[18] Change

4.4K 303 66
                                        

"Bila kau tahu diam akan sangat menyiksa, lalu bagaimana dengan berbicara tapi tak lagi di dengar?"

____________

Suasana kelas XI MIPA 5 saat itu sangat sepi, lantaran tidak ada satu pun siswa yang biasanya menjadi biang keributan kelas. Bukan, ini bukan jam istirahat maupun jam pulang sekolah. Ini masih jam pelajaran.

"Mereka kemana sih? Kok sepi amat!" Riana berdecak sambil melirik arlojinya. Seharusnya, saat ini guru Sejarah mereka sudah datang, tapi sampai telat lima menit juga guru itu tidak kemari. Teman sekelasnya juga.

Tidak lama kemudian, Heny dan rombongan anak kelasnya memasuki kelas dan duduk di tempat masing-masing dengan wajah memberenggut.

"Abis pada kemana sih? Kok barengan sampe satu kelas?" tanya Riana ketika Heny sudah duduk di tempatnya.

"Ada yang abis berantem." jawabnya pelan.

Riana mengerutkan keningnya, "siapa?" tanyanya lagi sambil memutar kursinya menghadap ke arah Heny, yang memang duduk di belakangnya. Pada pelajaran pertama sampai kedua, Riana ada urusan di ruang musik, karena memang dia merupakan anggota ekskul itu. Alhasil, dia sepertinya ketinggalan info saat ini.

"Kak Desta."

"Pacarnya Nadia?"

"Emangnya di sekolah ini ada yang namanya Desta selain dia," dengus Heny sebal. Riana hanya nyengir.

"Terus Nadia kenapa belum masuk?"

"Dia di UKS."

"Oh, pasti lagi ngurusin kak Desta kan?"

Heny menggeleng. "Bukan. Tapi cowok lain."

"Siapa?"

"Gue nggak tau namanya, baru liat juga."

Riana mengangguk mengerti. "Pasti murid baru."

"Bukan, kata pak Komar dia juga senior kita. Tapi mungkin kita nya aja yang nggak kenal sama dia."

"Oh."

Percakapan mereka terhenti ketika guru mapel Sejarah memasuki ruangan dan langsung meminta maaf karena beliau telat memasuki kelas karena ada masalah kecil, begitu katanya. Tentu saja mereka memaafkan dengan senang hati, kalau pun tidak masuk juga tidak masalah, itu malah lebih bagus. Karena murid kan paling menyukai saat jam pelajaran kosong.

.....

"DESTA!!!"

Cewek itu langsung berlutut panik di hadapan Desta, dia terdiam sambil menatap pilu dahi Desta, bercak darah yang sudah mengering juga menghiasi dahi cowok itu.

Saat sedang memperhatikan guru Sejarah tadi, dia sama sekali tidak bisa fokus. Dia terus memikirkan keadaan cowok keras kepala itu, dia khawatir. Tidak mau berlarut-larut dalam ke khawatirannya, gadis itu memutuskan untuk izin ke toilet sebentar, Riana sempat menawari untuk mengantar, tapi dia menolak dengan alasan dia bisa sendiri. Dan alhasil, disinilah dia sekarang.

Gadis itu yakin jika Desta tidak mungkin mau ke rumah sakit hanya karena suruhan guru, cowok itu benar-benar keras kepala. Dan dugaannya memang benar, dia sekarang mendapati Desta dengan kondisi mengkhawatirkan.

Tangannya terulur untuk menghapus bercak darah di sekitar dahi nya yang mengering, Desta meringis. Matanya mencoba membuka meski sedikit kesusahan.

"Heny?"

Gadis itu mengangguk. "Kita ke rumah sakit ya?" ajaknya pelan.

Heny mencoba menarik Desta agar cowok itu berdiri, tapi bobot tubuh Desta terlalu berat baginya, susah baginya untuk menopangnya.

Possessive SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang