Revisian

28.4K 1.3K 5
                                    

Tidak terasa sekarang sudah hari senin lagi. Waktunya aku harus bimbingan lagi kepada bu Rosa, dosen pembimbing yang menyebalkan itu!

Ngomong-ngomong, sarapan pagi ini disponsori olehku dan bi Sari! Tidak banyak yang aku masak, tapi kukira ini semua sudah cukup untuk sarapan kita semua.

"Ini kak Emma yang masak?" Tanya Angel sambil menyantap makanannya dengan lahap.

"Iya dong.." Jawabku dengan senyum bangga.

"Enak!" Pujinya dengan begitu ekspresif.

"Jel, nanti pergi sekolahnya sama mas Andi ya, kaya biasa.. bareng kak Emma juga", jelas Radit kepada Angel dengan datar tanpa menghiraukan obrolanku dengan Angel.

Radit tidak berkomentar sedikitpun mengenai masakanku?! Padahal aku sudah bela-bela bangun pagi, bersiap-siap lalu masak hanya untuk mendapatkan pujian darinya sebagai seorang istri.

"Okeey.." Balas Angel.

"Barang-barang sama kopernya udah diberesin semua?" Tanya Radit kembali.

"Udah aku taro di depan, jadi nanti mas Andi tinggal angkut aja,"

"Yaudah, bagus. Kalo gitu, aku pergi sekarang ya.." Ucap Radit langsung berdiri seselesainya dia menyantap habis sarapannya.

Aku hanya mengangguk cemberut sambil terus menyantap makananku tanpa sedikitpun menoleh ke arahnya. Mengapa dia sangat dingin sekali sih?!

"Makanannya enak banget, makasih ya, Ma", lanjut Radit sambil menggenggam pundakku, lalu kemudian langsung bergegas pergi ke kantor.

Apa dia baru saja memujiku tadi?!! Seketika aku melirik Angel dengan senyum kegirangan ketika Radit sudah berjalan keluar rumah. Angel tahu persis apa yang aku maksud.

"Ciee! Yang abis dipuji!" Goda Angel kepadaku yang tentu sudah tahu pasti bahwa aku langsung merasa senang sekali!

"Ssstt! Nanti kedengeran! Btw, kamu udah mandi belom?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan sambil mencoba untuk menahan senyum karena kegirangan.

"Belom dong kak,"

"Yaudah, abisin makanannya, nanti kalo udah, kamu langsung mandi trus siap-siap, ya.." Ucapku sambil melanjutkan menyantap sarapanku dengan semangat.

"Siap!"

Angel langsung menaruh telapak tangan kanannya di atas keningnya seakan-akan sedang memberi hormat kepadaku.

Sepertinya hari ini akan menyenangkan bagiku karena aku sudah dibuat senang oleh pujian Radit -walaupun hanya sesederhana itu-. Yah, namanya juga 'diam-diam suka', yang sekalinya diperhatikan sedikit saja pasti langsung bahagia.

***

"Nanti kamu titipin revisiannya di pak Agus ya, satpam depan", suruh bu Rosa datar sambil menyerahkan revisian skripsiku.

"Baik bu, terima kasih. Permisi bu.."

"Iyaa.."

Hariku tidak jadi menyenangkan! Ada banyak sekali revisian yang harus aku kerjakan untuk diberikan lagi kepada bu Rosa lusa nanti, dari mulai salah pengetikan, spasi bahkan hingga materi.

Memang benar sekali, bu Rosa paling bisa membuat mood para mahasiswanya menjadi berubah 180 derajat dalam waktu sekejap.

Aku berjalan ke arah perpus untuk segera mengerjakan revisianku dengan wajah cemberut dan hati kesal, berjalan memasuki ruang komputer yang berada di lantai 3 gedung perpus dengan sangat amat terpaksa.

Tiba-tiba saja seseorang menepuk pundakku ketika aku sedang fokus duduk menatapi layar komputer yang sedang proses menyala.

"Cie pengantin baru.." ucap seorang laki-laki yang kemudian langsung duduk di meja komputer sebelahku dengan santainya.

Laki-laki yang saat ini sedang mencoba 'sok akrab' denganku ini rupanya Reza. Aku rasa aku tidak begitu dekat dengannya, meskipun memang aku mengundangnya pada pernikahanku kemarin.

"Udah 2 mingguan kok.." Balasku sambil tersenyum kaku.

"Tetep aja masih pengantin baru dong", Reza langsung menyalakan layar komputernya. "Gimana kehidupan pernikahan?"

"Hmm.. Seru banget sih sejauh ini,"

"Trus suami kamu.. Dia sebenernya siapa, Ma? Setau aku dari Nathan, kamu baru kenal kan sama dia?" Tanyanya yang sebenarnya membuatku cukup risih. Mengapa juga dia ingin tahu sekali sih mengenai kehidupan pribadiku?! Memangnya dia tidak punya urusannya sendiri untuk diurus.

"Dia cuma cowok biasa. Kita ketemu emang gak disengaja gitu.." Jawabku sambil mulai menggunakan komputerku dan sesekali menatapnya kaku.

"Oh ya? Trus kok kalian bisa langsung yakin buat nikah?" Tanyanya kembali dengan nada yang terdengar ramah.

"Yah, gitu.. Perasaan dan segala macemnya", jawabku singkat. "Intinya aku sayang banget sama dia," tambahku dengan sengaja agar Reza berhenti mengintrogasiku.

"..Syukur deh dengernya," balasnya sambil tersenyum, yang sebenarnya pasti tidak tulus.

Aku paling benci sekali jika ada orang -terutama bukan orang yang dekat denganku- mencoba mengorek-ngorek masalah privasiku. Maksudku, aku bukanlah seseorang yang suka ingin tahu dan ikut campur urusan orang lain, maka akupun juga ingin diperlakukan demikian.

Aku langsung mematikan kembali layar komputerku. Mana bisa aku fokus mengerjakan tugas revisian skripsiku jika ada orang yang mengganggu dengan cara mengajak ngobrolku terus, terutama orang tersebut seorang laki-laki dan tidak begitu dekat denganku.

"Aku duluan ya, Za.." Pamitku bergegas untuk beranjak pergi.

"Loh kenapa??" Tanyanya cukup terkejut.

"Lupa ngirim file ke email nih, jadi harus ngerjainnya di rumah. Dah.."

"O-okay.."

***

Akal Tak Sekali Tiba (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang