Aku keluar dari kamar mandi di dalam kamar hotel pengantin dengan keadaan sudah memakai piyama dan celana panjang, serta mengenakan handuk yang menutupi rambutku yang masih basah.
Radit berjalan ke arahku sambil sekilas mengangkat sebelah alisnya seakan-akan heran akan sesuatu dariku, namun kemudian dirinya bergantian memasuki kamar mandi.
Selagi Radit mandi, aku mencoba mengeringkan rambutku dan menggunakan body lotion. Hari ini benar-benar sangat melelahkan. Cukup senang karena bisa berkumpul dengan orang-orang yang aku sayang, meskipun tadi ayah dan keluarganya itu sempat membuat aku sangat amat kesal!
Tiba-tiba Radit keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk yang menutupi pinggul hingga lututnya saja usai dirinya mandi. Astaga!! Meskipun aku tidak melihatnya secara langsung, akan tetapi aku dapat melihat pesona badannya dari pantulan cermin yang berada di depanku. Semakin sering aku melihat tubuhnya seperti itu, semakin aku akan terus merasa tergoda oleh dirinya.
Dengan santainya, Radit berjalan ke arah lemari pakaian dan mencoba mengambil sesuatu.
"Ma, bukannya aku mau bikin mood kamu jadi rusak.. Tapi aku percaya kamu harus tau", ucapnya sambil menutup pintu lemari tersebut.
"Apa?" Ucapku curiga sambil berbalik ke arah Radit yang berdiri dan memegang baju piyamanya.
"Aku denger uang yang seharusnya dikasih ayah ke kamu ternyata dipake buat beli mobil pribadinya tante Cindy", aku hanya menyeringai mendengarkan perkataan itu. Sangat picik sekali wanita jalang itu!
"Ayah tadi bener-bener marah ke dia, bahkan sampe anak-anaknya nangis. Aku tadi minta baik-baik ke mereka untuk pergi dan ayah juga sempet bilang ke istrinya kalo dia bakal cerai", mendengar itu aku langsung sedikit terkejut.
Apakah aku harus bahagia? Tapi mengapa aku tidak merasa begitu?! Aku hanya terdiam mengerutkan dahiku, sementara Radit kembali ke dalam kamar mandi untuk mengenakan piyamanya usai melihat responku yang hanya diam saja. Tapi, ngomong-ngomong, mengapa juga dia harus memakai piyamanya di kamar mandi?!
Oh, iya! Bukankah sekarang ini adalah 'Malam -tidak terlalu- pertama', kan? Aku mulai gugup sekali dan tidak tahu harus berbuat apa jika nanti Radit keluar kembali dari kamar mandi dan mengajakku untuk 'melakukannya'.
Aku langsung bergegas berdiri dan berjalan ke arah kasur untuk berpura-pura sudah tertidur dengan posisi badan tengkurap di sisi kiri kasur ketika Radit mulai mencoba membuka pintu kamar mandi.
Sambil memejamkan kedua mataku, aku masih dapat mendengar jelas bahwa Radit masih sibuk melakukan sesuatu. Seketika dirinya terdiam sesaat dan langsung mematikan lampu kamar. Terasa sekali dia mulai naik ke atas kasur dan berbaring tepat di sampingku.
Aroma tubuh Radit yang khas semakin membuatku menjadi semakin gugup dan tegang. Semoga saja malam ini akan menjadi malam 'biasa', karena aku masih gugup dan terlalu lelah untuk melakukan hal-hal yang lain.
Aku terus mencoba menutup mataku sambil tidur berbalik membelakangi Radit. Jantungku benar-benar masih berdetak sangat kencang hingga mau copot meskipun kenyataannya kita memang tidak akan melakukan apa-apa untuk malam ini, -sepertinya-.
Redupnya kamar dan sunyi sepi membuat diriku dapat dengan jelas mendengar detakan jam, bahkan suara detak jantungku sendiri. Kira-kira apakah Radit sudah benar-benar tertidur atau masih terbangun?
Aku berpura-pura menutup kedua bola mataku kembali dan mencoba berbalik menghadap ke arah Radit seakan-akan bahwa aku benar-benar sudah tertidur. Masih tetap aku menutupi kedua mataku dengan hati yang dipenuhi rasa gugup dan penasaran, sedikit demi sedikit aku mencoba membuka kedua mataku seolah-olah bahwa diriku tanpa sengaja terbangun jikalau ternyata diriku tertangkap basah oleh Radit yang mungkin masih membuka kedua bola matanya.
Rupanya Radit sudah tertidur lelap menghadapku. Akhirnya tanpa sadar jantungku mulai berdetak normal kembali. Radit sudah terlelap tidur lebih dulu, mungkin karena dirinya kelelahan dan begitu juga dengan diriku yang mulai menutup kedua mataku karena kelelahan ketika sedang menatap wajah Radit yang tertidur pulas.
Di sisi lain, mengapa juga aku sangat gugup sehingga tidak ingin melakukannya bersama Radit? Padahal, sebelumnya aku sangat antusias sekali ingin melakukan 'hal tersebut' ketika Radit datang untuk melamarku.
***
Aku mulai mencoba membuka kedua mataku karena begitu silaunya cahaya matahari yang masuk melalui jendela dan langsung berhadapan dengan kedua mataku. Aku melihat ke sampingku, tidak ada Radit disana.
Aku mencoba bangun dari tempat tidurku dan mengambil HPku yang berada di atas meja lampu samping tempat tidur. Rupanya terdapat pesan dari Radit yang menyatakan bahwa dia telah pergi turun ke bawah lebih dulu untuk makan di restoran hotel. Mengapa dia tidak menungguku?!
Waktu telah menunjukan pukul 8 pagi, dan aku mulai bersiap-siap mandi dan dandan sebelum turun ke bawah. Aku sangat kesal mengapa Radit tidak membangunkanku dan malah meninggalkanku. Sambil terus mengerutu sendiri, aku berjalan turun ke bawah menaiki lift sendirian.
Aku mulai memasuki area restoran hotel yang ternyata telah dipenuhi oleh keluargaku dan keluarga Radit. Aku melihat satu persatu setiap orang yang ada di restoran untuk memastikan apakah Radit benar-benar ada di sana. Rupanya dirinya sedang asik mengobrol dengan ibu dan juga tantenya yaitu tante Marsya.
Singkat cerita, Radit itu adalah keponakan kesayangan tante Marsya sejak ibunya meninggal. Di sisi lain, aku melihat ayahnya Radit sedang bersiap-siap untuk pergi bersama Andi seselesainya mereka menghabiskan sarapan.
Seketika Radit melihatku dari kejauhan, namun aku langsung membuang muka karena kesal dan langsung berkeliling untuk memilih-milih makanan.
"Nah, ini dia pengantin perempuannya. Sini lah, duduk deket suaminya. Kok malah jauh-jauh", ucap tante Marsya begitu heboh sambil menunjukan kursi kosong yang berada diantara Radit dan dirinya ketika aku berniat untuk duduk di antara ibu dan tante Marsya.
"Iya, tante", jawabku tersenyum sambil terpaksa berpindah duduk di sebelah Radit. Radit hanya diam sambil dengan santainya menyantap sarapannya.
"Gimana tadi malem, kalian?" ucap tante Marsya dengan penasaran di depan ibu.
"Hmm?" Gumamku kebingungan.
Apa maksud dari pertanyaannya? Apakah dia sedang menanyakan bagaimana 'malam pertama' kita ataukah keadaan kita malam tadi.
"Hmm.. baik kok tante", jawabku polos.
"Hahahaha kamu kok polos banget, Emma!" Jawab ibu yang sambil tertawa bersama tante Marsya. Meskipun mereka baru kenal, terlihat sekali ibu dan tante Marsya bisa langsung seakrab ini.
"Maksudnya, semalem gimana malem pertamanya atau udah pernah sebelumnya?" Aku langsung terkejut dan canggung mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh tante Marsya kepada kami berdua. Mengapa dirinya harus sebegitu frontal kepada kami di depan ibu.
"Tadi malem kita gak ngapa-ngapain kok, tan. Mungkin karena kecapean sih, gak tau deh kalo malem ini.." jawab Radit dengan begitu luwesnya sambil menyeringai melirikku.
Mengapa Radit menjawab begitu jujur dan santai sekali kepada orang lain mengenai masalah yang notabene sangat pribadi bagi pengantin baru, hingga membuatku canggung sendiri.
Anehnya, mendengar Radit berkata demikian membuatku justru merasa takut kepada Radit, seolah-olah aku akan 'diapa-apakan' oleh dirinya. Aku tahu itu hanya bercanda saja, tapi terdengar seperti ungkapan yang cukup serius untukku. Aku hanya menatap ibu dengan rasa penuh malu, sedangkan ibu hanya membalasnya dengan tersenyum lepas.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Akal Tak Sekali Tiba (COMPLETED)
Storie d'amore[Warning +21 - Mature content] CERITANYA BIKIN BAPER TINGKAT DEWA - (SOME PARTS ARE PRIVATE, HARUS FOLLOW DULU BUAT BACA LENGKAP) -COMPLETED- Emma terbangun dari mimpi gilanya dan menemukan dirinya berada di dalam sebuah mobil bersama seorang lelaki...