Aku langsung bergegas berjalan keluar kelas ketika dosen telah mengakhiri kelas. Aku berniat untuk datang menjenguk Radit hari ini, tapi dia belum menghubungiku sama sekali sejak dia mendapatkan nomor teleponku kemarin.
Mengapa dirinya tidak memberiku kabar? Aku kan ingin menjenguknya! Bagaimana kalau dirinya ternyata tiba-tiba berpindah ruangan? Kira-kira, haruskah aku menghubungi laki-laki itu sebelum aku datang menjenguknya?
"Kamu mau kemana sih, Emma. Kok buru-buru?!" Tanya Jess yang berjalan cepat menghampiriku.
"Aku harus ke rumah sakit, ada urusan.."
"Kenapa? Kamu.. mau cari dokter sendiri? Atau ada yang sakit? Siapa yang sakit?!" Clara turut mengikuti langkahku.
"Engga kok.. hmm, m-mba Ratih, dia tyfus dan gak ada yang jagain, jadi aku harus nemenin dia," ucapku sedikit gugup mencari alasan.
"Tapi kan kamu kondisinya gak boleh kecapean, trus kamu juga kapan mau konsul?" Ucap Clara sambil mencoba mengikat rambutnya yang terurai.
"Hmm iya iya, mungkin besok atau lusa deh, nanti aku kabarin lagi ya. Maaf ya aku ngerepotin kalian.. Oh iya! Clara habis ini kamu mau kemana? Bawa mobil?"
"Bawa kok, abis ini mau ke Make-upish, mau beli maskara sama pelembab muka. Kenapa?"
"Aku boleh nebeng anter ke RS Merdeka Abadi gak? Tapi sebelumnya ke toko buah Segar dulu ya, yang sebelum belokan itu loh!"
"Boleh-boleh kok", jawabnya sambil mulai mengambil kunci mobil di dalam tasnya.
Aku dan Clara langsung berjalan ke arah parkiran mobil, sedangkan Jessica berjalan ke arah kantin untuk bertemu Nathan yang sedari tadi sudah menunggunya disana.
***
Seusai aku membeli bingkisan buah-buahan -yang cukup besar dan mahal-, tibalah kami di RS Merdeka Abadi. Aku langsung berjalan menuju ke arah kamar dimana Radit dirawat yang berada di lantai 5 gedung Merah-Putih, sementara Clara langsung kembali pergi untuk melanjutkan urusannya.
Seketika jantungku mulai berdetak sangat cepat ketika aku ingin mencoba mengetuk pintu kamar Radit. Butuh beberapa menit bagiku untuk terus berdiam di depan pintu kamar rawat Radit untuk menghilangkan keteganganku dan akhirnya mulai mengetuk pintu.
Perlahan aku membuka pintu kamar rawat Radit. Aku cukup terkejut ketika melihat Radit sudah berpakaian rapih dan duduk di atas kasurnya. Sementara di hadapannya berdiri seorang pria yang terlihat sudah berusia mengenakan pakaian kerja yang sangat rapih dan memakai jas hitam yang aku yakin dia pasti ayahnya Radit, sementara di belakangnya terdapat Andi yang sedang sibuk mengangkat barang-barang milik Radit.
Aku langsung merasa kaku, gugup dan bingung harus berbuat apa, hanya berdiam diri di depan pintu seperti patung. Apa yang harus kulakukan?! Tiba-tiba saja rasanya kedua kakiku membatu.
Radit yang sadar akan kedatanganku langsung menyuruhku untuk masuk ke dalam ketika dia melihatku yang terdiam mengintip di depan pintu seperti anak hilang. Perlahan diriku mulai masuk ke dalam sambil membawa bingkisan buah untuk Radit dengan diri dipenuhi perasaan sangat canggung dan gugup.
"Pah, ini Emma..", ucap Radit kepada ayahnya memperkenalkan diriku. Ayahnya langsung kaget dan tersenyum begitu sumringah lalu kami berdua pun berjabat tangan.
"Siang, om." Sapaku ramah meskipun jantungku masih terus berdegup kencang.
"Oh, jadi ini yang dari dulu kamu ceritain?! Cantik sekali ya!! Papah kira kamu bohong atau ngekhayal doang hahahaha!" Aku kebingungan apa maksud dari yang dikatakan ayahnya itu? Radit terlihat hanya tersenyum kaku sambil pandangannya tidak fokus kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akal Tak Sekali Tiba (COMPLETED)
Romance[Warning +21 - Mature content] CERITANYA BIKIN BAPER TINGKAT DEWA - (SOME PARTS ARE PRIVATE, HARUS FOLLOW DULU BUAT BACA LENGKAP) -COMPLETED- Emma terbangun dari mimpi gilanya dan menemukan dirinya berada di dalam sebuah mobil bersama seorang lelaki...