Raditya Eka Soepama

38.8K 1.7K 24
                                    

Aku melamun menatap ke arah luar kaca jendela sambil terus memegangi kantung kertas berwarna coklat yang tadi diberikan laki-laki ini kepadaku, sementara dia yang duduk di sebelah kananku, hanya diam fokus menyetir mobil mewah Range Rover Sport hitamnya.

Aku terus berpikir dan mencoba memahami apa yang sedang terjadi sebenarnya dalam hidupku ini. Rasanya sangat canggung sekali berada di dalam mobil ini, tempat dimana aku melakukannya bersama dia pada malam itu.

Sekilas aku melirik tangan kanannya yang dilingkari oleh jam tangan Lange berwarna hitam, sedang memegang stir mobil. Tangannya yang terlihat kuat itu! Tangannya.. AAHH!! Sudah!! Jangan diingat-ingat lagi! Mengingat hal itu justru malah membuat wajahku menjadi memerah.

Aku tidak tahu apakah langkah yang aku ambil ini benar atau salah, langsung saja percaya dengan mudah kepada dia untuk bertanggung jawab?

Lelaki ini tidak banyak bicara atau bahkan tidak berbicara sama sekali selama dalam perjalanan kita ke rumah sakit untuk mengecek apakah aku benar-benar hamil atau tidak hingga membuatku benar-benar terdiam kaku seperti patung.

Setibanya di rumah sakit, kami langsung menuju ke tempat pendaftaran dan menunggu untuk dipanggil. Sekilas kulihat laki-laki itu duduk di sampingku. Dia masih terus saja diam, benar-benar tidak berbicara. Rahangnya yang tajam, dan tatapannya yang fokus mendalam menatap sesuatu membuat dirinya terlihat seperti sedang benar-benar memikirkan sesuatu dengan begitu tegang.

"Kalo kamu gak mau nikahin aku juga gak apa-apa.. Gak usah dipaksa!!" Ucapku ketus secara tiba-tiba kepadanya, hingga pandangannya tak berfokus.

"Itu anak aku.. sekalipun kamu gak hamil, aku tetep nikahin kamu", ucapnya dengan teguh.

Aku langsung terdiam kembali mendengar ucapannya tersebut. Apakah dia benar-benar bukan seseorang yang telah aku tuduhkan selama ini? Laki-laki yang brengsek dan jahat?

"Kamu.. Hmm.. Gak nikahin aku karena ngeliat dari f-fisik, kan?" Tanyaku mencurigainya.

Seketika tatapan tajamnya beralih menatap kedua mataku -yang sedang sangat amat sembab- dan mengerutkan dahinya seakan-akan aku telah berkata sesuatu yang salah.

"Aku udah ngelakuin hal yang fatal ke kamu", jawabnya sambil mengerutkan dahinya. Tatapannya tajam, sangat tajam sekali menatapku hingga membuat kedua mataku akhirnya berpaling karena merasa kaku.

Kalau boleh jujur, laki-laki ini memang terlihat tampan. Aku tak bohong! Wajahnya yang begitu mulus dan bersih, tubuhnya yang begitu tinggi dan berbidang, serta gaya pakaian dan sikapnya yang terlihat begitu berkelas. Sangat berbanding terbalik sekali denganku yang hanya merupakan gadis biasa. Tapi, aku tak peduli dengan segala penampilannya itu dan tetap berprinsip bahwa semua itu akan bernilai nol jika sifat dan sikapnya buruk.

"Hrrmm.. (membersihkan tenggorokanku) Ka-kamu namanya siapa? Aku belum tau.." Tanyaku mencoba mencairkan suasana.

"Radit.. Raditya Eka Natama", jawabnya datar dan kembali memalingkan wajahnya.

"Hmm.. aku Emma, Emma Alisya"

"Iya tau.. Aku liat kok di KTM kamu.." Ucapnya dingin tanpa sedikitpun menatapku.

Aku menggigit bibir bawahku dan juga memalingkan pandanganku karena malu. Halo?! Disini aku yang menjadi korban! Mengapa dirinya yang menjadi dingin sekali kepadaku? Harusnya aku yang bersikap dingin seperti itu kepadanya. Apa dia benar-benar kesal karena aku sempat ingin melakukan aborsi?! Atau dia menyesal karena telah melakukan seks denganku?! Rasanya benar-benar kaku berada berdua dengannya.

Seketika aku teringat oleh kantung kertas berwarna coklat yang sedari tadi aku pegang dan aku bawa kemana-mana. Aku mencoba membukanya, penasaran dengan barang apa yang tertinggal di mobil Radit selain dompetku.

"Ehhhh! Jangan buka disini!!!" Radit langsung menahan tanganku yang sedang berusaha membuka kantung tersebut. Tapi aku hanya menatapnya dengan bingung dan justru semakin penasaran dengan apa yang ada di dalamnya. Radit akhirnya dengan mudah menyerah untuk menahanku dan memalingkan pandangannya ke arah lain sambil melipatkan kedua tangannya di dada.

Aku mulai membuka dan mengeluarkan dompetku yang selama ini telah hilang, akhirnya dia kembali kepadaku! Dengan segera aku memasukannya ke dalam tas kecil selempangku. Setelah itu, aku memasukkan kembali tangan kananku ke dalam kantung tersebut dan meraba-raba apa isinya. Bentuknya melengkung, seperti terbuat dari busa yang dibalut oleh kain. Aku perlahan mencoba mengeluarkan benda tersebut dari kantung, ternyata barang itu merupakan bra bermotif polkadot berwarna ungu-biru berbentuk hati milikku yang lupa aku pakai saat terbangun di mobil Radit pada malam itu!

ASTAGA! Aku malu sekali!! Benar-benar malu! Meskipun tidak ada seorangpun yang melihatnya, bahkan Raditpun yang sudah memalingkan pandangannya terlebih dahulu tadi, tapi tetap saja hal ini membuat aku merasa sangat malu!

Pantas saja dia menyuruhku untuk tidak membukanya disini. Tapi mengapa juga dia harus mengembalikan bra milikku ini?! Apakah dia jijik atau bagaimana?!! Yang jelas, aku sangat malu hingga wajahku terlihat memerah seketika.

'DRRTT DRTTT'

Tiba-tiba saja HPku berdering, aku langsung memasukkan kembali bra milikku ke dalam kantung kertas tersebut dan segera mengambil HPku yang berada di dalam tas. Rupanya telepon tersebut adalah panggilan dari Clara dan aku segera mengangkat teleponnya.

'Halo, Emma. Kita udah mau jalan ke rumah kamu, ya!'

Astaga! Aku lupa memberitahu mereka. Radit langsung berbalik dan menatapku penasaran dengan siapa aku berbicara melalui telepon.

"Hmm.. Clara, aku.. aku kayanya gak jadi deh.."

'Kenapa?! Kamu belum siap? Kita kan cuma konsul aja dulu', aku balas menatap Radit dengan ragu sambil berbicara dengan Clara.

"Bukan gitu.. Hmm, ada yang harus aku urus dulu soalnya"

'Beneran?? Jadinya mau kapan?'

"Hmm nanti aku kabarin lagi deh yah.."

Aku menutup teleponnya seselesainya aku berbicara dengan Clara. Aku tidak langsung membatalkan untuk pergi ke dokter yang direkomendasikan oleh Tasya melalui Nathan. Bukan karena tidak enak dengan Nathan yang sudah bersusah payah membantu mencarikan solusi untukku, tapi karena aku belum yakin apakah aku benar-benar akan menikah dengan laki-laki ini atau tidak.

Radit tidak bertanya siapa yang menelepon dan ada keperluan apa hingga menelepon diriku. Dia hanya diam saja dan kembali memalingkan pandangannya dengan memperhatikan kondisi sekitar sambil terus melipat kedua tangannya di dada.

Seketika aku melihat raut wajahnya, Radit masih tetap terlihat pucat, tidak berubah. Mungkinkah dia diam dari tadi karena memang benar-benar sedang sakit?

"Emma Alisya!"

Seorang suster keluar dari ruangan dokter kandungan dan memanggil namaku, menandakan sekarang adalah giliranku. Aku dan Radit langsung berdiri dan berjalan masuk ke dalam ruang dokter tersebut. Dokternya cukup ramah dan langsung mencoba memeriksa kandunganku ketika aku menyatakan kepadanya meminta untuk dilakukan pemeriksaan. Dia langsung menyuruhku berbaring di atas tempat tidur dan menyalakan alat USG yang berada di sebelah tempat tidur tersebut.

Ternyata benar, aku memang sedang hamil! Janinnya masih sangat kecil, kecil sekali! Mungkin masih seukuran satu biji kacang kedelai, atau bahkan mungkin seukuran kacang hijau. Meski begitu, aku tetap terharu melihatnya. Bagaimana bisa aku tega ingin membunuhnya?!!

Seusai diperiksa, aku tidak diberi obat khusus. Dokter hanya menyarankanku untuk tidak boleh kelelahan dan tidak boleh stres. Aku tidak percaya bahwa aku benar-benar sedang hamil, sekaligus merasa bersalah karena sebelumnya memiliki niatan untuk menggugurkannya.

"Kita makan siang dulu sebelum aku anter kamu pulang, ya..", ucap Radit yang sedang berjalan di sebelahku.

Aku hanya mengangguk dan mengikutinya berjalan seusai kami melakukan pembayaran. Tetapi, tiba-tiba saja Radit hampir terjatuh sebelum aku dengan sigap langsung menahannya. Wajahnya sangat pucat sekali. Dengan panik, aku langsung membawanya ke pinggir untuk duduk di bangku yang ada.

"SUS! TOLONG!!!"

Dua orang suster langsung lari mendekat ketika aku memanggilnya. Dengan cepat, Radit langsung dibawa menggunakan kursi roda oleh kedua suster tersebut.

***

Akal Tak Sekali Tiba (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang