"Karena pada dasarnya, manusia nggak mau berbagi sesuatu yang menurut mereka berharga."
~Desta._________________
Sahabat. Seseorang yang akan selalu ada kapan pun dibutuhkan, begitu juga orang yang peduli ketika salah satu dari mereka mempunyai masalah. Menurut Aristoteles, persahabatan adalah bahasa dan kegiatan manusia untuk memaknai hariannya. Atas tuntutan makhluk sosial ini, berlaku prinsip bahwa penghargaan tertinggi terhadap seorang sahabat tampak melalui apa yang dilakukan terhadapnya. Atau dalam bahasa yang lebih populer, 'Kamu adalah apa yang kamu lakukan.'
Disini, Riana mencoba menerapkan apa yang dikatakan Aristoteles mengenai makna sahabat. Sebagai seorang sahabat, dia tentu tidak akan tinggal diam melihat sahabatnya terluka. Nadia terluka, secara tidak langsung juga melukai dirinya.
"Lo! Puas lo buat Nadia nangis? Puas lo?!" bentakan Riana semata-mata hanya untuk menyalurkan emosi yang sudah menumpuk di dadanya. Terlalu sesak melihat perlakuan Desta pada Nadia, sahabatnya.
"Kenapa diem? Lo punya mulut kan? Ngomong!" sungut Riana lagi.
Desta diam. Membiarkan Riana memarahi dirinya semampu gadis itu. Wajar jika Riana bersikap seperti ini kepadanya, sebagai seorang sahabat tentu tidak rela melihat sahabatnya terluka. Dia tidak melawan, karena disini dia memang bersalah.
"Buka mulut lo! Buka!" Riana semakin meradang. Gadis itu kini bahkan sudah memukul keras bahu Desta berkali-kali. Sama seperti tadi, tidak ada perlawanan dari cowok itu. Desta terus diam.
Vino yang melihat Riana semakin marah langsung meraih gadis itu dan mengungkungnya dalam pelukan. Tak ada penolakan selain napas Riana yang memburu juga tangan gadis itu yang mencengkeram keras baju miliknya.
Desta menghela napas gusar. Matanya kembali menatap Nadia yang juga tengah menatapnya, gadis itu langsung menunduk. Sekilas, Desta dapat melihat tatapan kecewa yang tersirat dari mata Nadia. Dia maju selangkah untuk mendekat, "maaf, Nad. Aku tau aku salah. Maaf." lirihnya hampir menyerupai bisikan.
Nadia diam dan tidak menjawab.
Desta menarik napas, "Nad, aku nggak bermaksud ninggalin kamu selama itu, tap-"
"Jangan diterusin, cukup!" Riana bersiap menghampiri Desta, namun Vino lebih kuat menahannya. Vino mengusap bahu Riana. "Tenang, Ri." Dan lagi, Riana menyerah dibawah perintah Vino.
Hanum yang sedari tadi diam melihat semuanya pun akhirnya angkat bicara, "Vino, sebaiknya kamu antar Riana pulang. Kasihan dia pasti capek."
Vino mengangguk paham, dan pamit berlalu dengan Riana. Riana hanya bisa pasrah ketika Vino menuntunnya menuju mobil, padahal Riana belum puas memaki Desta, emosinya bahkan masih terus menguasai.
Setelah kepergian mereka, semuanya kembali diam. Hanum mengamati Desta yang sedang menatap putrinya terus-menerus sedangkan yang ditatap hanya menunduk enggan.
"Desta, sebaiknya kamu pulang! Nadia butuh istirahat, kamu juga!" setelah mengucapkan itu, Hanum membawa Nadia masuk ke dalam.
Sebelum pintu ditutup sempurna, tak sengaja Nadia mengamati Desta yang masih menatapnya. Cowok itu tersenyum tipis sebelum berbalik. Menatap langit malam, tidak ada satu pun bintang yang terlihat diatas sana. Apa langit sekarang sedang memahami perasaannya?
Dia mengusap wajahnya. Kalau sudah seperti ini dia harus bagaimana?Desta merogoh ponselnya dan mengetikkan sesuatu disana. Saat ini, dia butuh teman. Teman yang bisa dia percaya untuk berbagi cerita.
......

KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Senior
Teen FictionDia Desta. Lelaki keras kepala juga angkuh. Semua yang dia inginkan harus terwujud, tidak peduli apa pun resikonya. Semua perintah darinya bersifat mutlak, tak terbantahkan. "Mine," Satu kata yang menyebabkan seorang gadis lugu terjebak dalam sangka...