. "Mine," Satu kata yang menyebabkan seorang gadis lugu terjebak dalam sangka...