Bukti

24.1K 1.2K 6
                                    

Aku melihat jam tanganku dimana waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Kulihat papah masih sibuk mengobrol dengan teman-teman kantornya di area sudut kiri depan panggung, tak berbeda jauh dengan Radit yang juga sibuk mengobrol dengan teman-teman kantornya di sebelahku.

Alunan musik Jazz yang sangat merdu terasa semakin membuatku merasa semakin mengantuk dan ingin segera pulang.

"Dit.." kutarik sedikit bagian pinggang jas yang dikenakan oleh Radit.

"Ya, Ma?"

"Pulang yuk.." Bisikku merengek kepadanya sembari terus mengelus perutku sedaritadi.

Mendengar itu, Radit mulai menaruh gelas yang berisi wine ditangannya ke atas meja yang berada di belakangnya. Dia langsung merangkulku pada bagian pinggang dan dengan sopan berpamitan kepada teman-teman kantornya.

"Wah, udah mau pulang lagi, mas?" Tanya salah seorang perempuan teman sekantornya.

"Iya, mas? Padahal pak Hardi masih asik ngobrol loh, mas," ucap seorang laki-laki, rekan sekantornya yang lain.

"Kasian istri saya takut kecapean, kan lagi hamil," balas Radit dengan ramah. "Kalo bapak pisah sama kita. Perginya sama Andi soalnya, kayanya masih mau ngobrol," jelasnya.

"Ohh, gitu. Yaudah, hati-hati ya mas, mbak," ucap salah seorang wanita cantik rekan Radit yang lainnya yang mengenakan gaun berwarna merah.

"Iya, makasih, ya. Kita pamit pulang duluan ya, semuanya," ucapku sambil langsung berjalan keluar gedung bersama Radit.

Jujur saja, kupikir Radit tidak begitu mempunyai banyak teman. Nyatanya, kau tahu sendiri, sebagai anak seorang direktur utama sebuah perusahaan terkenal seperti Radit, tentu yang dimaksud 'sedikit' bagi Radit sangat berbeda jauh dengan 'sedikit' bagiku. Ditambah, sikapnya selalu begitu ramah kepada mereka semua, sampai-sampai bisa membuatku menjadi salah paham dan cemburu seperti Nina kemarin.

"Bentar.." Ucap Radit ketika berada di ujung pintu keluar.

Radit langsung melepaskan jas yang dikenakannya lalu ditaruh di atas pundakku supaya aku tidak kedinginan, karena gaun yang kukenakan cukup terbuka, menurutnya.

Sesaat setelah kami berdua berjalan masuk ke dalam mobil, aku sedikit memijat-mijat kaki kananku yang pegal karena terlalu lama berdiri. Tiba-tiba saja Radit kembali keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu mobil yang berada di samping kiriku lalu membukanya kembali.

"Pegel, ya?" Tanya Radit sembari mulai berlutut di balik pintu mobil dan mulai melepaskan flat shoes yang sedang kukenakan. Melihatnya seperti itu, membuatku menjadi semakin terpesona kepadanya.

"Padahal udah pake flat shoes doang.." Jawabku sambil mengangguk.

"Mungkin karena kamu juga lagi hamil, jadinya gampang pegel", Radit mulai memijat kakiku.

Aku langsung terkesima melihat perlakuan Radit kepadaku yang begitu lembut. Dia memang benar-benar perhatian kepadaku. Aku memang benar-benar beruntung sekali bisa mendapatkan Radit.

"Iya.. ngomong-ngomong, yang tadi pake gaun merah itu Aliya, ya?" Aku menatap Radit dengan penasaran.

"Iya, kenapa?" Radit berbalik menatapku dengan polosnya.

"Dia orangnya gimana?"

"Dia? Hmm.. baik sih"

"Trus?"

"Hmm.. Apa yah? Sebenernya aku gak begitu deket sama dia sih. Kenapa emangnya, Ma?" Tanyanya menjadi penasaran sambil terus memijat kakiku.

".. Tadi waktu aku di toilet, ada segerombolan cewek-cewek gitu pada ngegosip, aku nguping katanya banyak yang suka sama kamu apalagi Aliya itu. Cewek secantik dia aja, kamu gak tanggepin saking sukanya sama aku.. malahan katanya, kamu udah suka sama aku dari jaman masih sekolah.."

Akal Tak Sekali Tiba (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang