IPA #17

84.6K 3.6K 142
                                    

"Tidak ada yang lebih peduli kepadamu dibanding keluarga."

--QueenGarritsen--

Selamat membaca🤓

💊💊💊

ADUH, aku makin penasaran. Adnan dan Mia benar-benar menyembunyikan sesuatu dariku.

Adnan bilang...

"Apa Mia berbicara sesuatu padamu?" Tanya Adnan yang masih bersantai duduk di ayunan teras belakang.

Aku mengerutkan dahi.

"Jadi, lo udah kenal Mia?" Tanyaku langsung, namun dia hanya diam. "Apa lo sama Mia punya hubungan? Jangan-jangan Mia selir lo lagi! Sejak kapan?"

"Kebiasaan. Kamu jangan selalu berburuk sangka, karena hidupmu juga akan ikut terbawa arus negatif pikiranmu nanti," nasehat Adnan.

"Haduh, ngomong apa sih, lo, Om? Jangan ngomong bahasa bapak-bapak atau quotes-quotes nggak guna deh sama gue. Percuma. Nggak bakal ada yang mau dengerin juga," selaku.

Dia menghela napas kesal. Memainkan jarinya seraya berucap istighfar dalam bisiknya. Tatapannya lurus ke depan dan rahangnya mulai mengeras. Aku bergeming. Apakah ucapanku terlalu keterlaluan? Kupikir tidak terlalu. 

"Yaudah, jadinya jawaban lo apa?" Tanyaku lagi.

"Jawaban tentang?" Akhirnya dia mengeluarkan suaranya kembali.

"Tentang lo yang kenal Mia?"

Adnan berdiri. Mengalahkan tinggiku hingga aku yang tadinya menunduk jadi mendangak agar bisa melihat wajah tampannya.

"Hanya kenalan lama." Jawabnya singkat, padat, dan kurang jelas, lalu pergi meninggalkanku begitu saja. Berdiri sendiri masih memegang makanan ringanku dan dengan hembusan angin yang menyapu kulitku.

"ARGHHHH!" Teriakku seraya membanting tubuhku ke atas kasur. "Fix! Gue bakal cari tau apa yang terjadi di antara si Om Tua sama Mia."

Alunan lagu "Without You" yang dipopulerkan oleh Alm. DJ Avicii ini membuatku sontak menoleh ke arah nakas dimana ponselku berada.

Aku mengusahakan tubuhku yang malas berdiri ini untuk bisa menggapai ponselku walau posisiku tetap tidak bergeser sedikit pun. Saat berhasil kuraih, ternyata itu telepon dari Mia. Ya, langsung saja kujawab.

"Ya, Halo?"

["Aal, malam ini gue nggak nginep di rumah lo lagi. Bokap gue udah baikkan."] Sahut Mia dari seberang.

"Oh, congrats, ya! Semoga bokap lo nggak kambuh lagi maboknya," ucapku sambil tersenyum.

["Makasih, Aal! Makasih!"]

"Udeh makasihnya! Udah berapa kali lo bilang makasih sama gue hari ini? Satu, dua, tig--"

Tok Tok!

Suara ketukkan pintu kamar membuatku tersentak. Aku menatap pintu dan lagi-lagi pintu di ketuk.

["HAHAHA! Belajar ngitung, Mbak?"]

"Mi, tunggu bentar, ya!"

["Ye."]

Aku menutup sambungan telepon dan berjalan dengan gontai ke pintu, membukanya lalu wajah Adnan yang terlihat setelahnya. Aku berkacak pinggang dan mengangkat sebelah tangan seraya berkata, "Kenapa?"

Imam Pilihan Ayah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang