"Why do you play with my feelings?"
______________
Matahari mulai meredupkan eksistansinya, siluet jingga tampak begitu memukau dilangit sana, membuat siapa pun tidak mau melewatkan pemandangan tersebut sampai akhirnya langit berubah gelap. Nadia tersenyum tipis, melihat lampu-lampu yang ada dipinggiran jalan mulai menyala secara bersamaan, memberikan penerangan walau tampak sedikit meredup, setidaknya itu lebih baik daripada tidak ada penerangan sama sekali, bukan?
Tiga jam lebih dua puluh delapan menit, Nadia menunggu Desta. Cowok yang menyuruh dirinya menunggu karena sebuah urusan dan berjanji akan kembali menemuinya, nyatanya hanya ucapan yang keluar dari mulut semata. Mungkin, jika gadis lain yang mengalami, tidak akan rela menunggu selama itu, apalagi masih dengan seragam sekolah yang melekat ditubuhnya. Sebenarnya bisa saja Nadia pergi sejak Desta memutuskan untuk meninggalkannya, tapi salahkan hatinya yang terlalu peduli pada cowok itu. Nadia masih memikirkan bagaimana perasaan cowok itu ketika kembali dan tidak menemukannya, cowok itu pasti akan kecewa. Niat hati tidak mau membuat Desta kecewa lagi, malah berbalik membuat dirinya yang kecewa pada cowok itu. Ya, sedikit setidaknya.
Meski kecewa, Nadia tidak mau menyalahkan cowok itu. Mungkin saja, Desta memiliki urusan yang cukup serius sehingga tidak bisa menjemputnya. Tapi, jika memang seperti itu, setidaknya cowok itu bisa memberinya kabar bukan? Jadi, Nadia tidak perlu khawatir dan merasa tidak enak karena menunggu kedatangannya. Lagi, Nadia berpikir postif, siapa tahu baterai ponsel Desta habis. Kemungkinan selanjutnya, mungkin saja cowok itu lupa? Ya, sepertinya opsi yang kedua cukup bisa membuatnya memaklumi, mengingat watak cowok itu yang pelupa beberapa hari terakhir ini.
Berhenti sejenak, Nadia memilih mengistirahatkan dirinya dengan duduk tepi jalan dengan kaki yang di selonjorkan. Untung saja, jalan disini cukup ramai, setidaknya bisa membuat dirinya bernapas lega. Beberapa dari mereka yang melewati, memandang kearah dirinya. Mungkin mereka merasa aneh, ada anak gadis berseragam sekolah duduk sendirian seperti habis diusir. Nadia terkekeh, menertawakan asumsi aneh yang terlintas begitu saja dipikirannya.
Sudah maghrib, dan Nadia masih duduk disana. Tidak berniat melakukan salat, karena memang dirinya sedang berhalangan. Ponselnya juga mati karena kehabisan baterai, membuat dirinya kesulitan mengabari Hanum, Bundanya. Ia yakin, saat ini Hanum pasti sedang panik menanti kedatangannya.
Uangnya juga sudah habis digunakan membeli camilan dan air mineral untuk mengganjal perutnya, karena selama menunggu direstoran, Nadia tidak memakan sesendok pun makanan disana. Entah bagaimana, Nadia merasa hari ini dia sial sekali. Biasanya, dia pasti membawa sejumlah uang lebih untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu, tapi hari ini, ia bahkan hanya membawa uang yang hanya cukup untuk membeli camilan dan air mineral.
Sekarang, ia tidak tahu bagaimana cara dia agar bisa segera sampai ke rumah. Jarak rumahnya masih sangat jauh. Nadia menatap sekeliling, tidak ada satupun angkutan yang melintas disana. Akhirnya, mau tidak mau dia memutuskan untuk berjalan kaki. Setidaknya, ini lebih baik daripada duduk menunggu, dan dikira sebagai pengemis.
Nadia tidak tahu seberapa jauh kini ia melangkah, kawasan disana cukup sepi, sangat sepi. Banyak rumah kosong dengan rumput-rumput liar yang memanjang hampir menutupi rumah tersebut. Nadia bergidik ngeri, sekarang dia merasa bulu romanya terangkat. Suara binatang memekakkan telinga disertai angin malam yang membelai lembut kulit tangannya menambah suasana semakin mengerikan dan angker. Nadia mengusap kedua tangannya yang bebas, dan bergerak gelisah. Dia menyesal karena tidak membawa sweater yang biasa ia gunakan ke sekolah.
Nadia menoleh kebelakang, netranya menatap awas sekeliling, entah perasaannya atau apa, sekarang dia merasa seperti sedang diikuti. Matanya nampak mulai memerah, dia semakin mempercepat langkahnya, berharap segera keluar dari kawasan ini. Nadia ketakutan, amat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Senior
Novela JuvenilDia Desta. Lelaki keras kepala juga angkuh. Semua yang dia inginkan harus terwujud, tidak peduli apa pun resikonya. Semua perintah darinya bersifat mutlak, tak terbantahkan. "Mine," Satu kata yang menyebabkan seorang gadis lugu terjebak dalam sangka...