IPA #24

83.3K 3.2K 51
                                    

"Wanita yang buta adalah wanita yang tidak bisa melihat kesetiaan pasangannya."

--Queen Garritsen--

Selamat membaca🤓

💊💊💊

AKU mengerjapkan mata. Suasana kamar masih gelap dan sunyi. Aku bisa merasakan napas teratur milik Mia menderu. Aku bangun, menatap celah pintu yang sedikit terbuka.

"Perasaan, gue udah matiin lampunya sebelum tidur," gumamku pelan saat melihat cahaya itu merambat lurus masuk ke dalam kamar.

Aku juga bisa mendengar suara "kresek" dari ruang televisi apartemen. Jantungku tiba-tiba berdetak kencang. Mencerna apa yang terjadi walau nyawaku belum sepenuhnya terkumpul sesudah bangun tidur.

Apa ada pencuri saat ini? Atau ada setan. Tapi kalau setan kenapa dia menyalakan lampu? Mungkin setannya takut gelap. Aduh, perasaanku tambah tidak enak.

Aku memutuskan untuk membangunkan Mia. Aku butuh pasukan untuk melawan setan, pencuri, atau apapun yang ada disana.

"Mi, Mia!" seruku pelan hampir berbisik sembari menggoyangkan tubuh rileks Mia.

"Hmm?" dehemnya pelan. Dia membuka mulutnya dan mulai membuat dengkuran kencang. Membuka mata saja yang tidak.

Mia mengorok?

"Ish, Mia!" kali ini seruku agak kencang tertahan.

"Ck, apa sih, Aal?" Mia mulai marah tidurnya diganggu. Dia menekuk wajah walau masih keadaan mata terpejam. Dia malah mengubah posisi membelakangiku dan menarik selimut lebih ke dada.

"Haduh, baru tau gue kalau dia tidur udah kaya kebo," desahku kesal.

Aku ingin membangunkan Mia lagi namun tertahan. Suara itu makin keras, seperti sedang berada di Dapur sekarang.

Aku menatap nakas, sudah pukul dua pagi, hampir setengah tiga.

Aku memutuskan mengecek sendiri. Aku mengambil tas selempangku yang tidak terlalu besar dan memasukkan buku-buku tebal ke dalamnya. Kalian pasti tau untuk apa itu. Aku tidak menemukan tongkat atau sapu lainnya disini, maka aku ambil alternatif.

Tas ini cukup untuk membuat kepala pencuri atau setan itu pusing sesaat lalu pingsan dalam sekali atau lebih lemparan.

Aku bersiap-siap, mengambil ancang-ancang saat membuka pintu. Pintu itu pun terbuka perlahan. Dari sini, aku sudah bisa melihat ruang televisi di sebelah kiri kamarku. Televisi itu menyala, memperlihatkan Mama Dedeh yang sedang berceramah.

'Eh, setannya mau tobat?' Batinku.

Aku pun mengambil langkah perlahan tapi pasti mendekat. Mencoba berjalan melewati dinding yang menutupi pandanganku ke arah dapur di sebelah kiri. Butuh satu bilik kamar untukku berjalan ke arah itu. Kamar ini milik Adnan, bersebalahan dengan kamarku namun pintunya ada di posisi lain.

Aku melewati ruang tamu dan dengan kaki gemetar. Aku menahan takut. Satu langkah lagi aku terdiam. Menetralkan detak jantungku dengan menarik napas lalu membuangnya.

 Menetralkan detak jantungku dengan menarik napas lalu membuangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Imam Pilihan Ayah (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang