"Kadang rasa tertekan akan membuat kekuatan kita maksimal."
--Queen Garritsen--
Selamat membaca🤓
Dan
Minal 'Aidin Walfaidzin🎉KAMI akhirnya tiba di sebuah rumah yang begitu klasik berbentuk panggung dan dominan berbahan kayu kokoh. Rumah ini memiliki halaman yang luas juga. Terlihat seorang nenek tua yang tengah menyirami tanamannya dengan selang khusus. Begitu warna-warni bunga yang mekar di samping-samping rumah sebagai penghias. Tidak salah lagi, kami sudah sampai di rumah bibinya Adnan.
Adnan membuka pintu pagar kayu yang hanya sebatas pinggang. Kami pun memasuki halaman dengan panjang jalan setapak 10 meter itu.
"Assalamu'alaykum, Tante!"
*Setelah ini, semua yang berbahasa baku, anggap saja bahasa Jerman*
Nenek-nenek berumur sekitar 60-an tahun itu membalikkan badan. Dia memperhatikan Adnan, mencoba mengingat-ingat.
"Adnan, Apa kabarmu, Nak?"
Aku mengerutkan dahi. Bibi ini menggunakan bahasa Jerman. Tapi kenapa Adnan memanggilnya "Tante"? Aku kira dia bisa berbahasa Jakarta.
"Aku baik, Bibi," jawab Adnan. Mereka berpelukkan sesaat dan dilepaskan si Bibi saat dia melihat ke arah Leo.
"Ah, ada Leo juga. Apa kabarmu, Leo? Apa kabar adikmu juga? Siapa itu namanya, sampai lupa aku." Bibi Adnan beralih untuk memeluk Leo.
"Baik, Bi. Tapi, Clara masuk rumah sakit. Kata ayah--"
"Ah, hah! Kita lanjutkan bicaranya di dalam saja, ya! Dan gadis cantik ini? Siapa dia, Adnan?" Bibi Adnan menunjuk ke arahku. Aku hanya bisa tersenyum bingung saat dia pun tersenyum hangat padaku. "Halo, gadis, cantik! Siapa namamu, nak?"
Sekarang dia mencoba mengajakku bicara. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Aku pun menatap Adnan, menyuruhnya menjelaskan.
"Ah, Bibi! Dia Aalia, anak tirinya Sarah. Dia--"
"Berhenti mengucapkan nama dia, Adnan!" Raut wajah si Bibi yang tadinya senang menjadi kesal. "Dia wanita yang tidak tahu diuntung! Dia sudah menikah? Bagus lah. Tidak ada kabar yang sampai ke telinga kami. Lihat lah! Karena ulahnya, ibumu meninggal dan ayahmu sakit keras. Apa itu yang disebut anak berbakti?"
"Bibi, Sarah tidak seperti yang Bibi bayangkan. Dia sudah menyesali perbuatannya. Jika Bibi tidak percaya, Bibi bisa tanyakan pada Leo; bagaimana taatnya Sarah sekarang. Semua orang bisa berubah, Bibi!" jelas Adnan pelan.
"Lalu, aku akan percaya begitu saja? Halah, sudah-sudah, yang lalu biarlah berlalu. Tadi siapa nama gadis ini? Aku yakin anak ini tidak harus menanggung semua dosa orang tuanya, kan? Mari, Nak, kita masuk ke dalam. Ayah Adnan mungkin sedang tidur saat ini." Bibi itu merangkul pundakku.
"Ah, kalian puasa?" tanya Bibi Adnan lagi. Sedangkan Adnan menjawab dengan anggukan kepala. "Syukurlah, nanti akan kuhidangkan makanan khas Negara Jerman. Kalian akan menyukainya saat berbuka nanti."
"Ah iya, Bibi," ucap Adnan. "omong-omong kau belum menjawab salamku tadi."
"Benarkah?" Bibinya Adnan terdiam. "Oh, Hahaha! Maafkan Bibimu yang sudah tua ini, Adnan! Bibi ini kadang suka menjadi pelupa."
"Nah, maka dari itu aku mengingatkanmu, Bibi!"
"Ah, wa'alaykumussalam, Cucuku yang tampan tapi belum menikah walaupun umurnya sudah seperempat abad ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Imam Pilihan Ayah (SUDAH TERBIT)
Romance"Wanita yang baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula." ??? Aku tidak percaya kalimat diatas. Mana mungkin sih laki-laki baik dengan wanita baik jika aku sendiri jahat dan harus dijodohkan dengan laki-laki sebaik...