[15] Panik

4.6K 258 50
                                    

"Untuk yang tahu arah, tolong beri tahu saya. Kemana hati ini harus berlabuh?"

_____________

NADIA kembali ke kelas setelah bel tanda istirahat berakhir berbunyi nyaring, dia duduk anteng dan mulai mengeluarkan buku tulis dari dalam tas nya, tak lama kemudian Daffa, ketua kelas XI IPA 5 memasuki ruang kelas dan memberitahu jika guru mapel tidak masuk dan alhasil mereka hanya diberi tugas untuk mengerjakan soal.

"Puji Tuhan!!!"

"Alhamdulillah!"

"Kantin yuk!"

Begitulah sekiranya sorakan penuh semangat 45 dari seisi kelas ketika mengetahui jika mereka akan terbebas dari penjajahan mapel kali ini selama dua jam ke depan.

Nadia yang notabene nya siswi rajin, memilih untuk segera mengerjakan soal yang tadi Bima suruh.

Cowok itu mengulurkan tangan kanannya. "Kenalin nama gue Satria. Satria Rekansya Wardana."

Nadia melongo menatap tangan yang terulur di depannya, sebelum akhirnya tangan kanannya ditarik oleh cowok itu, mereka berjabat tangan.

"Lo Nadia 'kan? Nadia Adnan Husein?" Nadia semakin melongo mendengarnya, sebenarnya siapa dia? Sampai bisa mengetahui namanya, nama lengkap pula.

"Eh, i...iya," balasnya mencicit.

"Salam kenal, Nadia. Lo cantik."

Kedua pipi Nadia menghangat ketika mengingat kejadian beberapa saat lalu, tanpa sadar dia mengulas senyum tipis. Sebenarnya dia ini kenapa? Nadia bukan gadis yang mudah terbawa perasaan, tapi kali ini? Hanya sekali bertemu dan berkenalan dia jadi terus-terusan memikirkan cowok itu. Nadia menggeleng pelan, pasti ada yang tidak beres dengan pikirannya. Ya pasti!

Satria.

"Nad! Kenapa sih lo sebenarnya? Tadi marah-marah nggak jelas, sekarang senyam-senyum sendiri, PMS lo ya?" Riana yang duduk di sebelahnya daritadi memperhatikan sahabatnya, ia jadi merasa ngeri sendiri mengingat beberapa saat lalu, di perpustakaan tepatnya, Nadia marah-marah seperti kucing yang ke injak buntutnya, tapi sekarang gadis itu malah senyam-senyum sendiri.

"Nggak apa-apa kok."

Nadia merogoh saku seragamnya, mencari-cari sesuatu disana, tapi tak kunjung ia temukan.

"Ini Nad, HP lo," sambil mengangsurkan HP kepada pemiliknya Heny menghela napas.

Nadia terdiam sebentar. Dia mengambil HP dari tangan Heny, dan baru mengingat semuanya. Tunggu, mengingat jika dari pagi tadi dia sedang menunggu notifikasi dari-

"Tadi Desta telpon, tapi gue diemin, karena gue nggak punya hak."

Mampus.

Dia sekarang langsung panik. Dari pagi tadi, dia memang tak bisa lepas barang sedetik pun dari benda canggih itu, menunggu seseorang menghubinginya, ya, Desta tepatnya.

Awalnya, sejak HP nya diambil paksa Heny, Nadia keluar perpustakaan berniat untuk menemui Desta dan mengajak cowok itu bicara, berhubung itu waktu yang tepat karena akan istirahat juga. Tapi, Nadia seakan amnesia semenjak insiden hampir terperosok dan seorang cowok berkulit sawo matang ditambah rahang tegas yang berhasil memusnahkan niat awal Nadia.

"Nadia, lo di tunggu kak Desta di taman belakang sekolah. Sekarang!!" Ojan, seksi keamanan di kelasnya berseru setengah berteriak.

Nadia yang mendengarnya mendadak panik. Ia yakin jika sekarang wajahnya pucat. Bagaimana ini?

Possessive SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang