IPA #6

100K 4.2K 53
                                    

"Membiarkanmu pergi memang bukanlah cara terbaik. Memintamu untuk kembali juga bukan cara yang tepat. Lebih baik aku menunggu Tuhan yang bertindak dengan cara-Nya agar kita bisa bersama."

--AdnanMohammed--

Selamat membaca~

•••

AKU masuk ke dalam rumah dan melihat ada dua orang berbadan besar tengah duduk di ruang tamu bersama Sarah. Mereka menatapku lalu Sarah menghampiriku.

"Hm, Aal. Mereka ini utusan pengacara ayahmu. Mereka mau mengambil semua kunci mobil."

Aku membelalakan mata.

"Mobil yang mana?" Ucapku sinis.

"Dua mobil di garasi dan mobil kamu."

"What? Pengacara sialan!" Aku menghampiri dua orang itu. "Eh, bilangin sama pengacara kalian itu, nggak usah matre! Semuanya aja harta Ayah diblokir sama dia! Gue tegasin sekali lagi, ya! Gue nggak akan kasih kunci mobil gue ke kalian. Ambil aja dua di garasi kenapa sih. Nggak cukup?"

"Maaf, Nona! Ini perintah--"

"Yaudah. Gue perintah kalian balik buat pulang. Jangan sampe gue potong-potong badan lo berdua! Pergi, Nggak!" Ucapku dengan berteriak.

"Eh, Neng jangan coba-coba nantang kita, ya. Disini kita cuma kerja. Neng nggak berhak memberi kita perintah. Sebaiknya Neng kasih kunci mobil itu atau kita pakai cara yang kasar." Ucap orang yang satunya.

"Ck~ Jangan mentang-mentang badan lo gede gue takut sama lo, Ya!"

Sarah mendekat ke arahku dan merangkul bahuku.

"Udah, Aal! Kasih aja ke mereka."

"Ini apaan lagi! Lepasin gue!" Aku memberontak kasar ke arah Sarah hingga dia mundur dan terjatuh.

"Sarah!" Itu Adnan. Dia baru masuk ke dalam rumah, menaruh jas yang sedari tadi ia sampirkan di lengannya dan koper kecil di lantai. Membantu Sarah berdiri. "Sar, kamu nggak apa-apa, kan?" Tanya Adnan.

"Nggak, nggak apa-apa." Sarah mencoba berdiri walaupun sepertinya sulit. Adnan menatap ke arahku.

"Apa lo liat-liat gue?!"

Adnan membantu Sarah duduk kembali di sofa lalu menarikku ke sudut rumah. Jauh dari jangkauan mereka.

"Sudah berapa kali saya bilang sama kamu, jangan kasar!" Ucapnya rendah dan dalam.

Aku tidak menggubrisnya. Tatapannya marah.

"Ini kan mau lo! Gara-gara Lo dan Sarah, semua fasilitas yang ayah kasih ke gue diblokir. Lagi-lagi yang dibahas, gue harus nikah sama lo! Gue nggak mau!"

"Lalu kamu pikir saya mau nikah sama kamu?" Ucapnya membuatku terdiam. "Saya melakukan ini terpaksa. Untuk membahagiakan Sarah. Sarah itu Kakak sekaligus orang tua buat saya. Jadi saya mohon, jangan kasari dia! Kamu ini wanita, kenapa tidak mengerti sama sekali perasaan Sarah padamu?"

Aku menatapnya sengit.

"Terus lo nerima perjodohan nggak jelas ini?"

Imam Pilihan Ayah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang